NovelToon NovelToon
Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nabilla Apriditha

— END 30 BAB —

Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik mata dan rambut merahnya, ada kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan.

Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman. Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.

Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar, oh tidak apa yang akan terjadi??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabilla Apriditha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4: Misi Rahasia

.......

.......

.......

...——————————...

Endalast berjalan mondar-mandir di tenda pertemuan mereka, pikirannya berputar-putar mencari solusi. Dengan informasi yang minim tentang kekuatan dan posisi musuh di Kerajaan Nereval, dia merasa kehabisan akal.

Mereka perlu tahu lebih banyak jika ingin merencanakan serangan yang efektif, namun segala upaya untuk mengumpulkan informasi dari jauh telah gagal.

"Apa yang kita ketahui tentang Nereval saat ini?" tanya Endalast kepada rombongannya yang berkumpul di sekitarnya.

Sir Alven, yang selalu setia di sampingnya, menjawab dengan nada serius, "Tidak banyak, Yang Mulia. Informasi terakhir yang kami dapatkan menunjukkan bahwa mereka telah memperkuat pertahanan di sekitar istana. Jumlah pasukan dan strategi mereka tetap menjadi misteri."

Endalast menghela napas panjang, pandangannya beralih ke peta besar yang tergelar di meja di depannya. "Kita butuh lebih banyak informasi. Kita butuh rencana yang lebih matang. Jika kita menyerang tanpa rencana yang spesifik, kita akan kehilangan pasukan yang tidak ada cadangannya"

Di saat itulah ide pertama kali terlintas di benaknya. Ide yang berisiko, namun mungkin satu-satunya cara untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Dia menghentikan langkahnya dan memandang satu per satu wajah para prajurit dan penasihatnya.

"Aku berpikir untuk melakukan penyusupan ke Nereval," kata Endalast dengan suara tegas.

Ruang itu hening sejenak, seolah semua orang menahan napas. Kemudian suara protes mulai muncul dari beberapa orang di rombongannya.

"Yang Mulia, itu terlalu berbahaya!" kata Sir Cedric dengan cemas. "Nereval penuh dengan mata-mata dan penjaga. Peluang kita tertangkap sangat tinggi."

Endalast mengangguk, memahami kekhawatiran mereka. "Aku tahu itu berbahaya. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Tanpa informasi yang cukup, kita akan buta dalam pertempuran dan bisa kehilangan lebih banyak nyawa."

Arlon, yang duduk di sudut dengan tangan terlipat, menatap Endalast dengan sorot mata penuh perhitungan. "Kau berpikir untuk pergi sendiri, bukan?"

Endalast menatapnya kembali dengan penuh tekad. "Ya. Ini adalah tanggung jawabku sebagai pewaris tahta. Aku tidak akan melemparkan misi berbahaya ini kepada kalian yang telah setia berdiri di sisiku. Aku yang akan melakukannya."

Protes semakin kuat. "Tidak mungkin, Yang Mulia! Kami tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian!" kata seorang prajurit.

Endalast mengangkat tangannya, meminta mereka untuk tenang. "Dengar, aku mengerti kekhawatiran kalian. Tapi ini adalah keputusanku. Aku tidak akan mengorbankan nyawa kalian demi misiku. Ini adalah kewajibanku untuk melindungi kalian, bukan sebaliknya."

Sir Alven, yang awalnya juga menentang ide ini, kini menatap Endalast dengan rasa hormat yang semakin dalam. "Kau sangat mirip dengan ayahmu, Pangeran. Dia juga selalu menempatkan dirinya di garis depan demi rakyatnya."

Mendengar itu, sebagian besar rombongan mulai melunak. Mereka menyadari bahwa Endalast tidak hanya berbicara tentang keberanian, tetapi juga tentang tanggung jawab dan pengorbanan.

Mereka melihat pemimpin sejati di depan mereka, seorang pemimpin yang tidak akan memanfaatkan orang-orang yang setia kepadanya.

