kisah nyata seorang anak baik hati yang dipaksa menjalani hidup diluar keinginannya, hingga merubah nya menjadi anak yang introvert dengan beribu luka hati bahkan dendam yang hanya bisa dia simpan dan rasakan sendirian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widhi Labonee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titik Balik
Setelah kejadian Tiwi menghilang kemudian ditemukan dan dirawat oleh keluarga Tarmo dan akhirnya dibawa ke kota L oleh pak Sukamto kakak tertua Riyanti itu, maka sikap dari Ismawan menjadi lebih lembut, dia tidak sekejam waktu dulu. Ismawan seringkali mengajak Tiwi untuk mengikuti dia mencari kayu ke daerah, mengajari cara menghitung bagaimana menentukan harga satu pohon kayu rakyat yang bisa menghasilkan laba setelah ditebang nanti setelah dipotong oleh biaya yang dikeluarkan. Tiwi juga diajari teknik memotong kayu yang benar, agar tidak menimpa pohon lain, atau pecah ketika jatuh ke tanah, juga cara menentukan diameter, dan semua ilmu perkayuan yang diturunkan pada anak kecil yang sangat cerdas itu.
Namun ketika Tiwi lulus dari SD, dia kembali menghadapi kerasnya peraturan sang Bapak. Tiwi lulus dengan NEM terbaik ketiga di kecamatan T itu. Hingga otomatis dia masuk ke sekolah favorit yaitu SMPN 1. Tempat para anak cerdas satu kecamatan berkumpul. Tapi sekali lagi, dengan pongahnya sang Bapak menyuruh Riyanti mengurus kepindahan Tiwi ke MTsN, sebuah sekolah berbasis agama Islam. Yang pada tahun-tahun itu belum se-trending sekarang. Dengan berat hati setelah dua bulan Tiwi merasakan bersekolah di sekolah umum terfavorit itu, dia harus pindah ke lingkup sekolah yang isinya sebagian besar anak keturunan suku M yang memang terkenal sangat agamis itu. Masuk ke dalam atmosfer yang jauh berbeda dengan keseharian Tiwi, membuatnya kembali berulah.
Harus diakui kecerdasan yang dimiliki Tiwi di atas rata-rata anak pada umumnya. Hingga pihak Sekolah nya tidak bisa menghukum atau menindak setiap kenakalan anak itu. Karena begitu banyak prestasi yang dia persembahkan pada sekolah itu. Mulai dari lomba cerdas cermat, sepak bola, kesenian dan tarik suara, qiro’ah, dan Tiwi adalah pemegang gelar siswi paling berprestasi selama tiga tahun berturut-turut. Yang menyebabkan diganjar gratis SPP dan anugerah Bintang Pelajar terbaik se Malang Raya.
Saat Tiwi masih kelas lima SD dulu, satu persatu saudaranya yang tinggal di pulau seberang karena mengikuti ibu Roslina mantan istri pertama Ismawan itu pun datang dan disekolahkan oleh Riyanti di sini. Tapi si Sulung bernama Rini yang seorang perempuan itu memilih untuk tinggal di kota M bersama istri kedua Ismawan dan melanjutkan sekolah disana.
Sedangkan si nomor Dua, seorang anak laki-laki, bernama Adi memilih tinggal di rumah Riyanti dan melanjutkan bersekolah di STM. Adi sangat menyayangi Tiwi, yang katanya wajahnya sangat mirip dengan ibunya, Roslina. Sedangkan yang dua lagi yaitu Devi si tengah serta Huri si nomor empat masih belum mau datang ke Jawa.
Tiwi merasa bahagia karena memiliki kakak laki-laki. Meskipun Nenek dan Ibunya tidak mau mengakui jika dia hanya anak adopsi, tetapi Tiwi sudah mengerti sendiri. Dengan cara menggabungkan cerita yang dia dengar dari para tetangga, juga dari kakak-kakaknya mengenai kelahirannya dan mengapa dia harus diadopsi oleh keluarga ini.
Tiwi yang memang dasarnya tomboy itu pun tumbuh semakin berani karena mendapatkan dukungan dari sang kakak. Tak jarang Tiwi kedapatan berkelahi dengan anak laki-laki dari sekolah lain.
Seperti siang menjelang sore ini, Tiwi sedang berhadapan dengan anak dari SMP lain di daerah pasar sapi. Dan karena dia sangat terkenal tukang berkelahi, maka temannya pun banyak. Dan dalam waktu singkat terkumpullah puluhan anak yang saling berhadapan, dan tanpa menunggu komando mereka pun segera memulai baku hant*m. Suasana yang ramai dan kacau itu pun akhirnya terdengar ke petugas yang sedang berjaga di Koramil terdekat yang memang lokasinya berada di dekat pasar Sapi itu. Alhasil, semua pelajar yang sedang terlibat perkelahian itu pun diamankan dan dibawa ke kantor. Mereka diberi nasehat panjang lebar, didata dan dibina kedisiplinan dengan diberi hukuman melakukan push up dan skotjam serta lari memutari lapangan sebanyak lima kali. Ismawan menahan amarahnya saat menjemput Tiwi ke Koramil itu. Dia sangat malu karena anaknya terlibat perkelahian massal. Maka sesampai di rumah Tiwi pun kembali dihajar oleh Ismawan menggunakan sabuk tentara miliknya. Tiwi hanya bisa diam dan tidak menangis, ketika selesai dihajar, dia pun disuruh maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Dia melakukan semua itu kembali tanpa hati. Tiwi sudah muak dengan hidupnya sendiri. Karena itulah dia hanya menjalani hidup tanpa niat dan ambisi apapun..
