Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Rencana Rani
Sesuai yang dijanjikan, Alden pun bertemu dengan Rani setelah tokonya tutup. Sebenarnya ia tidak berniat untuk menemani gadis itu, tapi ia ingin bertanya sesuatu tentang Dania yang mungkin saja Rani ketahui.
Tibalah mereka di sebuah kafe yang tak jauh dari toko roti Alden. Alden merasa heran, apa maksud Rani mengajaknya ke tempat seperti ini. Sementara Rani pun tahu hubungan Alden dan Dania baru saja berakhir.
"Kenapa kamu ajak aku kesini, Rani?" Tanya Alden bingung.
Rani tidak langsung menjawab, ia menyunggingkan senyum dan duduk mendekat ke arah Alden. Alden yang merasa tidak nyaman langsung menarik diri sedikit.
"Cuma pengen ngobrol aja sih sebenarnya." Ujar Rani dengan nada seperti biasanya. "Oh, aku mau kuliah di luar kota lho."
Rani langsung memberitahu tentang kuliahnya, padahal Alden sama sekali tidak bertanya. Bahkan Alden pun tidak berniat menanyakan apapun tentang pribadi Rani.
"Oh, ambil jurusan apa?" ujar Alden berbasa-basi walaupun ia sebenarnya merasa ada yang aneh dengan Rani.
"Aku mengambil jurusan bisnis. Aku ingin menjadi seorang pebisnis sukses suatu hari nanti." jawab Rani antusias.
Alden hanya mengangguk singkat tanpa mengatakan apa-apa. Rani merasa kesal dan juga malu, pasalnya ia begitu antusias tapi tidak ada jawaban apapun dari Alden.
Suasana menjadi hening tanpa ada sepatah katapun yang terucap dari mereka. Alden memang bersama Rani saat ini, tapi pikirannya jauh melayang kepada Dania. Apa yang sedang dilakukan gadis itu sekarang?
"Al," panggil Rani tiba-tiba.
"Hmm," Alden langsung menoleh, tidak mengatakan apa-apa sampai akhirnya Rani membuka suara.
"Jujur, aku masih ada rasa sama kamu. Aku gak bisa lupain kamu, Al." ujar Rani jujur.
Alden tentu saja terkejut, ia mengira bahwa Rani sudah melupakannya terlebih Rani tahu bahwa Alden menyukai temannya sendiri.
Tiada di sangka, ternyata Rani justru masih memendam rasa untuknya. Pantas saja jika beberapa hari terakhir Rani seperti dengan sengaja mendekatinya.
"Aku menghargai perasaan kamu. Tapi maaf, aku gak bisa balas perasaan kamu. Hati aku hanya untuk Dania, Ran." ujar Alden pada akhirnya.
Rani terdiam, hatinya terasa panas. Lagi-lagi Alden menyebutkan nama Dania. Rani mulai terbakar dengan api cemburu, ia tidak bisa menerima perkataan Alden yang hanya memiliki perasaan untuk Dania.
"Apa sih yang kamu lihat dari dia?!" Batin Rani.
"Oh, kebetulan kita disini. Aku mau nanya tentang sesuatu." ujar Alden di sela-sela keheningan.
Rani tersenyum, ia berpikir bahwa mungkin Alden sedang mempertimbangkan perkataannya tadi. Ia pun langsung membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Alden.
"Apa itu?"
"Apa yang terjadi dengan pertemanan kalian berdua? Apa kamu yang mempengaruhi Dania untuk menjauhi ku, Rani?" tanya Alden serius.
Ekspresi wajah Rani yang awalnya tersenyum berubah menjadi terkejut. Bagaimana tidak, ia sangat tidak menyangka bahwa Alden menanyakan itu. Sepertinya Alden mulai mencurigai dirinya tentang renggangnya pertemanan mereka.
"A-apa maksud kamu Al? Aku gak ngerti deh." ujar Rani yang mulai gugup.
"Aku cuma nanya aja kok. Bukan bermaksud untuk mengintimidasi. Jawab aja, iya atau tidak?" Alden menatap Rani tajam, entah kenapa ia sangat yakin bahwa ini ada kaitannya dengan Rani.
Rani sendiri hanya terdiam, seolah membenarkan perkataan Alden. Ia bingung harus mengatakan apa. Memang benar adanya pertemanan Rani dan Dania sudah asing karena ego Rani sendiri.
"Aduh, sakit banget kepala aku." ujar Rani tiba-tiba.
Alden yang awalnya serius, kini berubah menjadi khawatir. "Kamu kenapa, Rani?"