"Aku akan pergi denganmu, Pangeran," kata Sir Alven akhirnya. "Kau tidak perlu melakukan ini sendirian."

Endalast tersenyum kecil. "Terima kasih, Sir Alven. Aku menghargai kesetiaanmu. Tapi aku akan lebih tenang jika kau tetap di sini dan menjaga pasukan kita."

Namun, Sir Alven tidak mundur. "Aku sudah berjanji untuk melindungimu, Pangeran. Dan aku akan menepati janji itu, bahkan jika itu berarti ikut dalam misi ini."

Akhirnya, setelah beberapa perdebatan, diputuskan bahwa Endalast tidak akan pergi sendirian. Sir Alven, Arlon, dan beberapa prajurit pilihan akan menyertainya dalam misi ini.

Mereka akan menyusup ke Nereval dengan hati-hati, mengumpulkan informasi yang mereka butuhkan, dan kembali dengan selamat.

Malam itu, di bawah cahaya bulan yang redup, Endalast dan kelompok kecilnya berangkat menuju Nereval. Mereka mengenakan pakaian gelap untuk berbaur dengan bayangan malam, dan berjalan dengan hati-hati untuk menghindari perhatian.

Arlon, dengan pengetahuannya tentang ramuan dan tumbuhan, memberi mereka minuman yang akan menenangkan saraf dan meningkatkan kewaspadaan mereka. "Minumlah ini sebelum kita sampai di perbatasan Nereval. Ini akan membantu kita tetap tenang dan fokus."

Endalast mengambil ramuan itu dan meneguknya. Rasa pahit memenuhi mulutnya, tetapi dia merasakan efeknya segera. Kegelisahan yang dia rasakan sebelumnya perlahan-lahan mereda, digantikan oleh ketenangan yang mantap.

Setelah beberapa jam berjalan kaki, mereka mencapai perbatasan Nereval. Endalast memberikan isyarat untuk berhenti. "Kita akan masuk ke dalam wilayah mereka sekarang. Tetaplah waspada dan ikuti rencana kita."

Dengan keahlian mereka dalam bergerak diam-diam, mereka berhasil melewati penjaga perbatasan tanpa terdeteksi. Jalan menuju istana Ganfera penuh dengan bahaya, tetapi mereka terus maju dengan hati-hati. 

Di dekat istana, mereka menemukan tempat yang aman untuk bersembunyi dan mulai mengamati situasi. Dari sana, mereka bisa melihat pergerakan pasukan dan mendengar sebagian percakapan dari para penjaga.

Arlon memberikan laporan pertama. "Mereka tampaknya memperkuat pertahanan di bagian utara istana. Ada banyak aktivitas di sana. Mungkin itu tempat kita bisa menemukan informasi lebih lanjut."

Endalast mengangguk. "Kita harus mendekati area itu. Pastikan kita tetap tersembunyi."

Mereka bergerak lebih dekat ke bagian utara istana, bersembunyi di balik semak-semak dan bayangan bangunan. Endalast mengarahkan perhatian mereka pada sebuah bangunan kecil yang tampak seperti gudang perbekalan.

"Tempat itu tampaknya cukup strategis," bisik Endalast. "Kita mungkin bisa menemukan dokumen atau informasi di sana."

Sir Alven dan Arlon setuju, dan mereka mulai mendekati gudang itu. Saat mereka tiba di sana, Endalast mengeluarkan alat pembuka kunci yang dia bawa dan mulai bekerja membuka pintu dengan hati-hati. Dengan bunyi klik pelan, pintu terbuka, dan mereka masuk ke dalam.

Di dalam gudang, mereka menemukan berbagai macam perbekalan, serta beberapa peti berisi dokumen dan peta. Arlon segera mulai memeriksa dokumen-dokumen itu, mencari informasi yang mereka butuhkan.

"Ini dia," kata Arlon dengan suara pelan namun penuh semangat. "Aku menemukan peta pertahanan mereka dan beberapa catatan tentang strategi militer mereka."

