Niat hati ingin mengugurkan kandungannya, malah bertemu ayah janin yang ia kandung. Lusi Caisa Vanholand, CEO wanita muda yang menghabiskan malam dengan Gasan Samiel Pedros seorang dokter spesialis kandungan dan anak namun memilih tidak ingin mempertahankan hasil benih semalam yang mereka lakukan. Bagaimana Gasan memperlakukan pasiennya itu? Apakah dia mampu memaksa Lusi untuk mempertahankan calon anak mereka? Bagaimana sikap Lusi dengan pemaksaan yang akan dilakukan Gasan padanya? Dukung novel ini agar mendapatkan retensi terbaik dan masuk menjadi novel pilihan pembaca! Terima Kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SariRani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SELALU ADA KESEPAKATAN
Lusi pun duduk ditepi ranjang sambil menghela nafas berkali kali meredakan amarahnya.
"Emosimu itu harus segera diatas jika tidak kamu bisa terkena eklampsia karena suka marah lalu tekanan darah mu tinggi. Sangat berbahaya untuk wanita hamil" celetuk Gasan memberikan peringatan.
"Aku tidak bisa tidak emosi jika melihatmu" sahut Lusi masih memandang Gasan dengan tatapan kesal mungkin juga bisa dibilang benci.
"Apakah kita tidak bisa kembali berkenalan secara normal hah? Lama lama aku pun capek bersikap seperti ini kepadamu, ikut marah dan kesal melihat responmu yang selalu buruk kepadaku" ujar Gasan.
"Tidak bisa..karena semua sudah terjadi. Perkenalkan kita sangat buruk" ucap Lusi.
"Maka dari itu, kita ulang pertemuan kita bagaimana? Cobalah kita bisa menjadi teman jika tidak bisa menjadi benar benar kekasih atau suami istri. Meskipun kita menikah, aku tidak akan menganggap mu sebagai istriku ataupun kamu menganggap aku sebagai suamimu. Kita hidup sendiri sendiri jika kamu mau" sahut Gasan.
Lusi kembali menghela nafas panjang.
"Dari awal memang aku sudah menebak pernikahan ini mungkin hanya permainan untukmu dan keluargamu. Menjebak ayahku untuk memiliki saham rumah sakit yang memang dari dulu ia inginkan. Kamu menjebakku untuk menikahimu" ucap Lusi.
"Lagi...kamu menuduhku keluargaku lagi.." ujar Gasan sambil beranjak dari duduknya berjalan mendekat kearah wanita ditepi ranjang itu.
"Apa yang kamu lakukan? Jangan mendekat!" perintah Lusi namun Gasan tetap berjalan mendekatinya.
"Aku sudah bilang. Jangan tuduh keluargaku yang macam macam karena semua ini sudah aku rencanakan. Aku yang menjebakmu bukan mereka" sahut Gasan serius.
Lusi seketika takut mendengar Gasan menggunakan nada rendah seperti itu.
"Ya ya..aku lupa..maafkan aku" sahut Lusi menyerah sambil mendorong tubuh Gasan kebelakang saat pria itu sudah didepannya.
Ia pun berjalan mencari tempat lain agar jauh jauh dari pria yang selalu membuatnya kesal.
Namun tangannya dicekal oleh Gasan.
"Lepaskan! Kenapa kamu selalu suka menyekal tanganku saat aku ingin menjauh darimu hah? Apakah kamu benar benar mencintaiku? Apakah kamu benar benar ingin hidup denganku seumur hidupmu?" ucap Lusi menantang.
Senyum Gasan terlihat.
"Mungkin. Mungkin aku memang ingin menjalani hidup ini bersamamu sampai waktu yang tak terbatas" sahutnya santai.
"Hih..mana aku mau menjalani hidup sama kamu seumur hidupku! Udahlah, lepaskan. Aku ingin segera muntah jika melihat wajahnu sedekat ini" ketus Lusi sambil menghentakkan tangannya dan berhasil terlepas dari cekalan Gasan.
"Muntah lah. Aku akan mulai terbiasa kamu muntahi" ujar Gasan kembali dengan mode tenang dan santai tanpa dosa.
Dan benar saja, ternyata Lusi tidak bercanda soal dirinya ingin muntah.
Segera ia berjalan cepat ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.
"HUEEEK!!! HUEEEK!!!"
Lalu Gasan menyusul wanita itu dan spontan memijat tengkuk Lusi untuk meredakan muntahannya.
"HUEEEEK!!"
Lagi lagi Lusi mengeluarkan makanan yang ia makan di rumah Sophie tadi.
Setelah dirasa sudah tidak mual lagi, Lusi menegakkan tubuhnya dan mencuci mulut di westafel.
