Melati berubah pendiam saat dia menemukan struk pembelian susu ibu hamil dari saku jas Revan, suaminya.
Saat itu juga dunia Melati seolah berhenti berputar, hatinya hancur tak berbentuk. Akankah Melati sanggup bertahan? Atau mahligai rumah tangganya bersama Revan akan berakhir. Dan fakta apa yang di sembunyikan Revan?
Bagi teman-teman pembaca baru, kalau belum tahu awal kisah cinta Revan Melati bisa ke aplikasi sebelah seru, bikin candu dan bikin gagal move on..🙏🏻🙏🏻
IG : raina.syifa32
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raina Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Sandra melangkah masuk dengan tatapan waswas, matanya langsung melirik ke arah tangga. "Tujuan mama kesini buat nengokin cucu-cucuku, mereka sekarang di mana?" tanyanya, ekor matanya melirik lantai atas, berharap cucu-cucunya menyambut kedatangannya.
Melati menoleh dari dapur, wajahnya terlihat sedikit kaku. "Mereka ada kok, Ma. Ayana lagi pengen sama Mbak Sri di kamar," jawabnya pelan, sambil menggigit bibir bawah. Sandra mengerutkan dahi, pandangannya tajam mengalir dari Melati ke anaknya. "Tumben, Ayana kok lengket banget sama Sri" ucapnya pelan, lalu melepaskan sindiran tajam tanpa basa-basi.
"Oh mama tau Ayana mungkin nggak betah dengan hawa panas, jadi nggak nyaman." Melati menelan ludah, merasa tersentil dengan ucapan mama mertuanya yang cukup pedas. Meski ibu mertuanya hangat dan penuh perhatian, akan tetapi memiliki sifat kritis.
Revan menarik nafas panjang, bahunya ikut menurun berat seolah menanggung beban yang tak kasat mata. "Iya, Ma… akhir-akhir ini hubungan kami memang sedang rumit. Ada kesalahpahaman yang susah buat menyelesaikannya, memang ini mutlak kesalahan Revan yang menyimpan masalah ini sendirian."
Alis Sandra mengerut tajam, matanya menatap Revan penuh pertanyaan kemudian beralih pada menantunya. "Salah paham gimana, Mel?"
Melati mengerutkan dahi, napasnya memburu sebelum akhirnya suaranya muncul dengan tegas, nyaris bergetar. "Ini bukan soal salah paham, Ma. Ini sebuah pengkhianatan."
Melati menatap tajam ke wajah Revan, sorot matanya penuh kecewa yang sulit disembunyikan. "Mama lihat sendiri, kan? Bagaimana Mas Revan dulu tega mengkhianati kepercayaanku—menduakanku dengan gurunya. Kalau mama jadi Melati, mama kira mudah memaafkannya?" Suaranya bergetar, tapi tetap tegas, seperti menahan amarah yang bergejolak dalam dadanya.
Revan mengerutkan dahi, suaranya naik setingkat, "Sayang, itu sudah bertahun-tahun lalu! Kenapa harus diungkit lagi?"
Melati menyipitkan mata, senyumnya berubah sinis, "Iya, memang sudah lama berlalu, tapi sekarang kamu ulangi lagi."
Revan mengusap wajahnya dengan kasar, jari-jarinya menyisir rambut yang kusut penuh frustrasi. "Ya Tuhan, gimana lagi aku mau jelasin, aku bingung."
Dia berpaling ke arah ibunya dengan mata memohon, "Ma, gimana dong?"
Sandra cuma mengedikkan bahu, wajahnya acuh tak acuh. "Lah, kamu yang bikin masalah, kenapa mama yang harus repot?"
Revan menyambar, suaranya semakin tegas, "Mama, maksudnya Revan ngajak mama ke sini untuk nyelesaiin masalah, bukan malah memperkeruh suasana."
Sandra memandang bergantian anak dan menantunya. "Kalian berdua dengerin mama ngomong, jangan ada satupun yang nyela kecuali mama minta pendapat kalian."
"Melati, anak mama sudah menceritakan akar permasalahannya, betul kamu salah paham."
"Revan ceritakan semua pada istrimu tanpa ada satupun yang kamu tutupi," perintah Sandra pada putranya.
