Huang Yu, seorang juru masak terampil di dunia fana, tiba-tiba terbangun di tubuh anak petani miskin di Sekte Langit Suci—tempat di mana hanya yang bertubuh suci kuno bisa menyentuh elemen. Dari panci usang, ia memetik Qi memasak yang memanifestasi sebagai elemen rasa: manis (air), pedas (api), asam (bumi), pahit (logam), dan asin (kayu). Dengan resep rahasia “Gourmet Celestial”, Huang Yu menantang ketatnya kultivasi suci, meracik ramuan, dan membangun aliansi dari rasa hingga ras dewa. Namun, kegelapan lama mengancam: iblis selera lapar yang memakan kebahagiaan orang, hanya bisa ditaklukkan lewat masakan terlezat di alam baka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jasuna28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Bayangan Neraka Perut
Hening sore menyelimuti Kompleks Sekte Langit Suci setelah gegap gempita Ujian Esensi Suci. Daun-daun cemara berguguran pelan, menutupi jalur batu ke aula pendalaman arcana rasa. Namun di setiap bayangan terpancar kecemasan: retakan hitam samar masih menyusup pada Sauh Kayu, Nyala Api, dan Pecahan Logam.
Di ruangan rahasia bawah tanah, Kepala Sekte menyeru murid-murid terpilih. Cahaya lentera tembus melalui kisi kayu, menciptakan siluet-garis di dinding. “Semua artefak akan diuji ulang malam ini,” ujarnya berat. “Dan murid yang terbukti mencemari elemen dengan Qi pahit akan diadili dalam ‘Pengadilan Bayangan’.”
Nian menyesap air suci dari botol Lan’er, mencoba menetralkan gairah jantungnya. Master Cang berdiri di samping, wajahnya muram. “Bayangan Neraka Perut,” gumamnya pelan, “bukan ujian biasa. Energi gelap itu bisa memanipulasi pikiran.”
Ruang Pengadilan Bayangan terletak di kedalaman gua marmer biru, dindingnya diukir simbol kisah peradaban rasa yang pernah dihancurkan oleh kekuatan gelap. Di tengah, sebuah lingkaran hitam berdiameter tujuh depa memancarkan aura dingin. Kepala Sekte berdiri di podium, di belakangnya sesepuh-sesepuh terpilih—termasuk Kashimira dan sang petugas Klan Rempah berkerudung ungu.
“Kami akan memulai satu per satu,” kata Kepala Sekte. Suara gong halus memecah keheningan. “Ka Zhuo.”
Zhuo, murid ahli asam bumi, maju dengan gemetar. Para sesepuh memindai tangannya dengan tongkat aura—jika ada sisa Qi pahit, tongkat akan berpendar ungu. Detik berlalu, kemudian… tiada kilau ungu. Zhuo terlepas dari tuduhan; ia sujud, mata berkaca.
Selanjutnya, satu per satu murid maju: sebagian dibebaskan, sebagian lain kerudung ungu petugas Klan Rempah menandai kilau samar—namun tak ada yang terganjal. Hingga saat tiba giliran Nian.
Nian mengangkat langkah, setiap detak hatinya menggema di hatinya sendiri. Master Cang menepuk bahu, memberi semangat. “Percayalah pada rasamu.”
Ia berdiri di tengah lingkaran hitam. Petugas Klan Rempah menyalakan tongkat aura; kilau ungu samar menari di ujungnya. Nian menutup mata, merasakan aliran Qi kayu, api, dan logam dalam tubuhnya—kombinasi tiga elemen yang baru ia Satukan kemarin.
Saat tongkat menyentuh tanah di seberangnya, cahaya ungu memancar—lalu menyisakan kilau hijau lembut dari Kai Rasa. Nian membuka mata, lega: tiada jejak Qi pahit.
“Ka Nian,” suara Kepala Sekte lembut namun tegas, “kami percaya kau tak membawa gelap. Namun… ada bekas interferensi unsur eksternal pada artefakmu.” Ia menunjuk Sauh Kayu yang berretakan, dan pecahan logam yang memancarkan denyut hitam. “Artefak terkontaminasi—tetapi tanganmu bersih. Ini membuktikan ada pihak lain.”
Kepala Sekte mengerutkan dahi. “Sepertinya kita harus menelusuri lokasi Ujian Esensi tadi malam. Altar Terkutuk tempat artefak disimpan sebelum lomba—di sanalah sabotase terjadi.”
Pintu rahasia terbuka menuju galeri bawah tanah, memutar di bawah altar utama. Cahaya remang, temboknya dipenuhi relief pertarungan kuno. Di puncak galeri, sebuah ruang kecil beralas batu hitam: tempat artefak diletakkan malam sebelum lomba.
Master Cang menyalakan lentera Qi, menyorot permukaan altar. Di ujungnya, samar tergurat sidik jari hitam—bingkai Qi pahit. “Ini… bukan ciptaan manusia biasa,” bisik Kashimira. “Energi neraka perut yang murni.”
