Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 07
Seminggu berlalu, Raina merasa sangat tenang. Dia bahkan bisa tersenyum lebar dan seperti tidak ada beban di pundalnya.
" Sus Ai ladi hepi kayaknya ya. Dali tadi senyum telus?"
" Iyaa Sus lagi hepi karenaaaaa main sama Chan."
Hahhahah
Chan tertawa terbahak-bahak saat perutnya digelitiki oleh Raina. Tidak kembali ke rumah, Raina seolah menemukan udara bebas. Dan ya, dia bisa merasakan bahwa hidupnya pun terasa baik-baik saja meskipun sendiri.
Pikirannya menerawang jauh. Pemikiran untuk sebuah perceraian kini benar-benar ada di dalam diri Raina. Suaminya tidak berubah, dan dengan lepas dari Rusman maka dia akan bisa tenang.
Akan tetapi agaknya tidak demikian. Masih jam makan siang, tepatnya setelah Raina menidurkan Chan, Rusman datang mencarinya.
" Mbak Ai, itu suaminya Mbak Ai nyariin," ucap Bik Yah dengan wajah yang terlihat gusar.
" Bik Yah tolong jagain Chan ya, biar aku ke depan."
Bik Yah mengangguk, tapi meskipun begitu dia merasa khawatir. Wajah Rusman terlihat garang dan sepetinya marah. Tapi di depan ada Pak Barjo juga, setidaknya Bik Yah merasa Raina akan baik-baik saja.
" Ada apa Mas?"
" Ai, pulang ya sayang. Aku mohon."
Raina mengerutkan alisnya. Belum pernah selama ini Rusman bicara dengan lembut bahkan sampai memohon seperti ini.
" Pulang? untuk apa? untuk kamu tampar lagi, atau untuk dihina sama ibu kamu. Aku udah capek, Mas. Kita bercerai saja."
Duaaaar
Tidak pernah terbayangkan dalam benak Rusman kata cerai itu keluar dari bibir Raina. Dia sama sekali tidak pernah menyangka akan hal tersebut.
Bagaimana tidak, yang Rusman tahu selama ini Raina selalu ingin punya keluarga. Dia yang yatim piatu ingin memiliki sebuah keluarga, dan Raina sangat takut jika dia sendirian.
" Nggak Ai, aku nggak mau pisah sama kamu. Aku nggak mau cerai."
" Kalau aku mau, gimana dong. Aku udah capek Mas, aku lelah banget ngadepin kamu, ngadepin ibu dan adik kamu. Aku capek. Apapun yang aku lakuin sama sekali nggak pernah kamu apresiasi. Yang ada malah aku selalu kena pukul sama kamu. Jadi mari kita berpisah, hubungan kita cukupi sampai di sini saja. Aku nggak bisa menjadi apa yang kamu dan ibu kamu mau. Kalau aku bertahan lebih lama, aku yang sakit."
Raina masuk ke dalam kediaman Bagus, dia tidak peduli dengan Rusman yang terus memohon padanya untuk kembai.
Setelah selama ini berdiam diri, menjauh dari Rusman dan ibunya, Raina benar-benar merasa tenang. Dan dia tidak ingin lagi kembali ke tempat dimana dirinya sama sekali tidak dihargai.
" Sial! Dia benar-benar kukuh kali ini. Duuh harus apa aku ya. Aku sama sekali nggak bisa biarin dia pergi gitu aja. Aku masih butuh, apalagi si Ida merengek terus karena uang kuliahnya belum juga dibayar."
Rusman berpikir keras, dia tidak akan melepaskan Raina begitu saja. Dan Rusman yakin bahwa istrinya itu memiliki uang simpanan.
" Aku harus punya cara lain agar bisa dapetin itu. Gaji dia kan nggak dikit kerja di sini."
Rusman kembali tanpa hasil, namun sepanjang jalan menuju ke rumah, dirinya terus memikirkan cara untuk mendapat kan itu.
" Mana Raina, Rus. Katanya kamu mau jemput dia pulang. Ibu udah nggak ada uang ini. Kamu ada uang nggak, kita mau makan apa. Dari kemarin udah makan yang nggak bener terus."