Endalast merasa lega. "Bagus. Mari kita ambil ini dan keluar dari sini sebelum mereka menyadari ada yang hilang."

Mereka dengan hati-hati mengemas dokumen dan peta itu, lalu keluar dari gudang. Saat mereka bergerak kembali ke tempat persembunyian awal mereka, suara langkah kaki mendekat.

Mereka segera bersembunyi di balik semak-semak, menahan napas saat sekelompok penjaga lewat.

Setelah penjaga itu berlalu, mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan hati-hati. Saat fajar mulai menyingsing, mereka berhasil keluar dari wilayah kerajaan Ganfera dan kembali ke perbatasan tanpa terdeteksi.

Saat mereka ingin kembali ke markas, Endalast tersenyum merasa lega dan bangga. "Kita berhasil. Kita punya informasi yang kita butuhkan."

Sir Alven dan Arlon tersenyum, merasa puas dengan keberhasilan misi mereka. "Ini akan sangat membantu kita dalam merencanakan langkah berikutnya," kata Sir Alven.

Endalast menatap peta dan dokumen di tangannya, merasa lebih yakin dari sebelumnya. "Dengan informasi ini, kita bisa menyusun strategi yang lebih baik. Kita akan mengalahkan Lurian dan Raja Norval, dan merebut kembali takhta kita."

Rombongan Endalast merasa semakin setia dan bersemangat, melihat pemimpin mereka yang berani dan rela mengambil risiko demi melindungi mereka dan memperjuangkan hak mereka.

Dengan tekad yang semakin kuat, mereka bersiap untuk langkah berikutnya dalam perjuangan mereka. Endalast tahu bahwa ini baru awal dari banyak tantangan yang akan datang.

Tetapi dengan sekutu-sekutu setianya dan keberanian yang tidak tergoyahkan, dia siap menghadapi apapun yang akan datang demi merebut kembali takhta dan membawa keadilan bagi keluarganya.

...——————————...

Matahari baru saja mulai terbit ketika kelompok Endalast kembali ke perbatasan dengan hati penuh kemenangan. Misi penyusupan mereka ke Nereval berhasil, dan mereka membawa pulang informasi penting yang akan membantu mereka dalam perjuangan merebut kembali takhta.

"Ini adalah langkah besar menuju kemenangan kita," kata Endalast dengan semangat tinggi saat mereka mencapai titik pertemuan di tepi hutan. "Kita harus segera kembali ke markas dan mulai menyusun strategi berdasarkan informasi yang kita peroleh."

Namun, suasana kemenangan itu mendadak berubah saat Arlon, yang selalu waspada, mengangkat tangan dan mengisyaratkan mereka untuk berhenti. "Tunggu," katanya dengan nada cemas. "Kita kehilangan satu orang."

Mereka semua berhenti dan mulai menghitung anggota kelompok mereka. Memang benar, seorang anggota kelompok mereka tidak ada di antara mereka. Endalast merasa darahnya berdesir. "Siapa yang hilang?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.

"Rhael," jawab Arlon. "Dia seharusnya ada di sini bersama kita."

Endalast mengerutkan kening. Rhael adalah salah satu prajurit yang paling setia dan terampil dalam kelompok mereka. Kehilangannya di tengah misi yang penting ini sangat mencurigakan. "Apakah dia tertangkap?" tanya Endalast, merasa cemas.

Sir Alven, yang juga merasa ada yang tidak beres, menambahkan, "Kita harus mencari tahu apa yang terjadi padanya. Tapi kita juga tidak bisa meninggalkan markas tanpa perlindungan."

Endalast berpikir sejenak, mencoba mencari solusi. "Kalian semua kembali ke markas dan laporkan keberhasilan misi kita. Aku akan mencari Rhael."

Namun, sebelum ada yang bisa membantah, suara langkah kaki terdengar dari arah yang mereka tuju. Mereka semua berbalik, dan melihat Rhael datang dengan langkah tenang.

Tetapi yang mengejutkan, dia tidak sendirian. Di belakangnya, beberapa prajurit Nereval dengan senyum sinis mengikuti. Yah ternyata Rhael membelot dari kelompok Endalast.

