Di dunia kultivasi Cangxuan, Han Wuqing bereinkarnasi dari bumi ke dunia kultivasi abadi yang penuh kekuatan dan ketidakadilan.
Setelah berkultivasi selama 10 tahun dengan susah payah, tanpa dukungan apapun. Akhirnya cheat system muncul mewajibkan dia membuat sektenya sendiri.
System aneh yang mengizinkannya memanggil kesadaran orang orang dari bumi, seolah dunia adalah game virtual reality.
Orang-orang dari bumi mengira ini hanya permainan. Mereka menyebutnya "VR immortal".
Mereka pikir Han Wuqing NPC...
Mereka pikir ini hanya ilusi...
Tapi didunia ini— Dialah pendirinya, dialah tuhan mereka. Sekteku Aturanku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwalkii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Li Yan'er Api dalam Logam
Aula Tempa sunyi. Hanya ada gemuruh lembut dari tungku api yang baru menyala, menyinari ruangan batu dengan cahaya tembaga yang hangat namun sepi.
Han Wuqing berdiri diam di tengah aula itu. Pikirannya tidak hanya tertuju pada pekerjaan... tapi pada kesendirian yang menyelimuti tempat ini. Sekte itu tampak megah, tapi kosong. Semua bangunan berdiri gagah, namun tanpa kehidupan.
Ia menghela napas, pelan. “Tak cukup membangun dinding... dunia ini perlu jiwa.”
Ia memanggil panel sistem.
[Boneka Kustomisasi – 1.500 Poin Karma atau 30.000 batu qi]
Tangannya bergerak pelan, seperti seseorang yang tengah merangkai sesuatu yang berharga.
“Jenis kelamin: wanita. Umur tampak sekitar dua puluh. Tinggi sedang. Rambut panjang... ponytail. Warna rambut... api—seperti senja yang membakar. Mata... hijau terang. Seperti giok muda, tapi lebih hidup.”
Ia berhenti sejenak, matanya menyapu ke opsi tingkat kultivasi untuk boneka. Begitu harga-harga itu muncul di panelnya, ia langsung mengerutkan alis.
“Tch... mahal sekali,” desisnya, nada suaranya datar namun jelas tidak senang. Lalu, pelan-pelan, bibirnya tersenyum kecut. “Tapi ya wajar... Bayangkan saja—kau bisa menciptakan penjaga dengan tingkat kultivasi sampai... immortal?”
Ia menatap layar itu beberapa detik, lalu mengetuk pilihan yang sudah ia incar.
“Baiklah. Aku akan habis-habisan.” Ia mengangguk pelan. “Foundation Establishment tingkat 9. Mahal... tapi poin karma-ku cukup.”
[Tingkat Kultivasi: Foundation Establishment – Puncak (Lv. 9)]
Harga: 5.000 Karma Poin
– Opsi tingkat kultivasi hanya dapat dibeli dengan Karma Poin.
Apakah Host yakin ingin melanjutkan?
[YA]
Ia menekan pilihan itu tanpa ragu.
Setelah menyelesaikan pilihan tingkat kultivasi untuk bonekanya, panel sistem berganti halaman. Kini yang muncul adalah daftar keterampilan.
Han Wuqing mengetuk bagian bertuliskan [Opsi Keterampilan]—dan deretan baru langsung terbuka, disusun rapi berdasarkan level dan fungsi.
Dari Apprentice Smith yang hanya bisa menempa senjata logam biasa, Spirit Temperer Bisa menyalurkan qi ke logam, menciptakan senjata Spirit tier.
Elemental Forger Memahami elemen dasar dalam penempaan, menciptakan senjata Treasure tier, bahkan di list terakhir–tingkatan divine blacksmith yang bisa membuat setara warisan sekte kuno atau warisan dewa.
Han memandangi daftar itu dalam diam, alisnya sedikit terangkat.
“Hm...” gumamnya. “Sepertinya boneka kustomisasi ini... akan jadi investasi besar untuk masa depan.”
Ia menggeser panel dan mengetuk Spirit Temperer.
