Sepuluh bulan lalu, Anna dijebak suaminya sendiri demi ambisi untuk perempuan lain. Tanpa sadar, ia dilemparkan ke kamar seorang pria asing, Kapten Dirga Lakshmana, komandan muda yang terkenal dingin dan mematikan. Aroma memabukkan yang disebarkan Dimas menggiring takdir gelap, malam itu, Anna yang tak sadarkan diri digagahi oleh pria yang bahkan tak pernah mengetahui siapa dirinya.
Pagi harinya, Dirga pergi tanpa jejak.
Sepuluh bulan kemudian, Anna melahirkan dan kehilangan segalanya.
Dimas dan selingkuhannya membuang dua bayi kembar yang baru lahir itu ke sebuah panti, lalu membohongi Anna bahwa bayinya meninggal. Hancur dan sendirian, Anna berusaha bangkit tanpa tahu bahwa anak-anaknya masih hidup. Dimas menceraikan Anna, lalu menikahi selingkuhan. Anna yang merasa dikhianati pergi meninggalkan Dimas, namun takdir mempertemukannya dengan Kapten Dirga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Anna ...
Tuan Asmir melangkah mendekat. Sepasang matanya yang dingin menyapu seluruh tubuh Anna yang basah, kusut, dan penuh luka. Suasana di ruangan itu mencekam seperti udara ikut menahan napas.
“Siapa,” suara Tuan Asmir berat, teratur, mengiris, “yang datang menemuimu sebelum orang-orangku tiba di rumahmu?”
Anna mengangkat wajahnya perlahan. Tetes air masih jatuh dari rambutnya. Bibirnya pecah dan tubuhnya gemetar, namun sorot matanya tidak. Sorot itu tetap keras, tetap melawan.
“Aku … tidak bertemu siapa pun,” jawab Anna perlahan sambil menggeleng. Suaranya parau, tapi kukuh. Tuan Asmir mendekat lagi, kali ini menunduk sejajar dengannya.
“Jangan bohong, perempuan gila. Kami menerima laporan ada seseorang yang diam-diam melindungi kalian, siapa dia?”
Anna menggigit bibir dalam diam. Kalau dia bicara, Dirga mati. Anak-anaknya dalam bahaya dan dia menggeleng lagi.
Brak!
Paman Asmirandah menghantam meja kecil di sampingnya, membuat seluruh orang tersentak. Pria bertubuh besar itu maju, berdiri tepat di depan Anna. Napasnya kasar, penuh amarah.
“Apa kau kenal pria ini?!” bentaknya sambil mengangkat tangan dan menunjuk tepat ke arah Dirga. Seluruh kepala di ruangan itu spontan mengarah ke Dirga. Anna pun ikut menoleh.
Tatapan itu dua pasang mata yang saling mengenal lebih dari siapapun saling bertabrakan. Anna bisa melihat amarah tertahan di mata Dirga, ketakutan, keinginan memeluknya, dan keinginan membunuh semua orang di ruangan itu dalam satu tarikan napas. Tapi Anna tahu, kalau dia mengaku sekarang, semuanya hancur.
Maka Anna menurunkan tatapannya, menarik napas, lalu menatap paman Asmirandah dengan mata penuh benci, penuh penghinaan yang dibuat-buat tetapi terasa nyata. Dengan suara lantang meski bergetar, ia berkata,
“Kalian semua busuk.”
Anna menggerakkan dagunya sedikit, menunjuk ke arah Dirga.
“Aku tidak mengenal pria itu.”
Dirga membeku.
“Aku tidak punya hubungan apa pun dengannya,” lanjut Anna, memberi jeda kecil seolah memastikan setiap kata menusuk hati keluarga Asmir. Ia menatap Dirga sekali lagi, tatapan yang bagi siapa pun terlihat seperti penuh kebencian. Namun bagi Dirga itu adalah pesan.
Paman Asmirandah menyeringai puas, merasakan tidak ada hubungan antara tawanan mereka dan pria yang mereka anggap amnesia. Sementara Asmirandah merangkul lengan Dirga erat-erat, seperti ingin menunjukkan siapa yang berkuasa.
Dan Dirga hanya berdiri di sana. Wajah tanpa ekspresi. Namun kedua tangannya terkepal begitu keras hingga buku-buku jarinya memutih. Tuan Asmir menghela napas panjang, seolah tak ingin membuang waktu lagi.