"Dan kamu Melati dengarkan suamimu ngomong, bukan mama belain anak mama sendiri. Mama cuma mau kesalahpahaman ini segera tuntas."
Melati mengangguk pelan, wajahnya menampakkan kelelahan yang sulit disembunyikan. Ia sudah tak punya energi lagi untuk membantah. Revan mulai membuka cerita dari awal—kecelakaan yang tak terduga itu, permintaan Dewi untuk menikahinya karena kehamilan, sampai struk pembelian kebutuhan ibu hamil dan beberapa potong daster yang ditemukan istrinya. Cerita tentang bolak-balik perjalanan Jakarta-Bandung demi menemui Dewi juga tak luput dari pembicaraan. Melati duduk tegak, matanya menatap tajam meski hatinya bergejolak, mencoba menyerap semua informasi itu.
“Sudah jelas, kan?” tanya Sandra tegas, suaranya menyisipkan harap. Melati mengangguk lemah, tanpa kata.
Sandra menghela napas panjang, lalu menatap keduanya satu persatu. “Kamu, Revan, kalian sudah berumah tangga lama. Seharusnya masalah seperti ini dibicarakan secara terbuka dengan istrimu, bukan main sembunyi-sembunyi kayak gini. Dan kamu, Melati, mama minta jangan pernah menyimpan masalah sendiri. Kalau ada sesuatu yang aneh dari suamimu, selidiki sampai tuntas. Jangan diam, jangan ragu untuk menghadapi langsung kalau perlu intimidasi suamimu, paksa buat bicara jujur.”
Suaranya sedikit meninggi, ada keprihatinan yang sulit disembunyikan. “Kalau masalah Dewi, biar mama yang urus. Tapi kalau kamu mau bersilaturahim, kamu boleh ikut, Mel.” Melati mengangguk sekali lagi, dadanya terasa sesak meskipun kata-kata itu mulai menuntunnya pada keputusan yang sulit. Api cemburunya belum padam mengingat perempuan bernama Dewi itu selalu menggelayuti lengan suaminya dengan manja.
***
Revan berdiri terpaku di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat, dadanya berdebar tak karuan. Suara gemericik air mengalir seakan memacu adrenalin dalam dirinya, mengobarkan rindu yang berkali-kali ditolak Melati.
Dengan langkah pelan dan ragu, ia mengetuk pintu itu, suaranya bergetar saat memanggil, "Sayang, mandinya lama banget sih, Mas udah nggak sabar nih."
Beberapa saat kemudian, suara air berhenti. Revan menahan napas saat lima menit berlalu, lalu Melati keluar dengan rambut basah, meneteskan tetesan air di bahunya. Matanya yang sayu menatap Revan sejenak sebelum cepat-cepat meremas rambutnya dengan handuk. Hatinya mencelos, tahu benar kalau rambut basah seperti ini tandanya dia baru selesai keramas — pertanda keinginannya bakal kembali ditolak.
"Lho, sayang, kok udah mandi basah?" tanya Revan dengan nada berharap.
Melati menengahi sambil menggenggam handuk erat-erat, "Emang ada ya mandi kering?" jawabnya santai, sebelum menyalakan hair dryer dan suara deru panas mengisi ruangan, membuat harapan Revan perlahan memudar.
Setelah merasa rambutnya cukup kering, Melati segera melangkah ke tempat tidur tanpa membuang waktu. Revan semakin frustasi, hatinya semakin sesak melihat sikap santai sang istri.
“Sayang, itu handuk kimononya kok nggak dilepas? Basah, nanti kamu masuk angin,” suara Revan keluar dengan nada penuh kekhawatiran.
Melati menoleh, matanya menantang. Tanpa ragu, tangannya menarik handuk kimono itu, lalu ia lemparkan tepat ke muka Revan. Revan terkejut, refleks mengangkat tangan menyingkirkan handuk basah itu, jantungnya berdebar ketika pandangan mereka bertemu. Kedua matanya membesar, terhanyut dalam pesona yang tak pernah ia duga sebelumnya.
dari dulu kok melati trus yg nerima siksaan dan kjhtan,
Ini perempuan siapa lagi yang ganti nyulik Melati.
Kalau punya suami ganteng, mapan dan kaya banyak pelakor bersliweran pingin gantiin istri sah. Semoga Revan bisa nolong Melati dan anaknya. Kasihan......