NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9: PENYESALAN & JANJI

Benturan yang diharapkan Baskara tidak datang.

Sebaliknya—ia merasakan sensasi hangat yang aneh. Seperti api yang tidak membakar. Energi yang bukan miliknya mengalir deras di tubuhnya.

Ia membuka mata—dan melihatnya.

Cakar naga hitam, tebal, bersisik, yang keluar dari dadanya sendiri. Ini adalah cakar PENUH—seluruh lengan kanannya telah bermetamorfosis menjadi lengan naga yang lebih mengerikan dari sebelumnya.

Dan cakar itu... menembus dada Alpha Stone Ape dari depan, keluar dari punggungnya. Memegang jantungnya.

Alpha menatap Baskara dengan mata melebar—tidak percaya, tidak mengerti.

Baskara sendiri tidak mengerti apa yang terjadi.

"Aku... apa...?"

[Instinct survival. Saat Anda hampir mati, tubuh Anda—atau lebih tepatnya, saya—mengambil alih untuk menyelamatkan nyawa kita. Transformasi darurat 30%. Tapi ini berbahaya, Tuan. Sangat berbahaya. Tubuh manusia Anda tidak dirancang untuk transformasi naga.]

Baskara menatap lengan naganya. Kuat. Indah. Mematikan.

Lalu ia meremas.

SQUISH.

Jantung Alpha hancur. Stone Ape B7 terjatuh—mati.

Lengan naga perlahan kembali menjadi lengan manusia. Baskara terjatuh juga—tidak ada energi tersisa sama sekali.

[9 Stone Ape defeated! Kultivasi +1500!]

[WARNING! WARNING! WARNING!]

[Tubuh Anda dalam kondisi kritis! Sukma overload! Jalur Prana 87% rusak! Otot robek di 23 tempat! Tulang retak di 15 lokasi! Organ internal mengalami perdarahan!]

[Jika Anda tidak segera stabilisasi, Anda akan mati dalam 2 jam!]

Baskara terbaring, menatap langit-langit gua dengan pandangan yang buram.

"Sistem..."

[Ya, Tuan?]

"Aku... bodoh sekali... ya...?"

[...Ya, Tuan. Anda sangat bodoh.]

"Hah..." Tertawa pelan yang berubah jadi batuk darah. "Tiga tahun... aku hidup sebagai pengecut... sebagai sampah... ditindas... dihina..."

Napasnya berat.

"Lalu... dapat kekuatan... dan aku langsung jadi... arogan... tamak... tidak jauh beda... dari mereka yang menghinaku..."

[Tuan—]

"Aku... tidak lebih baik... dari Wibawa... dari Patriark... dari semua orang yang meremehkanku..."

Air mata keluar—bukan air mata kesedihan, tapi air mata realisasi yang pahit.

"Mereka... tamak pada kekuasaan... pada status... pada kontrol..."

"Dan aku... tamak pada kekuatan... pada kultivasi... pada balas dendam..."

"Sama saja..."

[...Tuan, setidaknya Anda MENYADARI nya. Itu membedakan Anda dari mereka. Mereka tidak pernah sadar. Tidak pernah mau sadar. Tapi Anda... Anda masih bisa berubah.]

Keheningan. Hanya suara napas Baskara yang berat.

[Tapi untuk berubah, Anda harus HIDUP dulu. Dan untuk hidup, Anda harus stabilisasi energi Anda SEKARANG. Jika tidak... semuanya berakhir di sini.]

Baskara menutup mata. Rasa sakit di tubuhnya luar biasa. Tapi ia masih punya satu alasan untuk hidup.

Wajah Larasati muncul di benaknya. Senyum lembutnya. Tatapan khawatirnya.

"Ya... kau benar..."

Dengan usaha yang luar biasa berat, Baskara memaksakan tubuhnya untuk duduk bersila. Tangan di atas lutut.

"Aku... harus hidup... untuk dia..."

