NovelToon NovelToon
CINDELOKA

CINDELOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Dunia Lain / Action / Spiritual / Epik Petualangan / Roh Supernatural
Popularitas:323
Nilai: 5
Nama Author: teguhsamm_

Raden Cindeloka Tisna Sunda, seorang bocah laki laki berparas tampan dari Klan Sunda, sebuah klan bangsawan tua dari Sundaridwipa yang hanya meninggalkan nama karena peristiwa genosida yang menimpa klannya 12 tahun yang lalu. keberadaannya dianggap membawa sial dan bencana oleh warga Sundari karena ketampanannya. Suatu hari, seluruh warga Sundari bergotong royong menyeret tubuh kecil Cindeloka ke sebuah tebing yang dibawahnya air laut dengan ombak yang mengganas dan membuangnya dengam harapan bisa terbebas dari bencana. Tubuh kecilnya terombang ambing di lautan hingga membawanya ke sebuah pulau misterius yang dijuluki sebagai pulau 1001 pendekar bernama Suryadwipa. di sana ia bertemu dengan rekannya, Lisna Chaniago dari Swarnadwipa dan Shiva Wisesa dari Suryadwipa yang akan membawanya ke sebuah petualangan yang epik dan penuh misteri gelap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teguhsamm_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misi Ilegal

Pagi itu, setelah semalaman berjuang melawan demam dan gangguan cakra, Cindeloka memaksa tubuhnya untuk bangun. Meski masih terasa lemah, ia menegakkan punggung, mengambil handuk, lalu berjalan ke kamar mandi asrama. Air dingin yang menyentuh kulitnya seperti membantu meredakan bara cakra Maung Bodas yang masih mengendap di dadanya.

Selesai mandi, ia mengenakan baju silat lengkap dengan sabuk hijau-usaha kecil untuk terlihat normal meskipun dadanya masih berdenyut menyakitkan.

Harus kuat, katanya dalam hati. Aku tidak boleh menunjukkan kelemahan.

Namun begitu keluar menuju area latihan, cibiran mulai menghujam telinganya.

"Eh, itu dia yang bawa sial!"

"Kutukan tampan, katanya! Gara-gara dia leak lepas!"

"Menjauh ah... nanti ketularan."

Cindeloka hanya menunduk dan mempercepat langkahnya. Ia tidak tahu apa harus membantah, menjelaskan, atau diam. Akhirnya ia memilih yang terakhir.

Deretan ruang kelas berada di sisi selatan, dekat kebun bambu. Ruang-ruang ini tidak besar, namun dindingnya penuh lukisan arang teknik jurus, sejarah klan, dan ajaran-ajaran leluhur.

Atap bangunan tetap mengikuti gaya Prambanan: bertingkat, menjulang, dan beratap batu. Bagian dalamnya sederhana-meja kayu panjang, papan hitam, dan rak senjata di bagian belakang. Di sini, para murid mempelajari filosofi bela diri, strategi pertempuran, dan juga prinsip keseimbangan diri.

Begitu ia menginjakkan kaki di dalam kelas, seseorang berdiri menghadangnya.

Taro Wijaya, anggota sebayanya dari Tim Nawa, menatapnya tajam sambil melipat tangan di dada.

"Kau tahu tidak," katanya dengan nada sinis, "sepuluh warga mati semalam. Dan anehnya, leak keluar pas kau koma. Kebetulan? Atau... kutukanmu kambuh?"

Beberapa murid lain terkikik.

Cindeloka membeku.

Ia bukan takut-ia hanya tidak punya jawaban.

Sebelum Taro sempat mendekat lebih jauh, Lisna muncul seperti angin, menarik pergelangan tangan Cindeloka dan menyeretnya ke bangku.

"Sudah, Taro! Kau bukan pengawas keamanan desa!" bentaknya.

Lisna menurunkannya di bangku, tepat di samping Shiva, yang duduk sambil menunduk ke buku catatannya.

