NovelToon NovelToon
Fall In Love At The First Night

Fall In Love At The First Night

Status: tamat
Genre:Beda Usia / One Night Stand / Selingkuh / Cinta Terlarang / Romansa / Konflik etika / Tamat
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Irish_kookie

Anaya White memaksa seorang pria asing untuk tidur dengannya hanya untuk memenangkan sebuah permainan. Sialnya, malam itu Anaya malah jatuh cinta kepada si pria asing.
Anaya pun mencari keberadaan pria itu hingga akhirnya suatu hari mereka bertemu kembali di sebuah pesta. Namun, siapa sangka, pria itu justru memberikan kejutan kepada Anaya. Kejutan apa itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irish_kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

All Is Well

Josh masih berlutut di ujung ranjang ketika Anaya akhirnya benar-benar memahami apa yang terjadi.

Cincin itu kecil, sederhana, tidak berlebihan, tapi berkilau tepat seperti cara Josh memandangnya.

Bukan penuh percaya diri, bukan pula penuh pamer, melainkan campuran antara gugup, takut ditolak, dan harapan yang ditahan mati-matian.

“Anaya White,” ulang Josh, suaranya parau. “Maukah kau menikah denganku?”

Ruangan itu sunyi. Terlalu sunyi sampai Anaya bisa mendengar detak jantungnya sendiri.

Semua kemarahan, rindu, dan luka yang dia simpan selama berbulan-bulan seolah berbaris rapi di kepalanya.

“Kau membuatku menunggu,” kata Anaya akhirnya. Suaranya gemetar. “Kau menghilang dan membuatku merasa sendirian.”

Josh menunduk. “Aku tahu dan aku menyesal setiap hari karenanya.”

Anaya menghela napas panjang. Lalu, dia tertawa kecil, tawa yang pecah bersama air mata.

“Tapi kau juga kembali,” lanjutnya lirih. “Dan kau berdiri di sini sekarang. Itu berarti kau memilih tinggal untukku.”

Josh mengangguk, matanya memerah. “Aku akan selalu memilihmu."

Anaya mengulurkan tangannya, lalu mengangguk. “Aku mau,” katanya pelan, tapi tegas.

Josh seolah lupa cara bernapas. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia menyematkan cincin itu di jari Anaya.

Begitu cincin itu terpasang, Josh berdiri dan menarik Anaya ke dalam pelukan yang erat, seakan takut jika dia melepaskannya, semua ini akan menguap seperti mimpi.

“Aku mencintaimu,” bisik Josh.

Anaya memejamkan mata di dada pria itu. “Aku tahu.”

Malam itu bukanlah malam sempurna untuk sebuah pengakuan dan lamaran. Namun, malam itu menjadi malam yang indah untuk pasangan tersebut.

Beberapa hari setelahnya, di tempat yang jauh lebih tenang, Celline duduk di meja makan kecil bersama Kanaya.

Tidak ada suara musik ataupun orang mengobrol. Hanya ada denting sendok kecil yang berbenturan dengan cangkir kopi atau gelas susu.

Sinar pagi yang masuk malu-malu dari balik jendela menemani Celline dan Kanaya hari itu.

“Mommy, Kakak sudah memikirkan ini sejak Mommy pisah dengan Josh," kata Kanaya tiba-tiba, tanpa menatap ibunya. “Aku rasa, hidup pernikahan tidak cocok untuk Mommy."

Sontak saja Celline terdiam sambil tersenyum lembut. Tangannya yang sedang mengaduk teh berhenti. "Kenapa Kakak sampai berpikiran seperti itu? Memang Kakak tidak mau punya Daddy?"

Kanaya menggelengkan kepalanya. "Kakak tidak butuh Daddy. Kakak hanya butuh Mommy happy dan tidak sedih. Jadi, kita berdua saja selamanya,” lanjut Kanaya. Suaranya tenang, tapi ada sesuatu yang keras di sana. Seperti keputusan yang sudah lama dipikirkan.

"Kakak tidak mau ada orang lain yang masuk dan akhirnya pergi lagi." Kata-kata Kanaya itu diucapkan dengan tegar dan kuat. Dengan tatapan mata penuh keyakinan.

