NovelToon NovelToon
Mahar Untuk Nyawa Ibu

Mahar Untuk Nyawa Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Asmabila

Raina tak pernah membayangkan bahwa mahar pernikahannya adalah uang operasi untuk menyelamatkan ibunya.

Begitupun dengan Aditya pun tak pernah bermimpi akan menikahi anak pembantu demi memenuhi keinginan nenek kesayangannya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Dua orang asing di di paksa terikat janji suci karena keadaan.


Tapi mungkinkah cinta tumbuh dari luka, bukan dari rasa????

Tak ada cinta.Tak ada restu. Hanya diam dan luka yang menyatukan. Hingga mereka sadar, kadang yang tak kita pilih adalah takdir terbaik yang di siapkan semesta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MAKAN SIANG BERSAMA

Raina datang ke kantor suaminya dengan napas ngos-ngosan, seperti habis dikejar setan. Padahal kenyataannya, ia hanya terburu-buru karena takut telat mengantar makan siang. Ini pertama kalinya ia datang ke gedung megah milik Aditya—tinggi menjulang dan sangat intimidatif. Matanya sibuk mencari tahu arah, sementara hatinya dag-dig-dug.

"Kira-kira ruangannya Mas Adit di lantai berapa, ya?" gumamnya pelan sambil melangkah masuk ke lobi yang dingin dan mewah.

Tatapan para resepsionis langsung tertuju padanya. Raina merasa aneh, tapi tetap berjalan ke meja mereka.

“Maaf, ada yang bisa kami bantu?” sapa salah satu dengan senyum tipis—senyum formal yang agak sinis.

“Saya mau ke ruangannya Pak Aditya… suami saya,” jawab Raina ragu tapi sopan.

Mereka saling berpandangan, lalu tertawa kecil seolah tak percaya.

“Bertemu dengan Tuan Aditya? Maaf, Bu. Kami harus pastikan dulu, karena tidak semua orang bisa masuk seenaknya ke ruangan beliau.”

Raina menahan napas, tidak ingin ribut. Tapi dalam hati ia kesal.

Untung saja, saat itu asisten pribadi Aditya—Dika—datang menghampiri.

“Bu Raina, maaf saya terlambat menjemput. Mereka membuat Ibu menunggu, ya?”

“Sedikit,” jawab Raina kalem, masih berusaha santai.

Wajah Dika langsung berubah serius. “Kalian semua, minta maaf sekarang juga. Saya tidak mau kejadian seperti ini terulang!”

Resepsionis langsung menunduk dan meminta maaf tergesa-gesa, wajah mereka pucat begitu tahu siapa Raina sebenarnya.

Setelah menghubungi seseorang melalui gawainya, Dika pun menuntun Raina menuju lift khusus yang hanya bisa diakses oleh staf penting. Tak lama setelah mereka pergi, seorang wanita berkacamata dengan penampilan rapi dan clipboard di tangan—Manager HR—menghampiri meja resepsionis. Tatapannya tajam, seperti siap mencatat setiap nama yang perlu di panggil ke ruangannya.

"Kalian semua dipecat! Perusahaan ini tidak membutuhkan pegawai yang tidak memiliki etika maupun sopan santun!" suara tegas seorang wanita menggema di lobi, membuat seluruh resepsionis tertunduk.

"Bu, maafkan kami… kami mohon. Kami sudah meminta maaf kepada Bu Raina… Kami janji tak akan mengulangi!" pinta mereka bersamaan, panik dan gemetar, menyadari besar kesalahan yang telah diperbuat.

Namun perempuan itu tak goyah. Tatapannya menusuk. "Peraturan tetaplah peraturan. Kalian tahu siapa perempuan yang tadi kalian hina?"

Tak satu pun dari mereka berani menjawab. Kepala-kepala itu hanya menggeleng pelan.