"Kamu gapapa?" tanya Gasan khawatir.
Raut muka kekhawatiran pria itu bisa dilihat Lusi dari pantulan cermin westafel.
*westafel di kamar mandi milik Lusi
"Hmmm..sepertinya aku tidak kuat lagi harus berdebat,...marah..dan bertengkar denganmu lagi.." jawab Lusi lirih sambil menyingkirkan tangan Gasan dari tengkuk lehernya.
"Yasudah jangan melakukan hal itu. Jika kamu tidak memancingku, aku pun tidak akan bersikap kasar padamu" sahut Gasan.
Saat Lusi hendak berjalan keluar kamar mandi, tiba tiba pandangannya buram lalu beberapa detik kemudian hilang kesadaran.
Gasan langsung menangkap tubuh Lusi dari belakang dan menggendong wanita itu menuju ranjangnya.
"Dasar wanita keras kepala!" gumamnya.
Gasan meletakkan Lusi diatas ranjang dengan hati hati.
Lalu dokter ini, memijat pelipis Lusi dengan lembut.
Tidak ada minyak kayu putih atau minyak aromaterapi lainnya sehingga ia tidak bisa menyadarkan Lusi menggunakan bau bauan.
Tapi ia mengingat membawa kotak P3K di mobilnya. Disana ada minyak berbau segar yang ia bawa untuk menangani pasien yang pingsan begini.
Gasan pun meninggalkan Lusi untuk turun ke lantai 1.
Kedatangannya yang sendiri, membuat para orang tua yang sedang mengobrol terheran heran.
"Mau kemana?" tanya Betrand.
"Mau ambil tas di mobil, dad" jawab Gasan cepat dan melanjutkan langkah kakinya keluar rumah.
"Mungkin Gasan ini menunjukkan sesuatu kepada Lusi" timpal Vina dengan senyuman melegakan Jugos, Lumbar, Uron, dan Deby.
Tak lama kemudian, ia terlihat membawa tas mininya.
"Lusi dimana? Ia baik baik saja kan, Nak Gasan?" tanya Lumbar saat melihat calon menantunya kembali masuk rumah.
"Tidak apa apa, Nyonya. Dia sedang menungguku untuk mengambil tas. Nyonya tenang saja, Lusi aman di dekat saya" jawab Gasan percaya diri.
Lalu pria itu kembali ke lantai 2, masuk ke kamar Lusi dan menutup pintu kembali.
Lusi masih damai dalam ketidaksadarannya.
"Kalau dia lagi seperti ini, wajahnya sangat damai" gumam Gasan sambil tersenyum.
Lalu ia duduk ditepi ranjang samping Lusi dan mengambil minyak aromaterapi dari tasnya.
Ia buka botol minyak itu dan letakkan di depan hidung Lusi.
Tak butuh waktu lama, mungkin semenit kemudian, Lusi sadar.
"Hmmm..." gumam wanita itu sambil membuka mata berlahan.
"Apa yang kamu rasakan sekarang? Apakah perutmu masih terasa tidak nyaman?" tanya Gasan lembut.
Lusi menatap pria itu lekat. Pandangan yang tidak lagi marah tapi juga tidak suka, lebih ke pasrah jika dirinya tidak bisa lepas dari dokter kandungan yang telah menghamilinya ini.
"Kamu pasti tidak meminum obat yang akmu berikan ya? Seharusnya jika 2 hari ini kamu rutin meminumnya, tubuhmu tidak akan selemas ini" ujar Gasan.
"Hmmm..ini yang membuatku..selalu ingin bertengkar denganmu..kamu selalu..menyalahkanku untuk setiap perbuatan ku" sahut Lusi lirih, tenaganya sudah tidak bisa membuatnya berteriak atau menggunakan nada tinggi lagi saat ini.
Gasan menyadari kesalahannya juga.
"Maafkan aku..bukan maksud aku menyalahkanmu lagi..tapi kondisi ini sangat lemah, berbahaya untukmu maupun anak anak kita" ucapnya lembut sambil melirik kearah perut Lusi.
Wanita itu menghela nafas panjang mendengar sebutan anak anak kita.
"Jangan sebut panggilan itu. Anak yang aku kandung akan menjadi milikmu saja. Aku tidak siap jadi orang tuanya" lirih Lusi.
Dyaaar!!
Bak tersambar petir, Gasan benar benar terkejut mendengar ucapan Lusi.
"Kamu beneran mengatakan ini? Kamu sungguh sungguh tidak menginginkan mereka menjadi anakmu?" tanya Gasan dengan nada tak percaya.
Ada calon ibu setega ini padahal memiliki latar belakang pendidikan dan karir yang sangat baik.