[Baik. Dengarkan instruksi saya dengan seksama. Proses ini akan sangat menyakitkan. Tapi Anda HARUS tahan. Mengerti?]

"Mengerti."

[Pertama: Tutup mata. Fokus pada Sukma Anda—pusaran energi di tengah dada.]

Baskara menutup mata. Ia bisa merasakan Sukmanya berputar dengan kecepatan gila, tidak terkontrol.

[Kedua: Jangan coba kendalikan nya dengan paksa. Sebaliknya... perlahan... sangat perlahan... arahkan energi yang meluap itu ke jalur Prana yang rusak. Gunakan energi itu sendiri untuk MEMPERBAIKI jalur.]

Rasa sakitnya—LUAR BIASA. Seperti pisau panas mengiris dari dalam.

"AAAAARGH!"

[TAHAN! JANGAN BERHENTI! Jika Anda berhenti sekarang, energi akan meledak dan Anda akan mati!]

Baskara menggigit bibir hingga berdarah. Terus fokus. Terus mengarahkan.

Energi perlahan mulai mengalir ke jalur yang benar. Jalur yang rusak mulai diperbaiki—tidak sempurna, tapi cukup untuk menampung energi.

Pada suatu titik, Baskara tidak lagi merasakan tubuh fisiknya. Ia hanya merasakan energi. Hanya merasakan Prana yang mengalir.

Dan... perlahan... badai mulai tenang.

[...Anda berhasil, Tuan.]

6 jam telah berlalu.

Baskara membuka mata—dan dunia terlihat lebih jelas, lebih tajam.

[Kultivasi Anda stabil sekarang. Ranah Pengumpulan Prana Bintang 3. Tapi Tuan... ada jaringan parut. Kultivasi Anda akan lebih lambat untuk sementara waktu.]

"Berapa lama?"

[Butuh penyelarasan Prana yang benar. Mungkin... 1 minggu untuk kembali ke kondisi optimal. Selama itu jangan bertarung dengan brutal dan sembrono seperti sebelumnya.]

Baskara mengangguk. Pelajaran yang mahal.

"Aku mengerti."

Ia berdiri—perlahan, dengan hati-hati. Tubuhnya masih sakit, tapi ia bisa bergerak.

"Aku akan memperbaiki diri. Aku akan naik dengan cara yang benar, bukan pertarungan brutal semata."

"Tapi aku masih akan keluar dalam 7 hari. Itu tidak berubah."

[Hah... sepertinya Anda tidak SEPENUHNYA belajar.]

"Aku belajar untuk tidak bodoh. Bukan untuk tidak ambisius."

‘Selama ini aku hidup dengan tubuh cacat dan lemah, suara cemoohan itu masih terdengar jelas di kepalaku...’

Saat ia mulai berjalan, memori-memori lama yang selama ini ia tekan, muncul kembali.

KILAS BALIK: ASAL MULA SANG SAMPAH

12 TAHUN YANG LALU: HANCURNYA SUKMA

"Kemarilah, anak-anak. Waktunya Upacara Tes Sukma."

Baskara, usia 7 tahun, maju penuh harap. Ia meletakkan tangan di Batu Tes.

Detik berlalu. Batu tidak bereaksi.

Guru Utama menatapnya dengan campuran kasihan dan ngeri.

"Anak ku... Sukma mu... hancur."

Suara berbisik meledak dari anak-anak lain.

"Hahaha! Dia tidak punya Sukma!"

"Sampah!"

Baskara berdiri di sana, air mata mengalir.

"Tapi... tapi aku... aku ingin jadi kultivator..."

"Kau tidak bisa! Kau sampah!"

Guru Utama menjelaskan, "Sukma hancur adalah kondisi sangat langka... Tidak ada cara untuk memperbaikinya. Dia... tidak akan pernah bisa kultivasi."

Baskara pulang menangis hari itu. Ayahnya memberinya nasihat, "Sukma bukan segalanya. Kau masih punya Hati yang baik. Keberanian yang sejati."