“Bodoh!” ucap wanita itu, napasnya memburu. “Perempuan yang kalian pandang rendah barusan adalah Nyonya Aditya—istri dari pemilik sekaligus CEO perusahaan tempat kalian menggantungkan hidup!”

Tak perlu menunggu aba-aba berikutnya, para resepsionis segera menunduk pasrah. Tak lama, satpam mulai mendekat, dan satu per satu mereka diminta mengemasi barang masing-masing. Pelajaran keras telah mereka terima hari itu—bahwa jangan pernah menilai seseorang dari luarnya saja.

Sementara itu, Raina telah berada di ruang kerja suaminya. Ruangan itu luas, bernuansa putih minimalis, namun sangat berkelas. Setiap detail interior memancarkan kemewahan yang tak perlu dijelaskan lewat kata-kata. Karena Aditya masih dalam rapat bersama pemegang saham, Dika memintanya untuk menunggu.

Raina mencoba menikmati waktunya di ruangan itu. Ia menyalakan drama Korea dari ponsel, mencoba menghibur diri. Tapi entah mengapa, hanya dengan duduk di ruangan Aditya, rasa kantuk justru menyerangnya. Baru saja hendak memejamkan mata di sofa, pintu terbuka. Sosok tinggi berwibawa itu masuk dengan langkah pasti.

Dahi Aditya mengernyit, melihat istrinya yang tampak lesu. "Kamu kenapa?" tanyanya, menghampiri.

"Nggak apa-apa, Mas. Ini makan siangnya." Raina menyerahkan kotak bekal yang ia beli sebelumnya.

Aditya mengambil kotak itu perlahan, memperhatikan detailnya. "Kamu beli sendiri?" tanyanya datar.

Raina mengangguk. “Di restoran tempat Mas biasa pesan. Ini dagingnya empuk banget, Mas. Cobain, ya.” Tanpa sadar, Raina menyuapi suaminya.

Sesaat, keduanya terdiam. Entah canggung, entah terlalu cepat melibatkan keintiman. Raina menarik kembali tangannya dengan ragu. "Maaf, aku nggak bermaksud—"

Namun Aditya langsung mengambil sendok dari tangannya. “A,” katanya singkat.

Raina menatap, terkejut. Hatinya berdesir melihat suaminya mau disuapi.

"Buat Mas Adit saja. Aku sudah kenyang," elaknya pelan.

“Aku tidak suka penolakan,” suara Aditya tegas, khas dirinya.

Maka tanpa berani menolak lagi, Raina menerima suapan tersebut. Untuk beberapa menit berikutnya, mereka makan bersama. Tidak ada percakapan besar, tapi kehangatan yang baru terasa mulai menyelinap perlahan.

“Saya masih banyak pekerjaan. Tunggu saja di sini,” ucap Aditya setelahnya, dengan nada lebih ramah dari biasanya.

Raina menatapnya heran. Ia mengira akan langsung disuruh pulang.

"Mas... Mas nggak lagi kesambet, kan?" tanyanya polos.

Aditya hanya menggeleng ringan. “Daripada kamu di rumah terus, lebih baik bantu saya di sini.”

“Hem, iya sih... Tapi ada syaratnya,” sahut Raina sok serius, meski belum tahu apa.

"Apa?"

"Kalau ada waktu... antar aku ke rumah Ibu," lirihnya, berharap.

“Kan ada sopir,” jawab Aditya cepat, membuat Raina nyaris menyesali ucapannya.

Raina memilih diam, lalu menyibukan diri dengan gawai yang ada di pegangnya.

Raina:

Fridaa 😩🌸

Frida:

Rainaaa!

Tumben nge-chat duluan

Kangen aku ya? 😏

Raina:

Dikit 😌

Minggu depan kamu sibuk gak?

Frida:

Hmm... liat dulu deh, kenapa emangnya?

Raina:

Motoran yuk!

Kemana aja terserah, yang penting keluar rumah 😭

Sumpah bosan banget diem mulu

Frida:

Lah kamu mah rebahan doang juga duit ngalir

Auto sultan!

