CEO dingin Ardan Hidayat harus bertunangan dalam tiga bulan demi warisan. Ia memilih Risa Dewi, gadis keras kepala yang baru saja menghancurkan kuenya, untuk kontrak pertunangan palsu tanpa cinta. Tapi saat mereka hidup bersama, rahasia keluarga Risa sebagai Pewaris Tersembunyi keluarga rival mulai terkuak. Bisakah kepura-puraan mereka menjadi kenyataan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ᴛʜᴇ ꜱᴀᴅɪᴇ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Tiga Kekuatan di Gala Amal
Ketegangan di ballroom Gala Amal terasa begitu pekat, seolah udara itu sendiri menahan napas. Lampu kristal memantulkan bayangan pada wajah-wajah yang menunggu. Ini bukan lagi soal amal, tetapi tentang drama keluarga dan kekuasaan bisnis yang dimainkan di panggung tertinggi.
Risa merasakan genggaman Ardan di pinggangnya mengerat, memberinya dukungan yang dia butuhkan. Namun, ketika ia melihat sorot mata kerinduan Pak Jaya, ia merasakan desakan kuat untuk melangkah maju, bukan sebagai tunangan Ardan, melainkan sebagai seorang cucu.
"Selamat malam, Pak Jaya," sapa Risa, suaranya berhasil ia buat terdengar tenang dan sopan, tetapi ada getaran halus di dalamnya.
Pak Jaya, dengan segala keagungannya, mengabaikan Ardan sejenak. Ia mengulurkan tangan ke arah Risa. "Risa, cucuku. Setelah bertahun-tahun mencari, Kakek tidak menyangka akan menemukanmu di tempat seperti ini... di sebelah putra musuh Kakek."
Nada bicara Pak Jaya terdengar lembut, tetapi setiap kata mengandung sindiran yang ditujukan pada Ardan. Risa tahu ini adalah saat krusial.
Risa mengambil tangan Pak Jaya, tetapi tidak sepenuhnya melepaskan tautan tangannya dengan Ardan. Ia memberikan senyum penuh hormat. "Terima kasih, Kakek. Saya senang akhirnya bisa bertemu Kakek. Tetapi, saya mohon Kakek tidak salah paham. Saya di sini bukan karena Tuan Ardan adalah 'musuh'. Saya di sini karena cinta."
Seluruh ruangan berdengung.
Ardan, yang merasa sedikit lega dengan ketegasan Risa, maju selangkah. "Pak Jaya, saya menghormati status Anda sebagai kakek Risa. Tetapi, Risa telah memilih jalannya. Kami akan menikah. Saya harap Anda dapat menerima pilihan cucu Anda."
Pak Jaya mengalihkan pandangannya yang tajam ke Ardan. Mata mereka beradu dalam pertarungan kehendak yang sunyi.
"Cinta," Pak Jaya mendengus pelan, meremehkan. "Cinta yang tiba-tiba muncul di tengah kebutuhan bisnis, Tuan Ardan? Kau memanfaatkan cucuku. Aku tahu bagaimana kau beroperasi."
"Saya hanya mencintai cucu Anda, Pak Jaya. Itu saja," balas Ardan tegas. "Dan Risa telah menolak tawaran dari keluarga Anda untuk kembali. Bukankah itu sudah menjelaskan pilihannya?"
Pak Jaya menghela napas, seolah merasa kasihan pada Risa. Ia kemudian melakukan gerakan yang mengejutkan: ia melepaskan tangan Risa dan mengambil sekotak beludru kecil dari saku jasnya.
"Aku tidak ingin membuat keributan di malam amal ini, Risa. Tapi aku ingin kau tahu bahwa kakekmu tidak akan pernah membiarkanmu kekurangan," kata Pak Jaya, membuka kotak itu.
Di dalamnya terbaring sebuah kalung berlian yang menakjubkan, desainnya klasik dan tak lekang oleh waktu, memancarkan kemewahan yang luar biasa.
"Ini adalah hadiah pertama Kakek untukmu. Warisan keluarga," kata Pak Jaya. "Terimalah, Risa. Dan ingat, pintu rumah Kakek selalu terbuka untukmu. Kakek akan memberimu apa yang tidak bisa diberikan oleh Hidayat, yaitu nama dan keluarga."
Risa terdiam. Kalung itu memancarkan daya tarik yang mematikan. Itu bukan hanya perhiasan; itu adalah undangan, sebuah simbol kekuasaan yang bisa memberinya kembali harga diri yang ia korbankan dalam kontrak ini.
Semua orang menunggu. Jika Risa menerima hadiah itu, itu berarti ia mengakui ikatan darah di atas kontrak Ardan. Jika ia menolak, ia secara efektif memutuskan hubungan dengan satu-satunya keluarga kandung yang ia miliki.
Risa melirik sekilas ke mata Ardan. Ia melihat ketegasan, tetapi juga sedikit kegelisahan.
Risa mengambil keputusan. Ia tersenyum tipis, lembut, penuh rasa hormat, tetapi tegas.
"Terima kasih banyak, Kakek. Ini indah," kata Risa, suaranya manis. "Tetapi, saya tidak membutuhkan hadiah mahal, karena saya sudah memiliki hadiah terbaik. Dan itu adalah Ardan."
Risa menutup kotak itu dengan lembut dan mengembalikannya ke tangan Pak Jaya. "Saya menghargai nama dan keluarga, Kakek. Tetapi, saya memilih untuk menciptakan nama baru, di samping pria yang saya cintai. Saya tidak bisa menerima ini, Kakek. Tolong maafkan saya."
Ekspresi kekecewaan dan kemarahan bercampur di wajah Pak Jaya. Ini adalah penolakan publik yang paling menyakitkan.
Ardan merasakan gelombang kelegaan yang luar biasa. Ia menarik Risa lebih dekat, wajahnya memancarkan kemenangan yang tersembunyi.
Pak Jaya, menyadari ia telah kalah dalam putaran pertama, mengangguk perlahan. "Aku mengerti, Risa. Kau keras kepala, seperti Ibumu. Tapi ingat ini: Cinta bisa berakhir, tetapi darah akan selalu memanggil. Aku akan menunggumu."
Dengan itu, Pak Jaya berbalik dan meninggalkan ballroom, diikuti oleh kerumunan kecil anggota dewan Jaya Sakti.
Segera setelah kepergian Pak Jaya, kerumunan mengelilingi Ardan dan Risa. Mereka tidak lagi dipandang sebagai penipu, melainkan sebagai pasangan yang berjuang melawan takdir. Risa, si gadis yang menolak berlian demi cinta, telah memenangkan hati publik.
Di sudut yang sepi, Bima melihat semuanya. Wajahnya marah, rencananya telah gagal.
"Kau luar biasa," bisik Ardan di telinga Risa, saat mereka diseret untuk berfoto. "Kau baru saja menyelamatkan kontrak kita. Dan membuatku terlihat seperti pahlawan romantis."
Risa tersenyum, tetapi hatinya bergetar. "Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan, Tuan Ardan."
Saat malam berlalu, Ardan tidak melepaskan Risa. Pelukannya di pinggang Risa terasa posesif, tetapi juga protektif. Risa tahu, meskipun ini adalah kemenangan besar dalam permainan kontrak, ia baru saja mengorbankan ikatan keluarganya. Dan yang lebih buruk, ia menyadari ia tidak lagi bertindak. Penolakan itu, sebagian besar, terasa benar karena Ardan.