Endalast merasa darahnya membeku. "Rhael, apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan suara bergetar antara marah dan tidak percaya.

Rhael menatap Endalast dengan dingin. "Maafkan aku, Pangeran. Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar dan inilah yang sudah aku putuskan."

Salah satu prajurit Nereval, seorang kapten dengan ekspresi licik, melangkah maju. "Terima kasih, Rhael. Dengan bantuanmu, kita bisa menangkap mereka tanpa banyak perlawanan."

Endalast tertegun. "Kau mengkhianati kami?"

Rhael mengangguk, tanpa rasa bersalah. "Aku tidak punya pilihan. Keluargaku berada di tangan Lurian. Jika aku tidak membantu mereka, mereka akan dibunuh."

Endalast merasa hatinya hancur. Dia ingin marah, tapi dia juga bisa memahami ketakutan dan putus asa yang dirasakan Rhael. Namun, ini bukan saatnya untuk bersimpati. Mereka harus bertindak cepat jika ingin selamat.

"Aku mengerti," kata Endalast dengan suara pelan, mencoba menenangkan diri. "Tapi ini bukan akhir dari perjuangan kita."

Kapten Nereval tertawa sinis. "Kau sangat berani, Pangeran. Tapi kau dan teman-temanmu tidak akan pergi ke mana-mana sekarang."

Saat itu, Endalast memberi isyarat kepada Sir Alven dan Arlon. Mereka tahu apa yang harus dilakukan. Dengan gerakan cepat, mereka menyerang prajurit Nereval yang tidak menduga perlawanan mendadak ini. Pertarungan sengit terjadi di tengah hutan.

Endalast menggunakan semua keterampilan yang telah dia pelajari dari tabib tua. Dengan kelincahan dan ketepatan, dia menghadapi musuh satu per satu. Sir Alven dan Arlon bertarung dengan keberanian yang sama, melindungi Endalast dari serangan musuh.

Di tengah kekacauan, Endalast mendekati Rhael. "Masih ada waktu untuk memperbaiki kesalahanmu. Bergabunglah kembali dengan kami."

"Rhael, aku tahu kau merasa terpojok, tapi kita bisa mengatasi ini bersama-sama. Keluargamu masih bisa diselamatkan tanpa harus mengkhianati kita."

Rhael terdiam sejenak, menatap tanah "Aku tidak tahu, Pangeran. Lurian mengancam akan membunuh mereka jika aku tidak menuruti perintahnya."

Endalast menepuk bahu Rhael tanpa ragu "Aku mengerti ketakutanmu. Tapi lihatlah apa yang sudah kita lalui bersama. Aku berjanji, kita akan menyelamatkan keluargamu. Kami adalah keluargamu juga, dan kami tidak akan meninggalkanmu sendirian dalam kesulitan ini."

Rhael mengangkat kepala, matanya berkaca-kaca "Bagaimana jika aku tidak bisa mempercayai janji itu? Bagaimana jika mereka benar-benar membunuh keluargaku?"

Endalast menggeleng pelan "Kita semua mengambil risiko di sini, tapi kita melakukannya untuk sesuatu yang lebih besar. Bersama, kita lebih kuat. Jika kau tetap bersama kami, kita punya kesempatan lebih besar untuk menyelamatkan keluargamu dan merebut kembali takhta."

Rhael menghela napas panjang, tampak ragu-ragu "Aku... aku tidak ingin mengkhianati kalian. Kalian adalah teman-temanku, saudaraku dalam perjuangan ini."

Endalast mengangguk "Dan kau adalah bagian dari keluarga ini, Rhael. Kami tidak akan meninggalkanmu. Mari kita hadapi ini bersama. Aku butuh kau di sisiku, bukan sebagai musuh."

Rhael akhirnya mengangguk, air mata mulai mengalir "Baiklah, Pangeran. Aku akan kembali. Aku percaya padamu."