Tapi kata-kata itu tidak cukup untuk menghentikan perundungan yang dimulai sejak hari itu.

5 TAHUN KEMUDIAN: HILANG HARAPAN

Baskara, usia 12 tahun, duduk sendirian di pojok halaman Akademi, menonton teman-temannya memamerkan kemajuan kultivasi mereka.

"Lihat! Aku sudah Ranah Penempaan Tubuh Bintang 3!"

"Aku Bintang 4!"

"Hei, Baskara si sampah! Mau ikut latihan? Oh tunggu... kau tidak bisa, kan? Karena kau SAMPAH!" Ejekan Joko, yang dulu temannya, menusuknya.

Baskara menunduk, tangannya terkepal. Sejak itu, ia semakin sendirian dan hilang harapan.

4 TAHUN KEMUDIAN: PERNIKAHAN SANDIWARA

"Kau akan menikahi Larasati."

Patriark Dharma Cakrawala berbicara pada Baskara, usia 16 tahun.

"Menikahkannya pada sampah seperti mu akan membuat semua orang berpikir aku dermawan. Dan karena... ada orang lain yang menginginkan Larasati. Dengan menikahkannya pada mu dulu—secara resmi—aku punya alasan untuk menunda."

"Lalu nanti, saat sudah waktunya, aku akan 'menjandakan' Larasati. Suatu insiden, tentu saja." Patriark terkekeh. “Sayang sekali, keluargamu kaya namun tubuhmu cacat.”

Malam pertama pernikahan. Mereka duduk berjauhan di kamar gudang kecil.

"Aku tahu ini bukan pernikahan yang kau inginkan. Aku tahu kau dipaksakan," kata Larasati. "Seperti aku."

Ia menjelaskan, jika tidak menikah dengan Baskara, ia akan dijual pada Tuan Muda yang suka menyiksa istri.

"Setidaknya kau... kau punya mata yang baik. Mata yang tidak seperti mereka." Larasati tersenyum pahit. "Jadi aku pilih kau."

Baskara merasakan koneksi. "Aku tidak akan menyakitimu. Aku berjanji."

Dua orang yang hancur, menemukan sedikit kenyamanan dalam kehadiran satu sama lain.

3 TAHUN KEMUDIAN: JANJI DI MALAM TERAKHIR

3 tahun pernikahan. 3 tahun neraka. Larasati sering dipukul karena membelanya.

Malam terakhir sebelum Baskara dilempar ke jurang—Larasati datang dengan wajah penuh memar.

"Mereka bilang aku harus menceraikanmu," bisiknya. "Mereka bilang Adipati dari kota besar akan datang bulan depan. Mereka akan menjualku padanya."

Baskara menggenggam tangan Larasati—untuk pertama kalinya.

"Aku akan menghentikannya."

"Bagaimana? Kau tidak bisa kultivasi. Kau—"

"AKU AKAN MENGHENTIKANNYA!" teriak Baskara. Lalu suaranya melunak. "Aku berjanji... aku akan melindungimu. Kau adalah satu-satunya orang yang baik padaku. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi."

Keesokan harinya, Baskara dilempar ke jurang.

KEMBALI KE MASA KINI: IKATAN YANG HIDUP

Baskara membuka mata—kembali dari memori. Air mata mengalir di wajahnya.

"Larasati..."

Ia berdiri. Merasakan tubuhnya yang masih sakit, tapi mental lebih kuat.

"Tidak akan ada lagi keserakahan bodoh. Aku akan naik dengan cara yang benar. Perlahan. Disiplin. Kuat."

Matanya menatap ke kedalaman gua—6 hari tersisa.

"Tunggu aku, Larasati. Aku akan kembali. Dan saat itu..."

Tangannya mengepal.

"...tidak ada yang akan bisa menyakitimu lagi."

