NovelToon NovelToon
Bukan Berondong Biasa

Bukan Berondong Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Identitas Tersembunyi / CEO / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Berondong
Popularitas:25.5k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Mertua...

Siang itu, setelah menempuh perjalanan hampir dua jam dari Garut, Surya dan Indriani akhirnya tiba di RS Hermina Pasteur. Kelelahan terlihat dari cara mereka menarik napas dalam-dalam begitu keluar dari mobil, namun kekhawatiran membuat langkah mereka mantap menuju lobi.

Surya mengenakan kemeja biru muda yang disetrika rapi, dipadukan dengan celana bahan hitam. Satu tangan menenteng parcel buah berbungkus plastik bening. Di sampingnya, Indriani berjalan dengan dress panjang warna krem dan cardigan tipis. Rambutnya yang disanggul rapi, sedikit bergoyang mengiringi langkahnya. Mereka tiba di nurse station, berhenti sejenak sebelum Indriani mendekat ke meja. Senyumnya sopan namun jelas ada kecemasan yang sulit disembunyikan.

“Permisi, Sus,” ucap Indriani dengan suara lembut. “Pasien atas nama Sadewa Nugraha ada di lantai berapa ya?”

Suster yang bertugas mengangguk ramah lalu mulai mengetik di komputer. Surya memindahkan pegangan parcel ke tangan kiri, sementara tangan kanannya ia selipkan ke saku celana.

“Sebentar ya, Bu… saya cari dulu,” ujar sang suster.

Beberapa detik kemudian, data yang dicari muncul.

“Ini, Bu. Pasien atas nama Sadewa ada di Lantai 5, Ruang Sakura nomor 327,” ujar suster itu sambil menatap layar komputer, lalu menoleh dengan senyum ramah.

Ia memberi isyarat kecil pada rekannya di belakang meja. “Biar teman saya antar ke sana,” lanjutnya sambil sedikit mencondongkan tubuh, memberi ruang agar Surya dan Indriani bisa mengikuti.

Suster yang ditunjuk menghampiri mereka dengan langkah ringan. “Mari, Pak, Bu. Ikut saya,” katanya sopan, memberi isyarat tangan agar mereka berjalan di belakangnya. Indriani mengangguk tipis, sedangkan Surya tersenyum kecil sebelum mereka bertiga mulai melangkah menuju lift. Sesampainya di depan pintu kamar Dewa, suster pendamping berhenti dan menoleh sambil tersenyum tipis.

“Silakan, Bu, Pak.”

Surya mengangguk sopan.

“Terima kasih banyak, Sus,” ucapnya tulus.

Samar-samar dari balik pintu, terdengar suara orang bercakap pelan. Lucy dan Dewa spontan saling menatap—mata mereka sama-sama membulat, panik.

Lucy langsung meloncat turun dari pangkuan Dewa. Napasnya tersendat ketika ia mengenali suara itu.

“Astaga! Itu Mama sama Papa!” bisiknya tajam, menatap Dewa seolah semua salahnya. “Gara-gara lo nih ah, baju gue jadi berantakan pake ngide buka bra lagii!”. Ia berlari kecil menuju kamar mandi sambil meraih pouch make-up, roknya hampir tersangkut karena terburu-buru.

Lucy sudah hampir menutup pintu kamar mandi. Dewa yang masih duduk di ranjang refleks menahan tawa, lalu sedikit mengangkat suaranya.

“Ya maaf! Kalau soal itu di luar kendali gue—hehe!”

Nada suaranya terdengar setengah teriak, cukup keras supaya Lucy dengar, tapi tetap dibalut canggung. Pipinya tampak memanas, sementara senyum kecil muncul tanpa bisa ia tahan. Tangan kanan Dewa otomatis menggaruk tengkuknya—gestur khas orang yang malu tapi sebenarnya senang.

Ceklek.

Pintu kamar baru setengah terbuka.

Dewa cepat-cepat membaringkan diri, menarik selimut sampai dada dan memiringkan wajah seolah tertidur pulas.

“Assalamu’alaikum,” sapa Indriani dan Surya sambil masuk perlahan.