“Ini cukup. Bisa memenuhi kebutuhan para pemain... dan kantongku juga.”
[Keterampilan: Spirit Temperer Lv.2]
Harga: 2.000 Karma Poin
– Opsi keterampilan hanya dapat dibeli menggunakan Karma Poin.
Apakah Host yakin ingin melanjutkan?
[YA]
Panel berkedip, dan titik cahaya kecil meresap ke dalam boneka yang berdiri tak bergerak di sudut ruangan.
Han menurunkan tangan. Panel sistem memperbarui diri sekali lagi.
[Sisa Karma Poin: 498]
Ia hanya bisa menatap angka itu sejenak, lalu menarik napas pelan. Tidak ada rasa penyesalan di wajahnya, dan ia tersenyum kecil.
“Tadinya aku punya sembilan ribu karma poin,” gumamnya seperti sedang mencatat keuangan pribadi. “Lima ribu dari hadiah sekte naik tingkat... empat ribu lagi hasil aku menabung sejak para pemain ini datang.”
Pandangan matanya tetap tertuju pada angka itu sejenak. Lalu ia menarik napas, dan berkata dengan nada setengah tawa:
“Uang dipakai untuk digunakan. Jadi tidak apa.”
lalu ia memilih pakaian: pakaian kerja penempa, dengan desain praktis, tahan panas, penuh kantong untuk alat.
“Kepribadian...”
Ia terdiam sejenak.
“…Seseorang yang tetap hangat meski hidup di antara logam dingin. Yang bisa bicara dengan senyum, tapi tak goyah dalam tekanan.”
Seketika, cahaya membentuk siluet. Lalu perlahan, sosok itu terbentuk di hadapannya: seorang wanita muda, tubuh tegap namun anggun, berdiri dengan wajah ramah tapi tegas.
Mata hijaunya menatap Han dengan lembut, seolah sudah mengenalnya lama.
Han mengucapkan perlahan, nyaris seperti bisikan,
“Namamu... Li Yan’er.”
Sosok itu mengangguk, lalu membungkuk hormat.
“Perintahmu?”
Han menatap wajahnya lama. Ada rasa... ganjil. Ia tahu ini hanya boneka sistem. Tapi ada sesuatu dalam tatapannya—entah karena desain, atau sekadar ilusi yang berhasil—yang membuatnya terasa seperti... manusia.
“Mulai sekarang, kau yang jaga tempat ini,” ujarnya perlahan. “Kau akan menjadi ahli tempa. Pemain dari Bumi akan datang membawa bahan, minta dibuatkan senjata, diperbaiki, ditingkatkan. Beri mereka pengalaman seperti yang mereka harapkan dari dunia ini…”
Li Yan’er menjawab dengan suara pelan, tapi penuh semangat halus.
“Dimengerti, Ketua.”
Han tertegun sesaat. “Kau tahu… aku tidak menginginkan pelayan. Aku hanya tak ingin dunia ini sunyi.”
Li Yan’er tersenyum kecil. “Maka izinkan aku mengisi sunyi itu.”
Langkah lembut terdengar. Yue berdiri di pintu aula, pandangannya tak lagi sinis seperti biasa.
“…Kau memberinya wajah. Suara. Keinginan. Bahkan nama,” gumamnya. “Padahal kau tahu dia tidak nyata.”
Han tidak menoleh. Ia hanya menatap nyala api di tungku tempa, lalu berkata pelan,
“Aku tahu. Tapi… bahkan dunia yang palsu pun butuh orang-orang yang bisa membuatnya terasa hidup.”
Yue tidak menjawab. Tapi pandangannya pada Han berubah—lebih dalam, lebih... paham.
Han bertanya pada Li Yan’er, masih lirih:
“Apa kau bisa makan? Tidur?”
Li Yan’er mengangguk“Aku bisa, Ketua. Sistem mendesainnya seperti perilaku. Tidak wajib... tapi memberi stabilitas jika dijalani. Seperti kebiasaan—bukan kebutuhan”
Han menyipitkan mata.
“...Begitu ya.”
