NovelToon NovelToon
Tergoda Pesona Istri Pengganti

Tergoda Pesona Istri Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Tianse Prln

“Oke. Tapi, there's no love and no *3*. Kalau kamu yes, saya juga yes dan serius menjalani pernikahan ini,” tawar Linda, yang sontak membuat Adam menyeringai.



“There’s no love? Oke. Saya tidak akan memaksa kamu untuk mencintai saya. Karena saya juga tidak mungkin bisa jatuh cinta padamu secepat itu. Tapi, no *3*? Saya sangat tidak setuju. Karena saya butuh itu,” papar Adam. “Kita butuh itu untuk mempunyai bayi,” imbuhnya.


***

Suatu hari Linda pulang ke Yogyakarta untuk menghadiri pernikahan sepupunya, Rere. Namun, kehadirannya itu justru membawa polemik bagi dirinya sendiri.

Rere yang tiba-tiba mengaku tengah hamil dari benih laki-laki lain membuat pernikahan berlandaskan perjodohan itu kacau.

Pihak laki-laki yang tidak ingin menanggung malu akhirnya memaksa untuk tetap melanjutkan pernikahan. Dan, Linda lah yang terpilih menjadi pengganti Rere. Dia menjadi istri pengganti bagi pria itu. Pria yang memiliki sorot mata tajam dan dingin.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tianse Prln, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Narsistik Yang Tidak Tahu Diri

Jesika duduk terpaku di kursinya. Jemarinya menggenggam erat sisi meja, seolah itu satu-satunya pegangan yang bisa menahan tubuhnya agar tidak runtuh.

Matanya menatap kosong ke arah pintu ruangan manajer pemasaran, tempat Adam dan Linda belum lama masuk.

Suara tawa kecil dari sudut ruangan membuatnya menoleh. Beberapa staf saling berbisik, tak terdengar tapi cukup untuk membuat Jesika merasa gelisah.

Bagaimana kalau mereka menggosipkan tentang kebenaran dirinya?

Jesika menggigit bibirnya. Rasa cemas dan marah bercampur jadi satu.

Ketika dia merasa tidak betah dengan situasi saat ini, dia berniat untuk pergi sejenak, dia ingin ke toilet untuk sekedar menenangkan diri.

Namun, saat Jesika bangkit dari duduknya, kebetulan sekali pintu ruangan Linda terbuka. Adam keluar dari dalam sana.

Langkahnya mantap, wajahnya dingin, dan pandangannya lurus ke depan.

Jesika menatapnya, berharap pria itu menoleh padanya, walau hanya sekilas saja, atau bahkan sekadar lirikan. Tapi tidak ada. Adam berjalan melewatinya begitu saja, seolah Jesika tidak pernah ada.

Sikapnya membuat Jesika cemas. Takut staf lain semakin curiga dengan statusnya yang padahal memang palsu.

Jesika ingin mencoba memanggil. ‘Pak Adam....’ Tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Adam sudah melangkah jauh, meninggalkan divisi pemasaran tanpa satu kata pun untuknya.

“Kalian melihatnya?”

“Iya. Dia jelas-jelas dicuekin sama Pak Adam.”

“Iya, aku juga lihat. Bahkan Pak Adam enggak noleh sama sekali. Natap dia aja enggak. Seolah Pak Adam enggak kenal sama dia.”

“Bener banget. Padahal katanya dia istri Pak Adam, tapi kok dicuekin gitu ya?”

“Gosip doang kali. Lihat aja tadi, Pak Adam bahkan nggak lihat dia sedikit pun.”

“Dan kayaknya tadi Pak Adam lebih peduli sama Bu Linda daripada sama dia.”

“Aku jadi kepikiran kalau dia sebenernya cuma nipu kita. Dia mungkin bukan istrinya Pak Adam.”

Jesika berdiri kaku. Matanya mulai memanas, bukan karena tangis, tapi karena harga dirinya yang terasa diinjak-injak.

Dia telah susah payah membangun narasi tentang statusnya dengan Adam, menyebarkan cerita yang membuatnya terlihat istimewa. Tapi hari ini, di hadapan semua orang, Adam menunjukkan seolah dia bukan siapa-siapa bagi laki-laki itu.

Jesika menoleh ke sekeliling. Tatapan para staf berubah. Tidak lagi takut, tidak lagi segan. Kini mereka melihatnya seperti seseorang yang baru saja kehilangan topengnya. Seorang wanita yang mencoba bermain di medan kekuasaan, tapi gagal total.

Jesika melangkah kembali ke kursinya, duduk dengan tubuh gemetar. Dia merasa seperti boneka yang benangnya diputus. Semua rencana, semua strategi, semua senyum palsu yang dia bangun selama ini... runtuh dalam satu tatapan dingin dari Adam.

Jesika benar-benar merasa seperti sedang tenggelam dalam lautan yang dia gali sendiri.

Di saat Jesika kalut dengan situasi yang tak dapat dia kendalikan. Tiba-tiba saja sosok Ferdi, asisten pribadinya Adam, muncul. Pria itu datang di saat yang tepat. Seperti seorang dokter yang membawa secercah harapan.

“Bu Jesika.” Panggilan itu membuat Jesika langsung semringah, dia segera bangkit dari duduknya.

“Ya. Ada apa? Pak Adam pasti menyuruhmu untuk kembali dan bicara denganku kan.” Rasa percaya dirinya kembali pulih, walau belum sepenuhnya, tapi setidaknya itu cukup untuk membuat beberapa staf terdiam.

Ferdi tidak menanggapi perkataan Jesika. Dia langsung berkata sesuai tujuannya. “Mari ikut saya,” ujarnya.