Mereka menatap sekeliling ruangan. Surya mengernyit.

“Loh… Lucy mana?”

Dari dalam kamar mandi terdengar suara Lucy, sedikit melambung karena panik.

“Ini, Pah, Mah! Di kamar mandi sebentar!”

Indriani dan Surya saling melirik, lalu duduk di sofa kecil dekat jendela. Pandangan mereka sempat jatuh pada Dewa yang terlelap—Pura-pura terlelap lebih tepatnya.

Sementara itu, di dalam kamar mandi, Lucy berdiri di depan cermin memakai kembali bra nya yang sempat melorot akibat ulah Sadewa lalu merapikan blousenya yang kusut, kemudian rambutnya ia sisir cepat dengan jari.

“Kebiasaan… nggak tau tempat banget si Dewa,” gumamnya.

Saat ia menengok ke cermin, sejumlah bekas kemerahan terlihat jelas di sepanjang lehernya. Lucy menghela napas panjang.

“Hadeuhhh...PR banget nutupinnya,” lirihnya.

Ia membuka pouch, mengambil concealer, dan mulai menepuk-nepukkannya di kulitnya dengan gerakan cepat namun teliti, berusaha menghapus semua jejak kejadian barusan.

Lucy keluar dari kamar mandi dengan wajah sudah lebih rapi, menyembunyikan jejak-jejak yang tadi membuatnya panik. Ia menghampiri orang tuanya yang langsung berdiri, lalu menyalami keduanya dengan senyum sopan.

Surya bertanya dengan nada sedikit khawatir, “Gimana keadaan Dewa, Lucy?”

Lucy mengangguk pelan, duduk di bangku dekat ranjang. “Udah agak mendingan kok, Pah. Mungkin besok atau lusa udah bisa pulang.”

“Syukurlah,” ucap Surya, menghela napas lega.

Indriani duduk dan langsung menelusuri ruangan dengan tatapan menilai. Ia melihat sofa empuk, TV besar, hingga kamar mandi yang lebih mirip hotel daripada rumah sakit.

Ih, VIP segala… mahal banget pasti, rutuknya dalam hati. Siapa yang bayar kamar semahal ini? Lucy?

Ia menghela napas pendek, wajahnya tetap jutek.

Lucy melirik ke arah ranjang. Dewa masih dalam posisi yang sama: diam, berselimut, wajah menghadap jendela. Tapi Lucy bisa melihat kelopak matanya yang sesekali bergerak, jelas-jelas sedang ngintip.

Dalam hati Lucy mencibir, Apa-apaan ini… dia pura-pura tidur?

Sudut bibir Lucy terangkat membentuk senyum licik. Ide iseng langsung muncul.

“Mah, Pah,” ucap Lucy sambil berdiri, meraih kantong pakaian kotor di keranjang. “Aku titip Dewa sebentar ya. Mau laundry-in baju-bajunya dulu.”

Indriani mengangguk cepat. “Ya udah sana, Mumpung ada kita. Biar kamu gak repot bolak-balik.”

Lucy mengangguk, pura-pura patuh. Padahal matanya sempat melirik Dewa sekilas dengan tatapan awas aja lo.

Dewa yang masih berpura-pura tidur langsung panik. Kelopak matanya berkedut sebelum tertutup lagi rapat-rapat. Ia berusaha tetap diam, tapi kedua tangannya gelisah di bawah selimut.

Dalam hati ia menggerutu, ish inimah gue dikerjain balik! Gak mungkin gue pura-pura tidur terus begini?!

Meski wajahnya tetap pura-pura lemas, telinganya jelas tegang, mengikuti setiap langkah Lucy yang semakin menjauh menuju pintu sambil membawa keranjang pakaian. Dewa hanya bisa pasrah — menyambut kecanggungan antara dia dan mertuanya nanti.

Beberapa saat kemudian,

Perlahan, Dewa membuka mata. Gerakannya pelan, seolah baru sadar dari tidur berat. Tapi ketika melihat dua sosok di sofa, matanya langsung membulat kaget. Seketika ia menurunkan kelopak matanya sedikit, berusaha tetap terlihat seperti orang yang baru bangun. Ia berdeham pelan, lalu memaksa dirinya tampak bingung.