Petugas Klan Rempah mengangkat gulungan peta gelap, membentangkannya di lantai. Di situ tergambar pola rempah gelap dan jalur teleportasi Pasar Surgawi—jejak kaki misterius mematahkan batas sekte.
Demi mengungkap dalang, rapat tertutup memutuskan: Nian, Lan’er, Master Cang, dan petugas ungu akan menyusup malam ini ke “Pasar Terlarang Neraka Perut”—ekstensi gelap Pasar Surgawi di Alam Bawah.
Perlengkapan: Lencana Sekte disamarkan dengan lapisan Qi sunyi agar tak terdeteksi.
Rute: Mereka akan melalui lorong rahasia di bawah Kuil Kayu Merah, memanfaatkan jalur pedagang iblis.
Tugas Nian: Mengendus varian rempah gelap yang memadukan Qi pahit dengan elemen lain.
Mereka menuruni tangga licin, dindingnya berlapis akar “Kayu Jiwa” yang memancarkan aura lembut. Aroma rempah manis terhalang bau busuk rempah gelap. Kegelapan tertembus cahaya biru kecil dari botol air suci Lan’er.
Sesampai di pintu masuk pasar terlarang—kubah batu hitam gemetar—petugas ungu menempelkan Tonjolan Kecil pada dinding, membuka celah ke dimensi lain. Sekejap, mereka melintas, tiba di lorong sempit yang bergema suara tawar-menawar syahwat rempah.
Pedagang iblis berjubah kelabu menawarkan “Serbuk Nafsu” dan “Debu Kelam”, bau tajam menusuk. Nian menahan mual, menghirup sebentar Qi kayu dari dalam panci kecil untuk menstabilkan indra rasanya.
Di sudut lorong, di balik kios batin, mereka menemukan sosok berdiri di balik meja kayu paling gelap. Jubahnya hitam, mata bersinar merah. Di atas meja terhampar gulungan rempah hitam dan artefak Sekte yang tercuri.
“Selamat datang, Detektif Rasa,” suara bergema sinis. “Kau sudah sampai pada akhir permainanku.” Sosok itu menyingkap penutup wajah—terungkaplah wajah ternama: **Wakil Sesepuh Xionglai**, salah satu sesepuh tinggi Sekte.
Nian tercekat. “Kenapa… Guru Xionglai?”
Xionglai tertawa getir. “Karena Sekte ini terlalu terikat aturan. Dunia rasa butuh kebebasan kekuatan! Qi pahit harus mengeras, bukan disingkirkan. Dan kau… kau adalah katalisatorku.” Ia mengibaskan tangan—gumpalan Qi gelap berputar di udara—“Kudengar kuliahmu meracik elemen memancing energi langka itu.”
Master Cang melangkah maju, marah: “Xionglai, kau bicara apa?! Kau pengkhianat!”
Xionglai menoleh sinis. “Pengkhianat? Aku pemberi keseimbangan. Lihat artefak kalian—retak, tercemar. Semua demi menghadirkan generasi baru penjaga rasa yang lebih kuat.” Ia menepuk pecahan logam di atas meja. “Dan kau, Nian, punya bakat memadukan elemen—aku hanya mempercepat takdirmu.”
Seiring gerakan tangan Xionglai, gumpalan Qi gelap menyerang. Nian, Lan’er, dan Master Cang bersiap. Lan’er menyemprotkan air suci ke udara, membentuk tirai pelindung. Master Cang menyalakan lilin elemen, memanggil pedang kayu mini.
Nian mengangkat panci kecil berisi “Sup Kayu-Asam” dan melemparkannya—uap surgawi menyapu gumpalan gelap, meredam kekuatan Qi pahit. Namun Xionglai tersenyum, mengambil serpihan Artefak Kayu, memanifestasikannya menjadi ranting mematuk.
Dalam duel kilat, Nian memfokuskan Qi kayu, api, dan logam bersamaan—menciptakan energi ungu kehijauan. Dengan satu pukulan panci perunggu, ia memecah ranting hitam, memaksakan Xionglai terhuyung mundur.
Xionglai menahan amarah, lalu terbang mundur, menendang peti rempah gelap hingga pecah. Tumpahan rempah menimbulkan aura pekat. Ia tertawa histeris, lalu menghilang dalam kabut kelam: “Permainan belum usai, Ka Nian!”
Pasar Terlarang riuh oleh sisa-sisa rempah hitam yang berpendar. Di udara, pantulan cahaya lampion merah menari. Nian menatap puing rempah di tanah, napasnya terengah.
Lan’er menggenggam lengannya, “Xionglai… dia sesepuh kita. Apa… apa yang akan Sekte lakukan?”
Master Cang menatap ke horizon kabut, suaranya berat: “Kita sudah menyingkap dalang; kini waktunya membuktikan —apakah Sekte Langit Suci masih pantas menjaga citra suci dunia rasa?”
Dan di kejauhan, bayangan Xionglai tersenyum licik, bersiap menabur konflik yang lebih dahsyat.