Langkah Jesika terasa ringan saat mengikuti Ferdi keluar dari divisi pemasaran. Meski wajahnya masih menyimpan ketegangan, ada sedikit harapan yang tumbuh di dadanya. Setidaknya, seseorang terdekat Adam datang menemuinya. Itu cukup menyelamatkannya di tengah bisik-bisik yang menusuk dari para staf, kedatangan Ferdi seperti cahaya lilin di tengah kegelapan.

Mereka berjalan menyusuri koridor lantai yang sama, menuju sebuah ruang rapat kecil. Jesika mengatur napasnya, membayangkan Adam menunggunya di dalam. Mungkin pria itu ingin bicara empat mata, menjelaskan semuanya, atau bahkan... membelanya.

Begitulah yang Jesika khayalkan.

Tapi begitu pintu terbuka, khayalannya runtuh. Ruangan itu kosong. Hanya ada meja panjang, kursi-kursi yang tersusun rapi, dan Ferdi yang berdiri di ambang pintu.

Jesika melangkah masuk, menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok Adam.

“Pak Adam tidak di sini?” tanyanya, suaranya nyaris berbisik.

Ferdi menutup pintu perlahan, lalu menatap Jesika dengan sorot mata yang tak bisa ditafsirkan sebagai ramah.

“Pak Adam tidak ada di sini. Saya hanya diminta menyampaikan satu hal,” ujarnya datar. “Pak Adam meminta Anda untuk berhenti mengusik Bu Linda. Saya harap Anda mengingat itu dengan jelas.”

Jesika membeku. Kata-kata itu seperti tamparan. Dia menatap Ferdi, berharap ada penjelasan, ada alasan, atau mungkin ada sedikit empati. Tapi Ferdi hanya menunduk sopan, lalu melangkah keluar tanpa menambahkan kalimat apa pun.

Pintu tertutup. Dan sunyi.

Jesika berdiri di tengah ruangan, tubuhnya kaku, matanya menatap kosong ke arah meja rapat. Perasaannya seperti benang kusut. Dia marah, malu, bingung, dan yang paling menyakitkan, dia merasa kalah.

Jesika menggigit bibirnya, mencoba menahan gejolak amarah yang mulai mendesak keluar.

Kenapa semuanya jadi begini? Padahal dia baru saja merasakan kesenangan.

Jesika merasa ini tidak adil.

Apa salahnya dia menikmati statusnya sebagai Nyonya Admaja? Walaupun itu bohong, tapi buktinya banyak yang percaya. Dan Jesika berpikir bahwa itu bukan salahnya.

Jesika duduk perlahan di salah satu kursi, tangannya menggenggam ujung meja. Dia merasa sangat frustrasi.

Dia pikir dengan gosip yang beredar, dia bisa bertemu langsung dengan Adam, berbincang dan memikat hati pria itu.

Tapi khayalannya tak seindah fakta yang terjadi. Kenyataannya Adam terlalu dingin untuk ditaklukkan.

Dan Linda... wanita itu, siapa dia sebenarnya?

Kenapa Adam begitu melindunginya? Kenapa pria itu rela turun tangan langsung hanya untuk membela Linda? Jesika merasa tersisih.

Dia ingin membenci Linda, tapi yang muncul justru rasa iri yang menyakitkan.

Jesika berdiri perlahan, menatap bayangannya di kaca jendela ruang rapat. Wajahnya terlihat kacau. Tidak lagi penuh percaya diri, tapi rapuh dan penuh emosional.

Dia bertanya pada dirinya sendiri, apakah semua ini pantas dia dapatkan? Atau, apakah dia yang terlalu jauh melangkah?

...‘Tidak. Aku tidak salah. Ini bukan salahku. Siapa pun berhak untuk bermimpi. Lagi pula, aku cantik. Dan wanita cantik selalu bisa mendapatkan apa pun yang diinginkan.’

...

Jesika menghela napas panjang, lalu melangkah keluar dari ruang rapat. Dia meyakinkan pada dirinya sendiri satu hal, bahwa dia tidak akan menyerah.

Jika Linda adalah tembok yang menghalanginya, maka dia akan melubanginya dan mencari celah. Karena bagi Jesika, kekalahan bukan akhir. Itu hanya jeda sebelum serangan berikutnya.

Sifat asli Jesika sepertinya terlahir, muncul bersama dendam yang lahir dari rasa ditolak, dari luka yang tak terlihat, dari harga diri yang diinjak tanpa ampun.

“Kamu pikir kamu menang hanya karena Pak Adam bela kamu, Linda. Tunggu apa yang akan terjadi jika aku sudah kehilangan akal sehat.” Jesika berbicara sambil berjalan, tatapannya lurus ke depan, layak disebut mirip seperti psikopat yang menemukan targetnya.

1
Syiffa Fadhilah
huh,,jesiko emang sooook
waya520
lanjuttttt
TiansePrln🌷
Terima kasih sudah menyukai cerita ini!!! Jangan lupa tinggalkan komentar terbaik kaliaaan yaaa. /Kiss/
Naaaa
hai kak, ketemu lagi/Smile/
TiansePrln🌷: nanti diusahakn dilanjut kak👌😁 lg nyusun alurny
Naaaa: cerita sikembar yusen&yuna gk lanjut kak?
total 2 replies
Rdznr
boom up dong kk, critany seruu, gk sabar nunggu kelanjutannyaa
Rdznr
enakny nikah sma cwok tajiiir/Whimper/
Rdznr
/Chuckle/ 21+++ niiih
Rdznr
Ini si zaka jgn" sebenernya suka sama Linda/Scare/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!