“Eh… ada Mamah sama Papah ternyata..." ucap Dewa dengan suara serak dibuat-buat, tangannya mengusap wajah seolah baru sadar betul.

“Kapan datengnya?” Ia menatap mertuanya secara bergantian.

“Baru aja, Nak. Belum lama,” jawab Surya sambil tersenyum ramah.

Dewa mengedarkan pandangan mencari keberadaan Lucy. Indriani yang paham situasi menyaut sinis.

“Istrimu ke laundry dulu,” jawab Indriani singkat. Nada suaranya tetap kaku, alisnya sedikit terangkat seakan enggan melembut.

Surya yang duduk di sebelahnya langsung menyenggol pelan siku istrinya memberi isyarat untuk lebih ramah, namun Indriani hanya menghela napas kecil, tak terlalu peduli.

Pintu kamar diketuk pelan. Seorang perawat masuk sambil mendorong troli makanan. Ia tersenyum ramah saat mendekat.

“Makan siang pasien Sadewa,” ujarnya sambil menyerahkan tray makanan.

Indriani segera bangkit. Dengan sigap ia menerima tray itu, lalu menarik overbed table mendekat dan meletakkan makanan di sana.

“Makasih, Sus,” ucap Indriani dan Dewa hampir bersamaan.

“Baik, saya permisi dulu ya,” kata perawat itu sebelum keluar.

Ia duduk di pinggir ranjang, membuka plastik penutup makanan dengan gerakan teratur. Dewa mengambil sendoknya dan tersenyum kecil.

“Makasih, Mah,” ucapnya sebelum mulai makan. Ia sempat melirik kedua mertuanya. “Mamah sama Papah udah makan belum?” Tangan kirinya meraih ponsel di meja samping. “Kalo belum, biar Dewa pes—”

“Nggak usah, Nak. Kita tadi udah makan dulu,” jawab Surya dari sofa tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.

Indriani tidak banyak bicara. Ia hanya mengambil gelas kosong Dewa, menuangkan air minum, lalu meletakkannya di dekat tangan menantunya. Pandangannya sesekali jatuh pada wajah Dewa yang sedang makan.

Suasana mendadak hening. Dewa bisa merasakan tatapan Indriani yang terlalu fokus padanya, membuatnya sedikit gelisah. Ia menelan makanannya pelan, mencoba tetap tenang. Dalam hati, ia menggerutu, katanya udah makan… kok mamah liatinnya gitu banget? Ada yang salah sama gue, apa?

Keheningan itu pecah saat suara Indriani terdengar. Indriani kemudian mengambil gelas dan mengisi ulang air minum Dewa. “Kamu tuh usaha apa, sih? Lucy bilang kamu punya usaha.” ujarnya sambil kembali menuangkan air ke dalam gelas.

“Ah… usaha kecil-kecilan aja, Mah,” jawab Dewa sambil tersenyum sopan. “Outlet cemilan.”

“Oh.” Indriani menautkan alis. “Modal orang tua? Atau minjem ke bank?” Nada suaranya penuh selidik, seperti ingin memastikan Dewa bukan tipe yang bergantung.

Uhuk!

Dewa langsung tersedak mendengar pertanyaan itu, spontan memegang gelas dan meminum airnya. Ia cepat-cepat menggeleng. “Enggak, Mah. Alhamdulillah modalnya dari hasil jual mobil lama. Lumayan buat buka usaha kecil, beli rumah sederhana… sambil kuliah juga.”

Indriani sempat terdiam. Kerutan di dahinya sedikit melonggar, namun bibirnya tetap berusaha mempertahankan garis tegas. “Oh...mandiri juga kamu,” katanya, nadanya masih dingin, tapi jelas bukan sindiran.

Suasana kembali tenggelam dalam keheningan. Dewa melanjutkan makan pelan-pelan, sendoknya beradu halus dengan tray makanan. Indriani sibuk menatap layar ponselnya, sesekali menggulir tiktoknya. Sementara Surya duduk santai di sofa, menonton televisi dengan volume rendah.