Rani tidak menjawab apa-apa, ia memenangi kepalanya yang terlihat sangat sakit. Alden langsung memegangi bahu Rani, khawatir dengan kondisi gadis itu.
"Are you okay, Rani?"
Pantas saja Rani bisa begitu egoisnya jika itu tentang Alden. Pasalnya, Alden memang sebaik itu dan sangat pengertian pada dirinya. Ya, bisa dibilang Alden memang berlaku seperti itu pada siapa saja yang dekat dengannya.
Rani membuka mata, menatap Alden yang begitu dekat dengannya. Ia menggelengkan kepalanya mencoba untuk terlihat lemah.
"Gak papa, Al. Aku cuma butuh istirahat aja." ujar Rani dengan suara lirih.
"Ya udah, aku antar pulang." ujar Alden sambil membantu Rani berdiri.
Rani mengangguk singkat, tapi dalam hatinya tersenyum kemenangan. Rencananya berhasil, Alden tidak jadi bertanya tentang Dania.
Rani sudah memprediksi ini, mengingat Alden yang tidak bersemangat seperti biasanya. Sudah pasti yang dipikirkan Alden adalah Dania, gadis yang mempengaruhi suasana hatinya.
Saat mereka berdua berjalan keluar kafe, Rani berpura-pura terpeleset dan Alden yang terkejut langsung memegang tangannya agar tidak terjatuh.
"Hati-hati, Rani!"
Rani merasa jantungnya berdegup kencang. Ia pun mengambil situasi ini untuk terlihat sangat lemah.
"Aku lelah banget, Al-"
Bruk!
Rani pun melemas dan jatuh pingsan. Alden langsung menangkap tubuhnya sebelum jatuh ke tanah. Alden mencoba menyadarkan Rani dengan menepuk pipinya pelan. Tapi hening, Rani sama sekali tidak bereaksi.
Tanpa pikir panjang, Alden pun langsung membopongnya menuju rumah Rani. Jika sudah berada di rumah, Rani bisa beristirahat dan harap-harap akan sadar dari pingsannya.
Jangan lupakan, Rani hanya berpura-pura pingsan karena ia hanya ingin memanfaatkan situasi. Rani merasa sangat puas, ia berhasil membuat Alden lengah. Dan sekarang, ia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan Alden.
Alden tidak menyadari bahwa Dania memperhatikan momen itu. Hatinya terasa sangat sakit melihat Alden yang begitu dekat dengan Rani setelah hubungan keduanya berakhir.
Niat hati ingin pergi ke supermarket untuk membeli sesuatu, Dania justru dikejutkan dengan pemandangan yang sangat tidak menyenangkan baginya. Alden, pemuda yang masih ada di hatinya bisa langsung dekat dengan Rani yang sekarang menjadi musuhnya.
Tanpa sadar, satu tetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Pandangannya tak sedikitpun lepas dari Alden yang sudah menjauh.
Dania meremas roknya, bahkan sangat kuat. Rasa tidak rela mulai menyelimuti hatinya. Dania yang menyuruh Alden pergi tanpa alasan, tapi kenapa ia merasakan cemburu ketika Alden dekat dengan Rani?
"Segitu cepatnya kamu lupain aku, Al?" batinnya.
Dania pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi ke supermarket. Ia berlari ke rumahnya sambil menyeka air mata yang terus menetes.
Dania mencoba untuk menenangkan dirinya, tapi perasaannya tidak bisa dibohongi. Rasa itu masih ada untuk Alden bahkan masih sama, dan ini membuatnya terasa sangat sakit.
"Apa aku salah?" ujar Dania lirih ketika berhenti di sebuah taman. "Aku yang menyuruhnya pergi, tapi kenapa aku yang merasa cemburu?"
Dania menutup matanya dengan kedua tangannya, membiarkan air matanya terus menetes. Dania sepertinya menyesali tindakannya untuk mengakhiri hubungan dengan Alden.
Apa yang dilihat Dania sangatlah jelas, ia melihat Alden yang begitu perhatian pada Rani. Walaupun Dania sendiri tidak bisa menyangkal bahwa Alden memang memiliki hati yang baik pada siapa saja.
Tapi bukan berarti Dania tidak cemburu melihat kedekatan Alden dengan Rani. Jika itu dengan orang lain maka tidak masalah bagi Dania. Tapi itu adalah Rani, teman yang mengkhianati persahabatannya.
"Apa aku harus pergi, Al?"
^^^Bersambung...^^^
recomend banget pokoknya😍
Happy reading 😊