Celline menatap putrinya, lalu dia menggenggam tangan kecil Kanaya. “Kakak takut kehilangan lagi?"

Kanaya mengangguk kecil. “Sejujurnya, iya. Kemarin, Kakak sempat berharap pada Josh. Tapi, pada akhirnya Josh juga pergi, kan?"

Celline kembali mengusap punggung tangan putrinya yang sudah beranjak remaja itu. Dia mengangguk setuju. " Oke. Jadi, hanya ada kita berdua mulai hari ini dan seterusnya, ya?"

Tiba-tiba saja, Celline menepuk punggung tangan putrinya dengan kencang, tapi tidak terlalu kencang. "Tapi, kalau Kakak punya pacar, Mommy sama siapa?"

"Oh, tenang saja. Kakak akan ajak Mommy saat berkencan," jawab Kanaya santai sambil menyeringai lebar.

Mau tak mau, Celline tersenyum. Dia memandangi putri tunggalnya itu dengan penuh rasa sayang sekaligus rasa bersalah.

"Oke, Mommy setuju! Yuk, habiskan sarapanmu, nanti terlambat ke sekolah!" Dengan sayang, dia membelai rambut panjang Kanaya.

Di dunia yang selalu menuntut perempuan untuk bangkit dan memulai ulang, Celline memilih berhenti hanya untuk sekedar mengistirahatkan hatinya.

Sementara itu, takdir bekerja dengan caranya sendiri.

Jane tidak pernah menyangka akan bertemu Jack Scout, mantan tunangan Anaya.

Apalagi di ruang rapat yang sama, dengan proposal proyek yang menyatukan mereka sebagai rekan kerja.

"Bukankah kau ...?" Keduanya bertanya bersamaan dan dengan gaya serta air wajah yang sama.

"Cih! Kau si Jahat!" tukas Jane kesal sambil melipat kedua tangannya.

Wajah Jack memerah. "Si Jahat? Siapa? Aku? Sejak kapan aku berubah menjadi antagonis?"

Jane menirukan ucapan Jack satu per satu dengan gaya mengejek.

"Wah! Kau benar-benar membunyikan genderang perang, Nona Manis! Tidak akan kubiarkan kau mengejekku seperti ini!" Jack mengepalkan kedua tangannya dan menatap Jane dengan tajam. "Minta maaf padaku sekarang juga, Nona!"

Sifat keras kepala Jane muncul. Alih-alih minta maaf, Jane memalingkan wajah dengan malas.

Tentu saja Jack semakin marah. "Nona, kuperingatkan kau un-, ...!"

"Bagaimana kalau aku tidak mau? Apa kau akan melapor kepada Daddy-mu?" tantang Jane lagi sambil tersenyum merendahkan.

Wajah Jack yang tadi sudah merah, kini semakin merah. Kepalan di tangannya semakin kencang. "Awas saja, ya! Ka-, ...!"

Belum sempat, Jack berbicara, seseorang memanggil mereka untuk masuk kembali ke ruang rapat.

Ya, saat ini Jack Scout dan Jane sedang terlibat dalam satu proyek besar.

Selama tiga hari mereka terus bersama. Namun, di hari terakhir inilah mereka baru saling menyadari kehadiran satu sama lain.

Jane masih ingat bagaimana Jack memaksa Anaya untuk menikah dengannya hanya karena saham White Companies sedang jatuh.

Kesalahan terbesar Jack selain itu adalah karena dia mengadu pada Robert tentang hubungan Anaya dan Josh.

"Dia seorang pria, tapi mulutnya seperti wanita yang gemar menyebarkan gosip murahan! Cih!" desis Jane sambil melirik tajam pada Jack, yang ternyata sedang melirik ke arahnya juga.

Kebencian yang menyelimuti Jane, membuatnya tidak fokus pada rapat hari itu. Sampai, "Nona Forest, bisakah Anda mencarikan restoran atau tempat rekomendasi untuk kita merayakan keberhasilan proyek kita saat ini?"

"Hah? Apa?" kata Jane yang merasa seperti orang bodoh saat belasan pasang mata menatapnya penuh harap. "Eh, oh, baik. Saya akan membantu."

