"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Kirana...!!" pekik Raka pada gadis di depannya. Gadis itu hanya menoleh sambil tersenyum menawan.
"Urusanmu dengan Datuk Pengemis Nyawa... sejak tadi aku tidak tega melihatmu harus menghadapi sesuatu yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawabmu...!!"
"Sejak tadi...?" Raka semakin terkejut.
"Ya, sejak tadi aku sudah berada di sini. Bahkan sejak kemarin aku mengikutimu. Maaf jika informasiku tentang keberadaan Datuk Pengemis Nyawa salah. Ternyata dia memang ada di Rawa Lintah."
Ia berpikir, kesalahan informasi itu bukan berasal dari Kyai Banjar Banyu Bening maupun Kyai Koneng. Mereka pun hanya meneruskan kabar yang didengar dari orang lain.
Tiba-tiba, mereka dikejutkan oleh kehadiran sesosok berpakaian putih yang muncul sekelebat dan kini berdiri di samping Raka.
"Bintang Kusuma...??" Raka semakin bingung dengan orang-orang yang tiba-tiba muncul untuk membantunya mempertahankan nyawa.
"Aku kan sudah jelas-jelas memintamu kembali ke Bukit Gembala...!!"
"Mana mungkin aku kembali begitu saja... bagaimana aku bisa menjawab pada calon mertuaku, jika tidak—"
"Membantumu..." senyum Bintang Kusuma. Sesungguhnya Raka ingin menolak bantuan mereka karena ini adalah urusan pribadinya. Namun, dia benar-benar kehabisan tenaga, sementara musuh utamanya masih berdiri tegak di atas sana.
"Datuk Pengemis Nyawa... cepat turun dan bawa serta antek-antekmu! Kami siap melawan kalian semua, terutama dia..." ujar Kirana sambil menunjuk Aji Mahendra yang semakin pucat di tempatnya. Bukan karena dia takut beradu ilmu dengan Kirana, tetapi karena di belakang Kirana berdiri Kyai Banjar Banyu Bening, Kyi Koneng, serta tokoh-tokoh aliran putih lainnya. Dia bisa dimusuhi oleh aliran putih. Walaupun dendamnya terhadap Pendekar Iblis sangat besar, namun dia lebih takut diusir dari aliran yang menjadi kebanggaannya itu.
Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan Tua, yang awalnya berniat membantu Datuk Pengemis Nyawa, mengurungkan niatnya ketika melihat siapa saja yang kini berdiri di pihak Raka. Bukan karena mereka takut pada pendekar muda itu. Namun Kirana adalah orang kesayangan Kyai Banjar Banyu Bening, tokoh sakti dari belahan timur, dan Bintang Kusuma adalah calon menantu Racun Barat, salah satu tokoh sakti dari wilayah barat.
Bukan pula karena mereka takut pada para tokoh sakti persilatan itu. Bagi mereka, kata "takut" sudah lama dihapus dari kamus kehidupan. Tapi mereka merasa risih dan tidak enak hati jika harus berurusan langsung dengan tokoh-tokoh sakti di belakang pihak lawan.
"Aku tidak mau ikut campur urusan kalian..." kata Nenek Peniup Dupa seraya berkelebat cepat meninggalkan tempat itu sambil menggendong Bocah Setan Tua.
Datuk Pengemis Nyawa menggeram hebat sambil meluncur turun, disusul oleh Pengemis Laknat. Sementara itu, Aji Mahendra masih berdiri di tempatnya dengan wajah kebingungan.
Kini, di arena, kekuatan kedua pihak berdiri seimbang.
Di barisan Datuk Pengemis Nyawa, terdapat Si Buta Sadis dan Pengemis Laknat.
Sedangkan di sisi Pendekar Iblis, berdiri Kirana alias Dewi Pedang Bulan, bersama Bintang Kusuma.
Tak perlu ditanya siapa yang akan menjadi lawan Raka pilihannya jelas tertuju pada Datuk Pengemis Nyawa.
"Kalian jangan ikut campur! Urusanku hanya dengan Pendekar Iblis!" bentak Pengemis Laknat dengan suara garang.
"Dan aku tidak merasa punya urusan denganmu," sahut Raka tegas. "Urusanku hanya dengan Datuk Pengemis Nyawa."
"Kau telah membunuh muridku dengan sadis, dan masih berani bilang tidak punya urusan denganku?!" geram Pengemis Laknat, matanya penuh amarah.
"Siapa kamu, dan siapa muridmu, aku tidak tahu," jawab Raka dingin. "Yang jelas, aku tidak berniat membunuh siapa pun… kecuali Antek dan Datuk Pengemis Nyawa, kalau mereka terbunuh… aku tidak tahu,” jawab Raka tanpa menoleh ke lawan bicaranya. Pandangannya tetap tertuju tajam pada Datuk Pengemis Nyawa.
“Lalu Boma, Ketua Perampok Tapak Langit yang kau siksa sampai mati, itu apa?!” bentak Pengemis Laknat, membuat Raka dan Kirana tersentak kaget. Mereka tahu betul tentang kematian Boma, dan kini, berdiri di hadapan mereka, adalah gurunya yang datang menuntut balas.
“Boma bukan aku yang bunuh, dia bunuh diri…” bela Raka.
“Murid bejatmu itu memang pantas mati, kakek tua!” teriak Kirana menahan amarah. Ia masih ingat betul saat Boma hendak memperkosanya. Untung Raka datang tepat waktu dan menyingkirkan bajingan itu. Kalau tidak, entah bagaimana nasibnya sekarang.
Kirana kemudian bergeser dari posisinya semula yang berhadapan dengan Si Buta Laknat. Kini, jelas ia menginginkan untuk berhadapan langsung dengan Pengemis Laknat guru dari orang yang pernah hendak mencelakainya.
“Buta Sadis… kau lawanku!” tantang Bintang Kusuma sambil melangkah maju untuk menghadapi Si Buta Sadis. Meski tak bisa melihat, ia mampu membaca aliran gerakan lawan dengan tajam.
“Hahahahaaa… ternyata aku harus melawan murid atau keturunan Gema Samudra. Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah kakinya masih pincang?” ejek Si Buta Sadis dengan nada merendahkan.
lanjut dong