NovelToon NovelToon
Om Duda Genit

Om Duda Genit

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Lune

Punya tetangga duda mapan itu biasa.
Tapi kalau tetangganya hobi gombal norak ala bapak-bapak, bikin satu kontrakan heboh, dan malah jadi bahan gosip se-RT… itu baru masalah.

Naya cuma ingin hidup tenang, tapi Arga si om genit jelas nggak kasih dia kesempatan.
Pertanyaannya: sampai kapan Naya bisa bertahan menghadapi gangguan tetangga absurd itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Lune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pagi yang Bikin Degup Nggak Normal

Mobil hitam milik Arga perlahan berhenti di depan sebuah restoran besar dengan papan nama elegan bertuliskan "morning Dine". Bangunannya tampak modern, berdinding kaca besar dan dipenuhi aroma kopi serta roti panggang yang semerbak bahkan sampai ke parkiran.

Raka yang duduk di kursi belakang langsung mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya berbinar penuh semangat. "Papa, kita makan di sini aja ya! Aku pengen sarapan roti isi keju sama jus jeruk," ucapnya dengan nada ceria.

Arga melirik putranya lewat kaca spion, bibirnya terangkat sedikit senyum tipis khasnya yang jarang muncul. "Boleh. Kamu memang udah kelihatan lapar dari tadi," ucapnya dengan suara tenang tapi hangat.

Begitu mobil berhenti sempurna, seorang pelayan langsung menghampiri, membukakan pintu untuk Arga dan Raka. Arga keluar terlebih dahulu, membetulkan jasnya yang berwarna abu muda, lalu membantu Raka turun. Penampilannya benar-benar rapi rambut hitam disisir ke belakang, sepatu mengilap, dan aroma parfum maskulin yang samar tapi mewah.

Raka memandang ke sekeliling dengan mata berbinar. "Wah, tempatnya keren banget, Papa! Ini kayak restoran di film!" serunya antusias.

Arga terkekeh kecil, satu tangan menepuk kepala anaknya dengan lembut. "Kamu emang doyan gaya, ya. Padahal di rumah juga ada sarapan."

"Tapi di rumah nggak ada jus jeruk favorit aku," sahut Raka cepat, lalu menarik tangan Arga menuju pintu masuk.

Beberapa pengunjung yang sedang menikmati sarapan memperhatikan keduanya sejenak. Ada sesuatu dari cara Arga berjalan tenang, berwibawa, tapi tetap lembut saat bersama anaknya. Seolah kontras antara sosok pria dingin dan ayah penyayang berpadu dalam satu pemandangan yang menenangkan.

Seorang pelayan menyambut mereka dengan senyum sopan. "Selamat pagi, Pak. Untuk berdua?"

Arga mengangguk. "Iya, untuk dua orang. Tolong meja di dekat jendela."

Mereka duduk di meja yang menghadap ke jalan, dari sana Raka bisa melihat lalu lalang orang, termasuk anak-anak berseragam sekolah yang berangkat dengan tergesa-gesa.

"Kakak cantik itu suka ngomel tapi lucu," ucap Raka sambil cengengesan.

Sudut bibir Arga terangkat lagi, kali ini lebih jelas. "Lucu, ya?" tanyanya santai.

"Iya! Tapi Kak itu kayaknya malu, soalnya perutnya bunyi pas bilang udah sarapan," jawab Raka polos, membuat Arga menunduk, menahan tawa yang akhirnya lolos juga dari bibirnya.

"Anak kecil tapi pengamatannya tajam juga," gumamnya sambil tersenyum samar.

Pelayan datang membawa menu, tapi Arga masih sempat melirik ke luar jendela, melihat jalan yang tadi mereka lewati. Dalam benaknya, wajah Nayla sempat melintas ekspresinya yang kikuk, pipinya yang memerah, dan cara dia mencoba terlihat tenang padahal jelas-jelas malu.

Senyumnya muncul lagi, kali ini nyaris tak bisa ia sembunyikan. "Lucu banget, sih," bisiknya pelan, lebih ke diri sendiri.

Raka yang mendengar itu langsung melongo. "Apa, Pa?"

"Enggak, Papa cuma mikir... lucu juga kalau suatu hari kita sarapan bareng sama Kak itu."

"Waaah! Aku setuju!" Raka langsung bersorak kecil, membuat Arga terkekeh pelan.

Namun di balik tawa itu, Arga sendiri merasa aneh ada sesuatu tentang gadis itu yang menempel di pikirannya sejak tadi pagi.

*****

Nayla akhirnya tiba di kampus dengan langkah gontai. Matahari pagi mulai menembus sela-sela pepohonan, membuat bayangan daun menari di wajahnya. Ia menghembuskan napas panjang dan menjatuhkan diri di salah satu bangku taman kampus yang berada di bawah pohon besar.