Endalast meraih bahu Rhael dengan tegas "Kau telah membuat keputusan yang tepat. Bersama, kita akan memenangkan ini. Kita akan menyelamatkan keluargamu dan kerajaan kita."

Rhael tersenyum lemah "Terima kasih, Pangeran. Aku tidak akan mengecewakanmu lagi. Aku akan melindungimu, Pangeran."

Dengan bantuan Rhael, mereka akhirnya berhasil mengalahkan prajurit Nereval. Namun, mereka tahu ini hanya awal dari banyak tantangan yang akan datang. Endalast merasa lega dan kecewa sekaligus. Mereka telah selamat dari jebakan ini, tetapi pengkhianatan Rhael masih menyisakan luka.

Setelah memastikan semua prajurit Nereval telah dilumpuhkan, Endalast memerintahkan kelompoknya untuk bergerak kembali ke markas. "Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi. Mereka akan segera menyadari bahwa pasukan mereka hilang."

Di perjalanan kembali, Endalast merenung tentang kejadian yang baru saja terjadi. Dia harus lebih berhati-hati dan waspada terhadap ancaman dari dalam kelompoknya sendiri. Kepercayaan adalah hal yang rapuh, dan sekali rusak, sulit untuk diperbaiki.

Sesampainya di markas, mereka disambut dengan kekhawatiran dan pertanyaan dari yang lain. Sir Alven memberikan laporan singkat tentang pengkhianatan dan pertempuran yang baru saja terjadi. Semua orang merasa tegang, tetapi juga semakin bersatu dalam tekad mereka.

Endalast berkumpul dengan penasihat dan pemimpin kelompoknya untuk merencanakan langkah selanjutnya. "Kita tidak bisa membiarkan ini menghalangi kita. Kita telah mendapatkan informasi penting dari Nereval, dan sekarang saatnya untuk menyusun strategi serangan kita."

Arlon, yang telah menganalisis dokumen yang mereka bawa, memberikan pandangannya. "Informasi ini sangat berharga. Kita tahu posisi pertahanan mereka dan jumlah pasukan yang mereka miliki. Kita bisa merencanakan serangan yang lebih tepat sasaran."

Endalast mengangguk. "Kita akan memanfaatkan setiap informasi yang kita miliki. Ini adalah kesempatan kita untuk mengambil langkah besar dalam merebut kembali takhta."

Namun, dia juga tahu bahwa mereka perlu lebih berhati-hati dalam memilih sekutu dan menjaga kepercayaan dalam kelompok mereka. Pengkhianatan Rhael menjadi pelajaran berharga bahwa musuh tidak hanya datang dari luar, tetapi juga bisa muncul dari dalam.

Endalast berdiri di hadapan kelompoknya, merasa lebih kuat dan tegas dari sebelumnya. "Kita telah melalui banyak hal bersama. Tapi ini belum berakhir. Kita akan terus berjuang, untuk keadilan dan untuk kerajaan kita. Bersiaplah, karena perjalanan kita masih panjang dan penuh tantangan."

Dengan semangat baru dan tekad yang tidak tergoyahkan, Endalast dan kelompoknya bersiap untuk langkah berikutnya dalam perjuangan mereka.

Mereka tahu bahwa mereka harus tetap bersatu dan waspada, tetapi dengan keberanian dan strategi yang tepat, mereka yakin bisa mengalahkan musuh dan merebut kembali takhta yang menjadi hak mereka.

1
Carletta
keren
RenJana
lagi lagi
Lyon
next episode
Candramawa
up
NymEnjurA
lagi lagi
Ewanasa
up up
Alde.naro
next update
Sta v ros
keren bener
! Nykemoe
cakep up up
Kaelanero
bagus banget
AnGeorge
cakep
Nykelius
bagus top
Milesandre``
lagi thor
Thea Swesia
up kakak
Zho Wenxio
kece up
Shane Argantara
bagus
☕️ . . Maureen
bagus banget ceritanya
Kiara Serena
bagus pol
Veverly
cakep
Nezzy Meisya
waw keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!