"Iya. Ambil lah mereka saat sudah lahir dan aku akan mengurus perceraian kita" jawab Lusi sambil menatap tajam Gasan tanpa terlihat keragu raguan.
Kini giliran Gasan yang menghela nafas panjang. Ingin ia menampar Lusi karena mengatakan hal seburuk ini kepada anak anak mereka. Namun ia lebih memilih meredam kemarahannya.
"Baiklah. Aku cukup berterima kasih karena kamu dengan kesadaran penuh ingin mempertahankan kandunganmu ini hingga mereka lahir lalu menyerahkan mereka kepadaku. Aku akan selalu mengingat bahwa kamu tidak menginginkan anak anak ini. Jadi lahirkan saja dan kamu tidak perlu memikirkan kehidupan mereka. Aku mampu mengurusnya" ujar Gasan lalu ia berdiri disamping ranjang menatap Lusi yang masih menatapnya.
"Dan aku tagih perceraian darimu saat anak anakku sudah lahir. Pernikahan kita akan berakhir saat si kembar lahir. Aku janji akan pergi sejauh jauhnya dari hadapanmu" lanjutnya.
Lalu Gasan memasukkan kembali botol minyak aromaterapinya.
"Kamu juga harus memenuhi janjimu untuk tidak mengatakan kepada ayahku jika aku sudah hamil sampai pernikahan kita selesai. Dan aku tidak mau video di parkiran rumah sakit itu tersebar. Jika sampai bocor sebelum aku melahirkan, jangan harap kamu akan bertemu dengan anak anakmu" sahut Lusi.
"Satu lagi, perlakuan aku dengan baik dihadapan keluargamu atau keluargaku. Aku tidak mau menjadi wanita menyedihkan dihadapan mereka" lanjutnya.
"Sesuai permintaanmu" sahut Gasan.
Tok..tok..tok..
Suara pintu kamar Lusi diketuk seseorang. Lusi langsung mendudukan tubuhnya meskipun masih merasa pusing.
Gasan membuka pintu.
"Oh Nyonya Lumbar.." sapanya sopan.
"Jangan manggil aku Nyonya lagi, Gasan. Aku sudah akan menjadi ibu mu juga. Panggil mami" sahut Lumbar dan Gasan tersenyum lalu mengangguk mengiyakan.
"Lusinya ada? Ayo kita makan malam bersama. Makanan sudah siap untuk menyambut keluarga Pedros dirumah ini" lanjut Lumbar.
"Hai, mami. Aku disini. Baru saja aku keluar kamar mandi" bohong Lusi.
Namun namanya juga naluri ibu, saat melihat wajah Lusi pucat, Lumbar jadi khawatir.
"Kamu sakit sayang? Wajahmu pucat. Apakah kamu baik baik saja?" tanyanya.
"Aku baik baik saja, mam. Hanya saja memang aku sudah kelaparan hehe" jawab Lusi dengan candaan agar ibunya tidak terlalu khawatir.
Namun memang Lusi sangat kelaparan saat ini. Setelah menguras kosong perutnya, ia pun ingin segera mengisinya kembali.
"Baiklah..ayo ke meja makan ya. Kami tunggu kalian" ujar Lumbar lalu berjalan ke lantai 1 terlebih dahulu meninggalkan Gasan dan Lusi.
"Kamu pergi saja dulu. Aku akan merias wajahku agar tidak pucat" ucap Lusi.
"Aku akan menunggumu" sahut Gasan.
Lusi pun tidak memaksa san segera memberikan perona bibir warna merah agar terlihat lebih segar.
Tak lama kemudian ia sudah berada disamping Gasan kembali didepan pintu.
"Aku akan mulai berakting memperlakukanmu dengan baik dihadapan keluarga kita. Seakan akan kita sudah menjadi kekasih bertahun tahun dan kini akan menikah" lirih Gasan yang bisa didengar Lusi.
"Ya lakukan tapi jangan berlebihan. Tidak ada ciuman didepan mereka. Physicall Touch hanya sebatas tangan tidak ada yang lain" sahut Lusi dengan tatapan serius.
"Okay, sesuai permintaanmu" ujar Gasan mengiyakan dengan senyuman tipis.
Grep!
Tiba tiba Gasan merengkuh pinggang Lusi tanpa izin.
"Seperti ini boleh? Ini hanya menggunakan tanganku" pancing pria itu.
Lusi menatapnya tajam. Lau Gasan melepaskan tangannya sebelum wanita itu kembali marah marah dan membahayakan kandungannya.
Mereka berdua pun akhirnya turun ke lantai 1 dan berkumpul bersama dua keluarga di meja makan.
semangat update nya hehhehehe....