Ia berbalik, menatap bangku kayu di sisi tungku yang kosong.
“Kalau begitu... jaga tempat ini, Yan’er. Jadilah jiwa dari Aula Tempa ini.”
Li Yan’er menunduk lagi.
“Aku akan merawatnya… seolah ia rumahku sendiri.”
Han mengangguk pelan.
Di belakangnya, api tungku memantul di mata Li Yan’er yang masih berdiri diam. Tapi entah kenapa, di balik diam itu... ada kehidupan kecil yang baru saja diberi nafas.
Han Wuqing melangkah keluar dari Aula Tempa, diikuti oleh Yue yang menyusul dari sisi bangunan. Cahaya matahari menyinari wajah mereka, menciptakan bayangan panjang di jalan batu putih.
“Apa kau sempat memeriksa kamar barumu?” tanya Han pelan, tanpa menoleh.
Yue mendesah, menatap ke arah timur tempat perpustakaan berdiri seperti benteng sunyi.
“Yah… ukurannya dua kali lipat dari sebelumnya. Ada meja kayu sungguhan, jendela, bahkan formasi ilusi ringan di dinding. Mungkin sekarang aku bisa membaca tanpa merasa seperti hidup di dalam kotak nasi.”
Han yang mendengarnya tersenyum kecil.
Tapi Yue belum selesai. Ia menatap Han, matanya tajam seperti biasa—tapi kini ada sesuatu yang berbeda di balik sorot itu. Sebuah rasa ingin tahu yang tak bisa ia diamkan.
“Han.”
“Hm?”
“Boneka jiwa itu... Yan’er.”
Han menoleh perlahan. Yue melanjutkan, suaranya rendah.
“Han... kau tahu teknik seperti itu tak diajarkan di tempat yang bersih, bukan? Boneka hidup biasanya berarti mayat... roh hampa...atau sesuatu yang sudah tak pantas disebut manusia.Itu bukan sesuatu yang diajarkan di sekte manapun—kecuali yang dianggap sesat.”
“Yang kulihat hari ini... bukan hasil seni jahat. Dia... hidup. Dia menjawab. Dia tersenyum.”
Han terdiam. Pandangannya lurus, tapi pikirannya jauh.
Akhirnya ia berkata,
“Itu bukan teknik dunia ini. Bukan seni yang dikenal oleh para kultivator.”
Ia menghela napas pendek.
“Itu pemberian dari senior.”
Yue mengangkat alis. “Senior?”
“Dia tak bisa turun langsung,” lanjut Han. “Tapi untuk hal-hal seperti ini… katanya tidak apa.”
Yue tertawa pelan, bukan mencemooh—tapi tulus, seperti seseorang yang baru saja mengerti sesuatu.
“Jadi... dia tidak bisa muncul, tapi bisa memberimu boneka yang berpikir dan merasa seperti manusia.”
Ia menatap langit.
“Senior leluhurmu… lebih seperti dewa daripada guru.”
Han tak menjawab. Di antara mereka, udara mengalir tenang.
Sesampainya di persimpangan jalan, mereka berhenti. Jalan timur menuju perpustakaan, utara menuju paviliun ketua, barat mengarah ke asrama para pemain.
Han menatap Yue sejenak. “Aku ke paviliun. Masih banyak yang harus disiapkan.”
Yue mengangguk. “Baiklah.”
Langkah mereka berpisah tanpa kata lebih. Tapi saat Han sudah berbalik, Yue bersuara satu kali lagi.
“Han.”
Ia menoleh.
“Nama yang kau berikan padanya. Yan’er. Itu nama yang bagus.”
Han hanya tersenyum tipis. “Kupikir... itu cocok.”
Kemudian ia berjalan menjauh, punggungnya tegap dibingkai cahaya siang yang mulai pudar.
Menuju paviliun, dan takdir yang perlahan disusunnya sendiri.
kamu harus pakai nick name trus : kalau percakapan GC. atau atasnya nickname bawahnya percakapan.
Cuma itu MC jadi admin atau jadi NPC yang mengakali sistem?
ntar rekrut player kan?