“Bawa perempuan itu,” ujarnya datar.
“Sembunyikan di tempat lain. Jangan ada yang tahu. Bahkan aku tidak perlu tahu.”
Pengawalnya langsung bergerak. Anna yang sudah babak belur ditarik paksa berdiri. Dirga menelan napas keras, semua otot tubuhnya menegang. Tidak ada satu pun petunjuk kemana Anna akan dibawa. Tempat itu sengaja dibuat anonim agar tidak bisa ditemukan siapapun.
Dirga meraih jam kecil di pergelangan tangan kirinya, menekan tombol kecil di sampingnya sambil menunduk pura-pura memperbaiki gelang. Satu kedipan lampu biru berkedip singkat.
Sinyal terkirim, Mayor Kevin sudah di jalan. Pasukan sudah bergerak. Tinggal menunggu detik yang pas. Tetapi tepat saat pengawal menyeret Anna ke ambang pintu,
Dugh!
Balok kayu besar dihantamkan ke belakang kepala Anna oleh paman Asmirandah. Suara itu terdengar begitu keras, begitu kejam. Anna terjatuh seketika, tubuhnya tersungkur tak berdaya.
“Anna!"
Teriakan Dirga menggema di dinding ruangan itu. Teriakan yang selama ini ditahannya, akhirnya pecah tak terbendung. Semua kepala menoleh Paman Asmirandah menyeringai, mendekatkan wajahnya ke Dirga.
“Akhirnya,” bisiknya pelan, “kau membuka jati dirimu … Kapten Dirga.”
Kata Kapten Dirga diucapkan dengan nada mengejek, seolah ia baru menang taruhan. Saat balok itu kembali diangkat untuk dihantamkan ke kepala Anna, untuk memastikan wanita itu tidak akan bangun lagi, Dirga bergerak, bukan bergerak tetapi meledak.
Dalam satu hentakan, ia berlari dan menghantam tubuh paman Asmirandah sekuat mungkin. Pria itu terpental menghantam tembok, membuat suara retak keras.
Pertarungan pecah, tinju melayang, tangan Dirga mencekik. Paman Asmirandah membalas dengan pukulan perut. Mereka menghajar satu sama lain dengan brutal, amarah yang ditahan selama berbulan-bulan tumpah dalam sekali benturan.
“Berhenti!”
Suara Tuan Asmir bergema, dia mengangkat pistol, mengarahkannya ke kepala Anna yang tergeletak tak bergerak. Dirga berhenti seketika. Nafasnya tersengal. Dahi berdarah, mata merah penuh kemarahan dan putus asa.
“Jika kau bergerak,” suara Tuan Asmir rendah, penuh ancaman,
“aku akan menembak perempuan itu di depan matamu.”
Asmirandah yang sejak tadi menonton adegan itu dengan wajah terdistorsi rasa marah, melangkah mendekat. Ia meraih wajah Dirga, lalu,
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Dirga. Namun Dirga tak membalas, tak bergeming, matanya menatap lurus, penuh amarah yang diremukkan menjadi diam.
“Asal kau tahu,” kata Asmirandah sambil gemetar menahan emosi,
“kau akan tetap milikku. Tidak peduli siapa perempuan itu. Bawa dia!”
Perintahnya melengking kepada pengawalnya. Dua pengawal mengangkat tubuh Anna yang tak sadarkan diri. Darah mengalir di kepala wanita itu. Dirga menelan napas keras hingga dadanya naik turun tak teratur. Ketika pengawal membawa Anna keluar dari ruangan, ledakan keras mengguncang tanah. Seluruh ruangan bergetar. Debu turun dari langit-langit. Lampu bergoyang, semua orang terpana.
Tuan Asmir menoleh ke arah Dirga dengan wajah memucat. Sementara Dirga, tersenyum tipis. Senandung kecil kesadaran muncul di mata pria itu.
"Kau..." Tuan Asmir menatap Dirga dengan penuh amarah.
ayo basmi habis semuanya , biar kapten dirga dan anna bahagia
aamirandah ksh balasan yg setimpal dan berat 🙏💪
kejahatan jangan dibiarkan terlalu lama thor , 🙏🙏🙏
tiap jam berapa ya kak??
cerita nya aku suka banget🥰🥰🙏
berharap update nya jangan lama2 🤭🙏💕