Lisna menatap Cindeloka penuh kekhawatiran.

"Kamu gimana? Masih sakit?"

Cindeloka menggeleng. "Demam... tapi Shiva bantu. Pijat dan balsem klan Wisesa... agak enakan."

Shiva mendengus pelan, seolah tidak nyaman disebut-sebut.

Namun sejak pagi, kepala Cindeloka terus dipenuhi satu hal:

Leak. Dan kenapa cakranya selalu merespons keberadaan mereka.

Ia menoleh pada Shiva yang masih terlihat datar dan dingin.

"Shiv... leak itu sebenarnya apa?"

Shiva tidak mengangkat kepala, tetapi akhirnya menjawab, suaranya datar seperti biasa.

"Makhluk mitologi dari Suryadwipa. Tidak semua jahat. Tapi kalau dua leak itu membunuh warga... besar kemungkinan mereka tipe Rangda."

Lisna spontan menutup mulutnya, ngeri.

"R-Rangda? Itu leak paling jahat, Cin!"

Shiva mengangguk kecil. "Dan kalau benar Rangda yang berkeliaran... segel utama kemungkinan besar retak."

Cindeloka menelan ludah.

Itu menjelaskan semuanya-cakranya bereaksi keras karena ada energi iblis yang lepas.

Pelajaran baru berlangsung sepuluh menit.

Kang Wijen menjelaskan mengenai Ilmu Kanuragan dihadapan murid muridnya.

"Anak anak! Hari ini kita akan menjelaskan tentang ilmu yang paling krusial di dunia silat yaitu: Kanurajian atau Ilmu Kanuragan.

"Kanuragan adalah ilmu bela diri tradisional yang mengombinasikan gerakan fisik dengan kekuatan batin untuk mendapatkan kemampuan bertahan dan menyerang yang melebihi manusia normal. Ilmu ini sering kali dianggap sebagai bentuk ilmu klenik atau mistis yang bisa memberikan kekuatan seperti kebal senjata atau kekuatan fisik yang lebih besar, yang diperoleh melalui latihan khusus atau tirakat. Kanuragan mencakup kemampuan untuk menyerang dan bertahan dalam pertarungan. Ilmu ini memberikan kekuatan fisik atau kemampuan khusus, seperti kebal terhadap senjata tajam atau pukulan yang sangat kuat. Sering kali dianggap sebagai ilmu mistis atau kebatinan yang terkadang memiliki tujuan untuk kesempurnaan hidup atau perlindungan diri."

Saat Kang Wijen menjelaskan. Cindeloka yang duduk di bangku sisi kiri yang bersebelahan dengan jendela malah menatap keluar melihat matahari yang tergelincir di atas langit sambil memikirkan peristiwa semalam

"Kenapa leak itu bisa keluar? Siapa makhluk itu sebenarnya"

*

Sementara di ruang dewan Padepokan, situasi yang semula tenang damai berubah menjadi aura tegang sekaligus mencemaskan dan panas. Keempat guru pembimbing berdiri di hadapan Ki Bagawanta berdiskusi mengenai leak tersebut.

"Ki! Bagaimana ini? Kita jangan biarkan leak itu berkeliaran di Padepokan. Saya tidak mau hal tersebut bisa menganggu stabilitas dan produktivitas murid murid, terutama Cindeloka saya tidak mau dia tersiksa karena kehadiran leak tersebut!" ucap Kunto dengan wajah cemas dan nada gemetar.

"Sudahlah! Jangan terlalu panik!" timpal Bagus dengan wajah tenang seraya menepuk bahu kiri Kunto.

"Iya! Panik hanya menemukan jalan buntu bukan solusi!" timpal Mawar dengan ekspresi datar dan menyilangkan tangan.

"Kalau begitu! Kita lawan saja Leak itu dengan tangan kosong!" timpal Cipta sambil bersilat dengan semangat.