Tanpa tahu apa yang terjadi, Jane mengangguk. Sialnya, partner yang ditugaskan untuk mencari tempat terbaik untuk merayakan pesta kesuksesan mereka adalah Jack Scout.

"Kenapa aku harus berpasangan denganmu, sih!" tukas Jane kesal.

Jack mencibir. "Aku juga tidak sudi! Cari saja sendiri, laporkan kepadaku kalau kau sudah menemukan tempatnya!"

Pemuda itu berlalu dengan malas, tetapi tiba-tiba saja dia mengaduh. "Ouch! Ap-, ... Kalkulator?"

Ya, Jane melempar kalkulator ke arah Jack dan kalkulator itu tepat mengenai belakang kepala Jack. Dia tersenyum puas melihat Jack kesakitan.

"Kau! Wanita macam apa kau ini, Nona Forest!" Jack menghampiri Jane dengan mencengkeram si kalkulator dengan kuat.

Jane hanya mendengus senang. "Aku bukan pelayanmu, Tuan Scout! Kalaupun aku bekerja sendiri, aku tidak akan melaporkannya kepadamu!"

Sore hari itu, akhirnya Jack memutuskan untuk pergi bersama Jane.

Sepanjang jalan dan di setiap tempat selalu saja terjadi pertikaian di antara mereka.

Sampai akhirnya, mereka lelah dan memutuskan untuk berhenti di sebuah klub.

"Kenapa kau terus mengikutiku?" sentak Jane geram.

Jack berdecih dan masuk ke dalam klub itu tanpa menoleh.

Sementara itu, Jane menyusulnya dari belakang. Lalu, setibanya di dalam, tanpa ragu Jane memesan minuman paling keras.

Tak mau kalah, Jack pun memesan minuman yang sama.

Dalam hitungan menit, mereka berdua sudah saling berangkulan sambil tertawa. "Hahaha, kau benar, Jack. Kalau bukan karena kita, proyek ini gagal! Hancur! Whooosh!"

"Ya, kan? Kita ini otak mereka karena kita masih muda, masih pintar, masih fresh, hahaha!" Jack menimpali sambil menenggak habis gelas kesekian.

Tiba-tiba saja, Jane menarik Jack untuk duduk. "Heh, bagaimana kalau kita ajak mereka untuk ke sini? Mereka perlu kita bawa untuk kembali ke masa muda, hahaha! Aku rasa mereka membutuhkan tempat ini."

Dengan susah payah, Jack mengangkat jari telunjuknya dan mengangguk. "Aku setuju. Tidak ada ide yang lebih hebat dari itu, Jane! Hahaha! Kau ... The best, Jane Sayang!"

"Jangan panggil aku seperti itu! Kau buaya, Jack! Buaya yang tampan! Hahaha!" Jane tertawa dan beberapa detik kemudian, dia meletakkan gelasnya.

Gadis itu memegang kedua pipi Jack. "Tunggu! Aku ingin mengecek apakah kau benar-benar tampan? Kalau kau tidak tampan, aku akan menarik kembali ucapanku tadi."

Kedua mata mereka saling bertemu dan entah bagaimana dan siapa yang memulai, mereka kini terlibat dalam satu pergulatan panas tanpa kata.

Mereka saling mencumbu, saling mengecup, saling menjamah. Hingga Jack berhasil membawa Jane ke hotel terdekat dan meneruskan pergulatan mereka di sana.

Pagi harinya, Jane bangun dengan kepala berdenyut dan Jack duduk di tepi ranjang, menatap lantai.

“A-apa yang terjadi?" tanya Jane sambil berusaha bangun dan memegangi kepalanya. "Apa kita melakukan itu, Jack?

Jack mengangguk. “Tapi aku tidak menyesal.”

"Kau tidak menyesal, tapi aku menyesal!" pekik Jane histeris.

Jack cepat-cepat memeluk tubuh Jane yang masih belum ditutupi apa pun. "Jane, apa pun yang akan terjadi nanti, aku akan tetap di sampingmu."

"Aku mungkin pria brengsek, tapi kau bisa mempercayaiku, Jane." Jack berkata dengan lembut sambil terus memeluk dan menenangkan Jane yang masih terisak.

***

1
Sophia
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!