Kasta kita beda, bestie 🥲

Raina:

Aminin dulu aja siapa tau ketularan 😆

Btw… cariin aku kerja dong

Frida:

HAH? Ngapain kerja?

Kamu tuh hidup udah enak!

Aku aja pengen jadi kamu!

Raina:

Kerja tuh biar ada kegiatan

Aku serius loh…

Daripada tiap hari nunggu suami kayak nunggu pinjol acc

Frida:

😭😭😭

Kamu lucu banget sih

Tapi serius, kamu kenapa?

Ada masalah?

Raina:

Gak papa…

Cuma pengen ngerasain jadi “aku” versi dulu

Yang bebas

Frida:

Lah...

Rain, kamu baik-baik aja kan?

Jangan bilang kamu...

Raina:

Hehe

Tenang aja

Belum pengajuan cerai kok wkwk

Frida:

JANGAN NGOMONG GITU WOY 😭

Ngomong aja kalo lagi sedih

Jangan ditahan sendiri yaa

Raina:

Siap, Kak Terapi

Aku chat kamu lagi nanti kalo udah lolos dari tangan suami nyebelin ini 😤

Frida:

HAHAHA

Semangat ya, Bu Sultan

Kapanpun butuh kabur, aku siap bonceng 🛵💨

Aditya sedari tadi duduk di kursinya, namun matanya tak lepas dari Raina yang sesekali senyum-senyum sendiri sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Ia merasa terganggu. Terlalu terganggu, tepatnya.

Tanpa peringatan, Aditya berdiri dan langsung merebut ponsel dari tangan Raina.

“Mas Adit! Astaghfirullah, balikin! Itu hp aku!” seru Raina panik, mencoba meraih kembali ponselnya.

Aditya hanya menaikkan satu alis sambil membaca isi layar sekilas.

“Dari tadi kamu senyum-senyum sendiri. Ternyata chatting sama teman. Seru banget ya?”

“Gak ada yang penting, serius. Mas, balikin dong,” rengek Raina sambil melompat-lompat, tangannya berusaha menggapai ponsel di atas kepala Aditya.

Aditya menahan tawa kecilnya. Diam-diam, ia menikmati tingkah polos istrinya yang jarang ia perhatikan selama ini.

“Lucu juga kamu kalau lagi panik begini.”

Matanya menyipit, memperhatikan wajah Raina yang mulai cemberut.

“Mas jahat. Balikin atuh,” protes Raina, kini memelototinya sebal.

“Minta dengan benar,” ucap Aditya singkat tapi penuh tekanan.

Raina menarik napas panjang.

“Mas... boleh minta hp aku lagi, gak?”

“Masih kurang sopan.”

Aditya menjitak pelan kepala Raina, membuat gadis itu meringis kesal.

“Yah! Terus gimana?” cemberutnya makin dalam.

Tanpa menjawab, Aditya menarik pinggang Raina pelan, membuat jarak di antara mereka benar-benar lenyap. Ia menatap istrinya dengan sorot tajam namun tenang, lalu menunduk dan mengecup keningnya lama.

“Begitu cara minta yang benar.”

Kalimatnya terdengar tenang tapi membakar pipi Raina.

“Mas…” Raina menunduk, wajahnya sudah semerah delima.

Aditya menyerahkan ponselnya kembali.

“Lain kali kalau mau senyum-senyum manis, senyumnya sama saya aja.”

Raina menoleh, setengah tersipu, setengah malu.

“Iya… Mas Adit udah berubah, ya?”

Aditya tak menjawab. Ia hanya tersenyum samar, tapi matanya—untuk pertama kalinya—terlihat hangat.

1
☠⏤͟͟͞R𝕸y💞𒈒⃟ʟʙᴄHIAT🙏
suamimu mulai jth cnt raina
Asma Salsabila: Terimakasih sudah mau mampir di karya receh saya, jangan lupa tinggalkan Like, comen& vote yah 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!