"Masalahnya! Leak itu makhlus halus, siluman, bagaimana kita melawannya dengan tangan kosong". Timpal Kunto dengan menatap wajahnya.

Perdebatan sengit antar keempat guru semakin panas. Sementara itu, Ki Bagawanta yang sedari tadi duduk dengan menyilangkan tangan menutupi mulutnya memikirkan sesuatu yang jauh lebih dalam.

"Apa jangan jangan leak itu perbuatannya..."

"Ah tidak mungkin...dia kan sudah lenyap" batinnya seolah peristiwa Leak tersebut berkaitan dengan teman dekatnya di masa lalu.

Lalu tiba tiba, Ki Bagawanta memukul mejanya seraya berkata dengan nada tegas dan wajah serius memecah perdebatan guru.

"MULAI MALAM INI! SAYA PERINTAHKAN KEPADA SELURUH MURID UNTUK SEGERA BERADA DI ASRAMA SEBELUM MAGRIB TIBA KARENA LEAK AKAN BERKELIARAN DI WAKTU MAGRIB! LAKSANAKAN!"

"BAIK KI!!"

Serentak keempat guru menunduk hormat, melaksanakan perintah dan meninggalkan ruangan dengan Ki Bagawanta yang memikirkan sesuatu yang tidak diketahui oleh para guru dan murid.

*

Setelah pelajaran, Tim Sapta melipir ke aula latihan yang berada di sebelah utara dan duduk di pagar besi, melihat pemandangan alam yang sejuk, rindang, dan segar seraya memikirkan leak tersebut.

Cindeloka akhirnya tak tahan lagi.

Ia duduk dan berbisik pada kedua temannya:

"Kita harus mencari leak itu."

Lisna langsung menoleh dengan mata membesar.

"Apa? Tidak! Itu kerjaannya Mbah Kunto dan para pandega! Kita cuma murid-bahkan kamu baru sembuh dari koma!"

Shiva tetap menatap buku, lalu menghela napas.

"Aku ikut."

Lisna menatap Shiva seperti melihat pengkhianatan.

"Kamu serius?!"

Shiva menjawab singkat, "Kalau Rangda dibiarkan, desa ini bisa habis. Dan cakra Cind bereaksi. Dia-entah kenapa-jadi kompas alami. Kita butuh itu."

Cindeloka mengangguk, suaranya pelan tapi tegas.

"Aku tidak tahan dengan rasa ini. Cakra leak-nya menusuk... aku tidak bisa tidur. Aku harus ikut. Jika bisa, kusingkirkan atau kusegel."

Lisna menatap keduanya, wajahnya pucat, jantungnya berdebar.

"Aku... aku tidak mau kalian mati," katanya akhirnya.

Cindeloka menyentuh lengannya, mencoba menenangkannya.

"Kita bertiga. Seperti biasa. Dan kalau ada bahaya, kita kabur. Ini bukan misi resmi... jadi kita bebas aturan."

Lisna menggigit bibir.

Setelah beberapa detik hening penuh ketegangan, ia akhirnya menghembuskan napas panjang.

"Baiklah..." katanya lirih. "Tapi kalau ada yang janggal sedikit saja... kita lari."

Shiva menutup bukunya.

"Kalau begitu," katanya pelan, "malam ini kita mulai."

Lisna menunduk pasrah.

Cindeloka menatap kedua temannya dan merasakan sesuatu tumbuh di dadanya-di luar cakra yang terus berdetak.

Spontan dari kejauhan, Shiva melihat sumur tua mencurigakan, letaknya di bawah pohon Beringin dekat tebing, diyakini sebagai pintu masuk menuju segel leak yang terbuka.

"Aku tahu cara memulainya!" ucap Shiva dengan wajah dingin, senyumannya menyungging.

Sebuah tekad.

Maka malam itu-tanpa izin, tanpa pengetahuan Mbah Kunto-misi ilegal pertama Tim Sapta pun dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!