" Buuk, brisik ih. Aku lagi mikir ini. Pulang-pulang udah langsung dimintain duit aja. Dia nggak mau pulang, dia mau minta cerai."
" Ya udah tinggal ceraiin aja. Abis itu minta perhiasan yang dulu kamu kasih buat mahar. Kan mayan itu."
Tring
Seolah mendapat sebuah jawaban, perkataan ningsih soal mahar itu membuat Rusman mejadi memiliki ide.
Ya dia bisa mengabulkan perceraian itu asal Raina mengembalikan mahar yang pernah ia berikan dulu. Meskipun tidak banyak, tapi saat itu Rusman membelikan seperangkat perhiasan yang berupa kalung, anting dan cincin yang semuanya emas.
" Ibu kok pinter, iya juga ya. Mending minta semua itu dibalikin. Kalau di jual pas dolar naik gini, kan jadi mahal."
" Nah itu, lagian ngapain sih mertahanin istri yang nggak bisa ngasih kamu anak."
Rusman mengangguk setuju. Rasa cintanya kepada istrinya juga sudah hilang sudah sejak kapan. Setiap dia menyentuh Raina juga dia tidak merasakan kenikmatan. Rasanya berbeda dengan saat dia bersama dengan Suci.
" Nanti aku bilang ke dia, Bu."
" Bagus, Ibu juga udah lama nggak suka sama dia."
*
*
*
Tring
Sebuah pesan masuk ke ponsel Raina, mana Rusman tertera di sana. Awalnya Raina enggan membukanya, namun sepertinya dia memang harus membacanya untuk mengetahui apa yang dikatakan suaminya itu.
< Baiklah, aku setuju bercerai dengan mu.Tapi ada syaratnya, kembalikan mas kawin yang dulu aku berikan padamu."
Degh!
Tes
Air mata Raina luruh, meskipun itu yang dia mau tapi rasanya sakit juga saat Rusman dengan mudah menyetujui perceraian yang dia inginkan.
Ia pikir, suaminya itu masih memiliki sedikit rasa cinta dan sayang kepadanya. Tapi ternyata mungkin tidak. Rusman sudah tidak mencintainya, dan permohonan untuk dia kembali ke rumah tadi hanya tipuan belaka.
" Balikin ya tinggal balikin aja, apa susahnya," ucap Raina lirih sambil terisak.
" Sus Ai, kenapa Sus Ai nanis ladi? Sus Ai sedih kenapa ladi?"
" Oh maaf Chan, Sus ngebangunin Chan ya? Maaf ya?"
Chan menggeleng, bocah itu bangun dari tempat tidur dan menghampiri Raina. Dia lalu mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Raina.
" Sus Ai janan sedih ya. Chan jadi itut sedih kalau Sus Ai sedih. Sus, sus tindal di sini aja. Talau di sini sama Chan pasti Sus nda akan sedih. Soalnya setiap pulan, kayaknya Sus selalu sedih."
Raina tersenyum, itu adalah hal yang tidak bisa dilakukan. Dari awal bekerja memang dia maupun Bagus tidak ada aturan untuk pengasuh menginap. Apalagi dirinya sudah bersuami juga dan Bagus merupakan seroang duda. Dia tidak ingin muncul rumor ataupun fitnah.
" Sus nda apa kok Chan, Sus baik-baik aja. Jadi Chan ndak perlu khawatir oke."
Chan diam saja, tidak mengangguk juga tidak menjawab. Bocah itu bisa merasakan bahwa ucapan Raina tidak lah benar. Ia melihat ada kebohongan di sana. Dan entah mengapa Chan tidak suka.
Chan tidak suka saat Raina sedang tidak baik-baik saja tapi bersikap seolah semuanya baik-baik saja.
" Hmmm, kayaknya Chan halus bilan ke Yayah soal ini. Chan halus bilan ke Yayah bial Sus Ai nda nanis nanis telus."
Itulah yang bocah ucapkan dalam hatinya. Sebuah rencana untuk Sus Ai agar Sus Ai nya tidak lagi menangis.
TBC