—----------
Bulan puasa sudah berjalan beberapa hari, Tiwi pun menjalaninya dengan sepenuh hati. Tiap malam dia akan menjalankan sholat Tarawih di mushola yang ada di halaman kantor Polsek itu. Bersama para sahabat dan juga adik keponakannya, dia berangkat dan juga pulang tarawih bersama-sama. Gadis remaja berusia hampir empat belas tahun dan sebentar lagi lulus dari MTsN itu begitu antusias mengikuti sholat sunnah Tarawih itu.
Malam ini dia datang agak telat, dan terpaksa mendapat tempat di tepi gorden pembatas dengan shaf pria itu. Karena mushola kecil itu sangat penuh, maka Tiwi pun berdempetan dengan teman-temannya. Saat rakaat terakhir, telunjuk Tiwi sedang menunjuk karena membaca tahiyat akhir. Betapa kagetnya dia ketika ada jemari pria yang menggenggam tangannya meski terlapisi oleh gorden pembatas yang menjuntai ke bawah itu. Meskipun terkejut, Tiwi bersyukur karena wudhunya tidak batal.
Dengan kecerdasan daya ingatnya yang tinggi, Tiwi menyimpan motif sajadah yang dipakai oleh pemuda di sebelahnya ini. Nanti jika pulang, akan dia cari.
Dan benar saja, saat tarawih selesai dan jamaah pulang, Tiwi berdiri di dekat pintu gerbang, meneliti setiap pria yang lewat yang membawa sajadah. Setelah beberapa lama, maka lewatlah seorang pemuda yang menyampirkan sajadah dengan motif yang Tiwi hafal tadi di pundaknya. Dia adalah seorang pemuda berkulit putih dengan lesung pipi kiri dan alis tebal yang sangat menawan dan juga tampan. Pemuda itu tersenyum dan mendekatinya.
“Menungguku?” Tanyanya begitu percaya diri.
Tiwi yang ditembak langsung dengan pertanyaan itu pun menjadi gugup dan gelagapan.
“Eng..enggak.. Ge er..” Jawab Tiwi yang sudah memerah pipinya itu segera lari menjauh dari sana. Diiringi tawa sang pemuda yang merasa lucu dan terhibur dengan kelakuan gadis remaja berkepang dua itu.
“Ada apa Wi? Kok lari-lari gitu…” tanya bu Mirah heran.
Tiwi yang kehausan setelah lari sejauh itu pun langsung mengambil minum di teko diatas meja dapur.
“Hhhhhh… nggak ada apa-apa Mbah. Cuma pingin lari saja,” jawab Tiwi sembari terengah.
Sang Nenek hanya bisa menggelengkan kepalanya. Anak kecil yang dulu sangat manja itu sekarang sudah menjadi remaja yang cantik. Wajahnya khas, perpaduan suku Jawa dan suku Saluan yang menghasilkan wajah eksotik yang tidak membosankan jika dipandang itu. Bu Mirah tersenyum tipis, cucuku sudah menjelma menjadi gadis remaja yang cantik sekali..alhamdulillah…
“Sudah, kamu kerjakan PR mu, mbah temani Wi..” ujar bu Mirah sembari meletakkan sepiring pisang goreng diatas meja yang penuh dengan buku pelajaran milik Tiwi itu. Gadis remaja itu pun tersenyum, mencomot pisang goreng dan mulai menulis di bukunya. Tetapi bayangan senyum manis milik pemuda berlesung pipit tadi sungguh mengganggu konsentrasi belajarnya.
Duh, mengapa harus dia yang masuk pikiranku siihh.. dasar cowok nyebelin! Umpat Tiwi dalam hati.
Ngiingg..
Telinga kiri Rudy berdenging, ‘siapa yang sedang membicarakanku ya?’
Pemuda tampan yang sudah duduk di kelas tiga SMA itu pun menggaruk telinganya sendiri yang tidak gatal itu. Dia sedang melamun sambil merebahkan diri di atas kasur dikamar kos-nya. Mengingat rasa yang mendebarkan dan memacu adrenalin nya saat dia nekat menggenggam jemari gadis manis anak MTsN yang telah merebut hatinya itu.
Tiwi…. Ucapnya lirih….
********
Nah..nah… mulai nih..