"Duh, gini banget sih hidup gue," gumamnya sambil membuka bungkus es krim yang baru dibelinya. "Sumpah, ini perut kenapa sih harus bunyi pas depan dia? Nggak bisa banget diajak kompromi," lanjutnya sambil menyuapkan es krim ke mulut.

Belum sempat menikmati gigitan kedua, tiba-tiba seseorang berteriak, "BOOO!" tepat di belakangnya.

"AAAKKK!!" jerit Nayla sambil hampir menjatuhkan es krimnya. Ia menoleh cepat dan melihat Mita, sahabatnya, berdiri dengan senyum lebar di wajahnya.

"Ihh, Mita! Untung aja es krim gue nggak jatuh! Sumpah ya, kalau jatuh, lo yang gantiin sepuluh!" omel Nayla sambil memegang dadanya.

Mita malah tertawa ngakak. "Yaelah, Nay. Lo ngapain sih duduk di bawah pohon sambil ngomel-ngomel sendiri gitu? Udah kek penunggu pohon, seriusan. Tinggal kurang selendang doang."

Nayla melotot sambil manyun. "Gue tuh lagi kesel, Mit. Lagi butuh ketenangan, bukan ditakut-takutin."

Mita langsung duduk di sebelahnya, menatap penasaran. "Kesel? Pasti karena tetangga genit lo itu, kan?"

Nayla mendengus sambil menggigit es krimnya keras-keras. "Ya siapa lagi coba? Emang hidup gue tenang kalau nggak karena dia?"

"Emang kenapa lagi dia? Kemarin minta garam, sekarang apalagi? Gula?" goda Mita sambil menahan tawa.

Nayla memutar bola matanya dengan dramatis. "Lebih absurd lagi, Mit! Tadi malam tuh dia ketuk-ketuk rumah gue. Gue kira ada apa gitu, eh ternyata cuma minta..."

"Minta apa?" tanya Mita, mencondongkan tubuh.

"Kacang hijau," jawab Nayla datar.

"Kacang hijau?" Mita sampai bengong. "Ngapain dia minta kacang hijau, Nay?"

"Itu dia! Gue juga nggak ngerti. Padahal tuh kacang hijau rencana mau gue buat bubur. Udah gue simpen dari kemarin, niat banget. Tapi gue kasian sama anaknya, si Raka. Jadi ya gue kasih aja," ucap Nayla sambil memainkan sendok es krimnya.

Mita terkekeh, menepuk bahu Nayla. "Gila, Nay, lo tuh lembek banget. Coba aja dia yang minta, lo galakin dikit juga boleh kali."

"Lembek apanya! Gue cuma nggak enak sama anaknya. Tapi sumpah ya, Mit, nih orang tuh ada aja alesannya buat ganggu gue. Kemarin garam, sekarang kacang hijau, besok-besok jangan-jangan dia minta rumah gue sekalian."

Mita ngakak sampai tepuk paha. "HAHA, iya, terus lo kasih juga karena kasian sama Raka!"

"Enggaklah! Gue kasih kunci rumahnya aja sekalian biar gampang minta apa-apa!" Nayla memutar bola mata, tapi pipinya sedikit merona, entah karena kesal atau karena teringat senyum genit Arga semalam.

Mita langsung curiga. "Eh, lo jangan-jangan... mulai baper, ya?" goda Mita dengan tatapan nakal.

"APAAN SIH! SIAPA YANG BAPER!" Nayla langsung berdiri, panik, sementara Mita semakin ngakak.

"Ya ampun, Nayla, muka lo merah banget!" seru Mita sambil menutupi mulutnya.

"Merah karena malu dibilang penunggu pohon, bukan karena bapak-bapak genit itu!" bela Nayla dengan nada tinggi.

"Tuh kan, masih inget aja dia," bisik Mita sambil nyengir jahil.

Nayla cuma bisa menghela napas dan menjatuhkan diri lagi ke bangku. "Ya ampun, Mit. Hidup gue tuh udah cukup ribet, jangan ditambahin gosip nggak penting."

Mita tersenyum lebar, menatap sahabatnya dengan geli. "Tapi lo tau nggak, Nay? Kadang yang bikin ribet itu justru yang bikin lo senyum."

Nayla diam sesaat, memainkan sisa es krim di tangannya. "Iya sih... tapi kalo yang bikin senyum itu juga bikin darah tinggi, gimana coba?"

Mita tertawa lagi, dan di bawah pohon kampus itu, dua sahabat itu tenggelam dalam obrolan penuh tawa, sementara di sisi lain, pikiran Nayla masih nyangkut pada satu nama Arga.

1
Lembayung Senja
ceritanya mulai seru... semangat buat novelnya.....😍
Jen Nina
Jangan berhenti menulis!
Yusuf Muman
Ini salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap! 👌
Yuri/Yuriko
Bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!