Selamat datang di Kos-kosan 99% Waras, tempat di mana hidup anak rantau terasa seperti sinetron komedi tanpa sutradara.
Di sinilah bowo tambun si mafia mie instan, Doni si gamer , Salsa si konten kreator sok hits, dan Mbak Ningsih si dukun Excel harus bertahan hidup di bawah aturan absurd sang pemilik kos, Bu Ratna alias Bu Komando.
Aturannya sederhana tapi kejam: siapa minum terakhir wajib ganti galon, sandal hilang bukan tanggung jawab kos, dan panci kotor bisa langsung dijual ke tukang loak.
Setiap hari ada saja drama: dari listrik mati mendadak, mie instan dimasak pakai lilin, air galon jadi rebutan, sampai misteri sandal hilang yang bikin satu kos ribut pagi-pagi.
Tapi di balik semua kekacauan itu, ada juga kisah manis yang tumbuh diam-diam. Doni dan Salsa yang awalnya hobi ribut urusan sepele malah sering kejebak momen romantis dan konyol. Sementara Bowo yang doyan ngegas gara-gara mie justru bikin cewek kos sebelah penasaran.
Satu hal yang pasti,
Bukan nilai kuliah atau ujian online yang jadi tantangan terbesar anak-anak ini, tapi bertahan hidup di kos dengan 99% kewarasan,dan penuh misteri.bagaima kelanjutan kisah percintaan mereka? stay tune guysss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poying22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Kos 99% Waras
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian di ruang bawah tanah. Tiga hari itu juga sejak mereka semua hampir berubah jadi sate digital karena mesin setan bernama A.R.Y.A itu.
Sekarang?
Mereka kembali ke rutinitas normal atau setidaknya mencoba untuk kelihatan normal.
“WOY, SIAPA YANG PAKE RICE COOKER BUAT GORENG TELUR!?”
Teriakan itu menggema dari dapur, sukses membangunkan seluruh penghuni kos.
Doni muncul dari kamar dengan rambut acak-acakan, masih pakai headset gaming. “Gak bisa multitasking dikit, Bow? Gue lagi push rank tadi!”
Bowo alias mafia mie instan sejati mengangkat spatulanya tinggi-tinggi. “Lu tau gak don, rice cooker itu buat masak nasi, bukan jadi frying pan darurat! Sekarang lengket semua, lu mau bersihin pake nyawa ya!”
Salsa keluar dari kamarnya dengan membawa tripod. “Guys, guys, bisa tolong jangan berantem dulu? Aku mau buat konten ‘24 jam hidup bersama anak kos yang barbar’. Tolong natural aja ya.”
“NATURAL GIMANA, NIH RICE COOKER UDAH JADI TONG SAMPAH!” teriak Bowo lagi.
Salsa langsung mengarahkan kameranya. “Perfect Emosi asli Suka banget.”
Mbak Ningsih dan Excel Mistis,Dari pojokan ruang tamu, terdengar suara lembut namun menyeramkan. Mbak Ningsih, sang dukun Excel, sedang menatap laptop tuanya dengan serius.
“Kalau rumus SUM ini aku ubah ke angka tanggal lahir Doni…” gumamnya pelan.
Excel nya langsung nge freeze.
“Ha! Sudah kuduga. Energinya terlalu negatif,” katanya sambil menaburkan garam di atas keyboard.
Lia, yang baru keluar dari kamar sambil membawa buku catatan tebal, cuma geleng-geleng kepala. “Mbak, itu laptopnya rusak bukan kesurupan.”
“Bisa jadi keduanya,” jawab Mbak Ningsih datar.
Rian, sang mahasiswa teknik sipil paling waras di kos itu, duduk di meja makan sambil menggambar sketsa pipa air.
“Kita tuh perlu sistem pembuangan baru. WC belakang tuh udah kayak proyek yang gagal, sumpah.”
Doni langsung nyeletuk, “Ya itu gara-gara lu pasang paralon kayak jalur ular tangga, Ri.”
Rian ngelirik tajam. “Gue tuh eksperimen aliran gravitasi rendah!”
Bowo ngakak. “Gravitasi rendah di kos dua lantai yang bocor aja? Gile, NASA kalah.”
Sementara itu, Salsa yang ingin menjemur pakaian, tapi tali jemuran nya udah penuh.
“Siapa yang naro celana dalam sepuluh biji di sini!? Satu orang aja kayak punya lima identitas!”
Doni nyeletuk dari dalam kamar, “Itu bukan celana dalam, itu masker cadangan! Masa pandemi dulu masih sisa.”
Salsa menatap kamera dengan ekspresi muak. “Oke, guys, segmen ‘Anak Kos yang Belum Move On dari 2020’ dimulai sekarang.”
Sore hari, mereka semua ngumpul di ruang tengah buat “rapat penting” versi anak kos.
Rian mengetuk meja. “Baik, agenda kita hari ini mengatur jadwal bersih-bersih dan pembagian tugas sesuai dengan perintah Tante Ratna Alias ibu komando kalian.”
Bowo angkat tangan. “Gue bagian masak aja.”
“Masak mie gak dihitung, Bow.”
“Ya kan spesialisasi gue, masa disalahin?”
Mbak Ningsih tiba-tiba berkata lirih, “Aku merasa energi negatif mengelilingi kamar mandi belakang. Ada arwah yang belum terima sabunnya habis.”