Jauh dari Jurang Terlarang, tempat Baskara berjuang dengan nasibnya. Di sebuah rumah yang mewah, wanita cantik pujaan Baskara tengah bertahan.

Di Kawasan Hunia Keluarga Cakrawala, Larasati duduk di kamarnya yang dikunci, menatap kosong.

"Kemana dia..." bisiknya.

Wibawa melewati pintu, tertawa keras. "HAHAHAHA! Sepertinya si sampah itu mati di suatu tempat! Bagus! Satu masalah kurang!"

Larasati mengepalkan tangan, air mata keluar.

Ki Gareng, pelayan tua, berbisik padanya, "Nona... Tuan Muda dilempar ke Jurang Larangan oleh mereka. Tidak ada yang pernah selamat dari sana."

"Tidak... tidak... Baskara..."

Di Aula Utama, Patriark Dharma berbicara dengan para tetua.

"Sudah 3 hari. Kita tunggu 4 hari lagi. Jika dalam 7 hari Baskara tidak kembali, kita umumkan kematian resmi. Lalu Larasati langsung bertunangan dengan Adipati Lesmana."

Mereka membicarakan Larasati seperti membicarakan barang dagangan.

Malam harinya, masih di kediaman itu.

CTAK!

Pintu dibuka kasar. Nyonya Ratih masuk.

"Larasati. Bersiaplah. Kau akan bertunangan dengan Adipati bulan depan."

"TIDAK! Aku masih istri Baskara!"

"Dia MATI!" Nyonya Ratih berteriak. "Terima kenyataan! Kau HARUS menikah dengan Adipati! Keluarga kita butuh koneksi itu! Jangan egois!"

“Jangan putuskan nasibku seoalah aku ini dagangan kalian semua!”

PLAK! Tamparan keras di pipi Larasati.

PLAK! Tamparan kedua.

"Tidak ada tapi! Ini final!" Nyonya Ratih keluar, mengunci pintu lagi.

Larasati terduduk, menangis dalam diam.

Namun, di tengah tangisan... ada sesuatu. Firasat yang aneh. Sensasi koneksi yang tipis, menghubungkan jiwanya dengan seseorang.

Dan benang itu... masih terasa hidup.

Larasati menghentikan tangisannya. Meletakkan tangan di dada.

"Dia... pasti masih hidup. Aku merasakannya. Aku tidak akan memaafkanmu jika kau mengingkari janjimu, Baskara."

Tidak ada logika. Tidak ada bukti. Tapi ia TAHU. Pria yang selama ini terus mencuri kesempatan untuk selalu menghiburnya, akan datang menepati janjinya.

Seakan hati mereka terhubung, Baskara yang berada dalam jurang neraka merasakan getaran perasaan yang aneh.

Ia berdiri, tubuh masih sakit tapi mental lebih kuat.

"Sistem. Apa rencana kita?"

[Rencana baru: Gerak lambat tapi pasti. Berburu dengan strategi. Melahap dengan penyerapan sempurna. Istirahat saat butuh. Dan dalam 9 hari, kita akan keluar dari jurang ini.]

"Tidak." Baskara menggeleng. "9 hari terlalu lama."

"Kita akan keluar dalam... 7 hari. Kurang dari 7 hari, dengan keadaan selamat pastinya."

[...Kompromi. 7 hari, tapi dengan CARA YANG BENAR. Deal?]

Baskara tersenyum tipis.

"Deal."

Ia mulai berjalan—langkah mantap, langkah yang penuh kontrol.

"7 hari. Aku punya 7 hari untuk jadi lebih kuat. DENGAN CARA YANG BENAR."

Matanya bersinar dengan determinasi murni.

"Larasati... tunggu aku. Aku akan kembali."

Tangannya mengepal.

"...seluruh dunia akan tahu. Aku bukan sampah. Aku adalah BASKARA ATMAJA DIRGANTARA. Dan aku akan menghancurkan siapa pun yang berani menyakiti istriku."

[BERSAMBUNG KE BAB 10]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!