Hanya suara AC dan bunyi halus dari TV yang mengisi ruangan, membuat hening itu terasa semakin nyata.

...****************...

Lucy kembali beberapa jam kemudian dengan sekantong hasil laundry di tangannya. Ia mendorong pintu perlahan, lalu meletakkan kantong itu di kursi dekat lemari. Aroma pakaian bersih masih terasa ketika ia menoleh ke arah tempat tidur.

Pemandangan di depannya membuat langkahnya terhenti.

Sadewa sedang bercakap santai dengan Surya—keduanya tersenyum kecil, seperti sudah lama akrab. Di sisi lain, Indriani duduk di sofa sambil mengupas buah dengan gerakan teratur, sesekali melirik ke mereka berdua dengan ekspresi yang tampak sedikit lebih lembut daripada sebelumnya.

Lucy berdiri diam beberapa detik. Ada kehangatan yang merayap naik ke dadanya.

Seneng banget liat Mama sama Papa mulai bisa nerima Sadewa…

Ia menarik napas pelan, perasaan lega dan haru bercampur jadi satu.

Tapi… gimana dengan keluarga Dewa, ya? Apa mereka juga bisa nerima gue suatu saat nanti?

...----------------...

Halooo Happy Weekend! 🍕🏠🎉

Jumpa lagi dengan kisah Dewa-Lucy, jangan bosen-bosen untuk ikuti terus perjalanan kisahnya mereka ya...

Akhirnya... mama Lucy perlahan luluh ya sama dewa 🥺

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak berupa vote like dan komentar yaa,😍

See You! 💕

1
Dini Anggraini
Semoga mamahnya dan papahnya dewa gak kayak mertua di sinetron ya judes, galak suka menghina merendahkan bahkan bila punya menantu miskin. Ortunya dewa baik2 sama lucy ya kasihan lucy dulu sudah di hina oleh keluarganya mantan sekarang kebahagiaan yang akan lucy dapatkan. Amien. 🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻😍😍😍😍
Ilfa Yarni
akhirnya dewa bertemu mamanya udah sekian lama trus gmn ya tanggapannya dgn lucu jgn sampe lucu dihina ya Thor aku ga rela
TokoFebri
hadduh mbak detri.. sama siapee nih..
TokoFebri
thank you om, emang bener sih om, sebagai orang tua kalau lihat anaknya menikah itu harus lepas tangan. maksudnya ga ganggu mereka terus. tinggal mantau saja. kalau ada yang ga bener di kasih tau. kalau ga bisa di kasih tau yaudah wkwkw.
TokoFebri
lucy kalau udah tau gini, aku harap kamu mau menemani dewa. jangan biarkan dia merasa hidup dalam kesendirian
Afriyeni Official
iyeess mantap dewa, kata kata begini yg Oma mau dengar 🤭 lanjutkan perjuangan mu nak/Determined/
Afriyeni Official
ngomong cinta mu bikin Oma baper,, yang jelas dong ngomongnya ah,,
Afriyeni Official
Lo sakit ya Andika, moga Lo betah di penjara
Ari Atik
ya..itulah seorang ibu.....
apapun kondisi anaknya,hati seorang ibu tetaplah tulus pada anaknya....
Avalee
Kirain ada motif macan tutulnya
Avalee
Keknya ahmad titisan buaya sii ini 🗿
Avalee
Mira itu bininye ape beneran adik? Adik2an tapinya 🤣
Shin Himawari
waduu masalalu dewa apa ya kayanya berat 🥲
Shin Himawari
beda lucc, yang ono udh mokondo manchild dewa mahhh perintis gentlemannnn ☺️
Shin Himawari
ini panggilan kakak kapan ganti jadi sayang yaaaa dew 🤭 punten bgt nih aku yg gregetan wkwk
Alyanceyoumee
mau.... syukurlah masalh nya selesai ya lu...
Alyanceyoumee
tenang wa, sabaar
Drezzlle
Bos lu mau di cerai in/Facepalm//Facepalm/
Drezzlle
Lucy umurnya doang yang dewasa, tapi pikirannya masih labil
Resa05
up lagi gaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!