Doni langsung panik. “Waduh, itu sabun gue tuh, yang warna ungu. Jangan bilang disimpen hantu, Mbak!”
Rian menepuk dahinya. “Astaga aku kuliah empat tahun buat ngatur air, bukan ngatur sabun arwah!”
Malamnya, suasana mendadak sunyi. Hanya suara jangkrik dan kipas tua yang mendesis pelan.
Tiba-tiba…
duk… duk… duk…
Suara langkah kaki dari loteng.
Salsa langsung menghidupkan kameranya lagi. “Guys jangan panik, tapi kalau ini hantu, konten ku bisa jadi trending besok.”
Doni tiarap di kasur. “Gue panik bukan karena hantu, tapi takut kuota gue abis kalau lu live, Sal!”
Rian berdiri, mengambil senter. “Udah, biar gue cek, kalian jangan ribut.”
Ia naik tangga pelan-pelan. Semua menatap ke atas, tegang Dan ternyata
si pocong kuncing gembul keluar dari loteng dengan wajah datar, membawa bungkus mie di mulutnya.
Bowo langsung berdiri, mata nya membulat. “CongI! Itu stok mie langka gue! Edisi pedas naga level 13!”
pocong menatap Bowo dengandatar, seperti berkata, “Dan sekarang ini punya siapa?”
Lalu dengan tenang, dia menjatuhkan bungkus mie itu di lantai, dan duduk di atasnya mulai menjilati tangannya sendiri.
“Gue curiga nih kucing emang keturunan mafia juga,” gumam Rian sambil menyorotkan senter ke arahnya.
Salsa langsung jongkok, kameranya menyala. “pocong, say something for the vlog! Kamu curi mie lagi ya?”
Pocong menatap lensa kamera lima detik penuh. Lalu menguap.Salsa ngakak. “Perfect banget! Nih ekspresinya tuh kayak aku gak peduli dunia, asal perutku kenyang’.”
Doni dari bawah kasur nyeletuk, “Itu bukan pocong, itu reinkarnasi rasa malas dalam bentuk kucing.”
Bowo mendekat pelan-pelan. “Cong, denger ya… mie itu limited edition, cuma ada di toko online luar negeri. Jadi tolong balikin ke aku ya”
Pocong malah berdiri,membawa bungkus mie itu pakai mulutnya, dan jalan dengan pelan banget ke arah dapur.
Semua mengikuti di belakang kayak iring-iringan pengantar jenazah mie.
Begitu sampai dapur, Pocong meletakkan bungkus mie itu di depan rice cooker yang masih gosong karena ulah Doni tadi pagi.
Lalu dia duduk, menatap rice cooker itu seperti sedang merenung tentang kehidupan.
Lia yang dari tadi diem akhirnya membuka suara, “Aku rasa dia cuma mau ngasih tau kalau rice cooker itu udah waktunya pensiun.”
“Gue rasa dia mau masak sendiri,” sahut Rian.
Pocong lalu mendengkur pelan, menggeliat, dan tanpa peringatan tertidur tepat di atas kabel rice cooker.
Doni melotot. “Jangan bilang pocong kucing gembul lagi ngecas dirinya sendiri!?”
Mbak Ningsih menatap dengan pandangan serius,dan memegang garam. “Dia sedang menyerap energi di rumah ini.
Bowo menepuk dahi. “Mbak, itu kucing bukan powerbank spiritual.”
Tiba-tiba Pocong kucing Gembul bergerak sedikit, lalu kentut pelan. Suaranya mungil tapi bisa mematikan.
Salsa teriak, “Woiii siapa yang nyalain efek suara!?
“Bukan efek!” Doni menutup hidungnya. “ITU REALITY!”
Semua langsung kabur dari dapur sambil teriak-teriak, kecuali Mbak Ningsih yang tetap berdiri tenang sambil berkata, “Itu tandanya rumah ini sudah bersih dari energi jahat.”
“Enggak Mbak,” sahut Lia dari ruang tamu, “Itu tandanya ventilasi udara di rumah ini jelek.”
Bowo akhirnya menyerah, dan duduk di kursi sambil memandangi si Pocong kucing gembul yang kini tertidur pulas di dekat rice cooker bekas peperangan.
“Ya udah lah, kalau lo bahagia, Bow ikhlas. Tapi inget ya, mie itu hutang lo.”
Rian menepuk bahunya. “Udah, anggap aja sedekah buat makhluk suci.”
Doni nyengir. “Makhluk suci yang bisa kentut di dimensi lain.”
Salsa menutup kameranya dan tersenyum kecil. “Tau gak sih… aku rasa kita semua masih bisa ketawa karena ada dia.”
Mbak Ningsih mengangguk pelan. “Betul. Waktu dunia hampir kiamat, cuma Pocong yang gak panik. Dia tidur aja terus. Artinya, kita juga harus belajar dari dia, santai dalam menghadapi hidup.”
Rian tersenyum. “Iya, selama ada Pocong Kuncing Gembul, kos ini kayak punya penenang alami.”
Dari luar, terdengar suara motor lewat. Lampu dapur berkedip sebentar, tapi tak ada yang peduli. Semua sibuk bercanda dan tertawa.
Di pojokan, Gembul menggeliat pelan, membuka matanya sesaat, lalu menatap ke arah tangga ke loteng. Tatapannya tenang tapi di matanya memantul cahaya merah kecil.
Lalu ia kembali menutup mata dan mendengkur, seolah tak terjadi apa-apa.