"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka daniel
Milo dan Ana tertidur di ranjang kecil Milo . Ana duduk bersandar di sisi ranjang sementara Milo memeluk lengannya erat seolah takut kehilangan.
Namun Pintu tiba-tiba diketuk keras.
Tok! Tok! Tok!
“Tuan muda… Nona Ana!” suara Bi Rina terdengar gemetar dari luar.
Ana terbangun duluan mendengar suara itu, lalu mengucek matanya yang masih terasa berat, perlahan membangunkan Milo. menggoyangkan tubuhnya dengan pelan.
“Milo… sayang, bangun…”
Namun sebelum Milo benar-benar membuka mata, pintu terbuka dan Bi Rina masuk dengan wajah panik.
Bi Rina hampir terisak.
“Tuan Daniel tertembak… sekarang sedang berada di rumah sakit!”
Milo langsung duduk tegak, wajahnya pucat seketika.
“A… apa? Ayah?? Ayah kenapa?!”
Ana membeku, tubuhnya ikut gemetar mendengar kabar itu. tertembak? kenapa ia seakan dejavu. ia memegang kepalanya, suara-suara asing seolah berlarian di kepalanya membuatnya. berdenyut nyeri.
Bi Rina mengusap punggung Milo.
“Cepat bersiap. Kita harus ke sana sekarang. Dokter bilang kondisinya stabil, tapi Milo harus segera melihat ayahnya.”
Milo turun dari ranjang tanpa pikir panjang, matanya mulai berkaca-kaca.
“Aku mau ketemu Ayah sekarang! Ana ikut! Ana ikut!”
Ana terkejut tapi segera memegang kedua bahu Milo, mencoba menenangkannya.
“Tentu Milo… aku akan ikut. Kita temui Ayah, ya? Ayah pasti akan baik-baik saja. ”
Milo mengangguk cepat, lalu memeluk Ana erat-erat.
“Aku takut Ana… Ayah pernah bilang kalau aku harus selalu menjaga dia dan berada di sampingnya… tapi aku malah tertidur…”
Ana tersentak mendengar getaran suara Milo. Ia membalas pelukan itu, lembut namun kuat.
“Tidak apa-apa, Milo. Bukan salah kamu. Ayo kita pergi sekarang.”
Bi Rina segera membantu Milo berganti pakaian, sementara Ana hanya sempat membenarkan daster yang ia pakai dan menyisir rambut seadanya.
Setelah semuanya siap, mereka turun ke halaman depan. Mobil sudah menunggu.
Di perjalanan, Milo terus menggenggam tangan Ana sangat erat, seolah tak mau dilepas sedetik pun.
“Dia pasti baik-baik saja kan, Ana…?”
Ana menatap mata Milo mata yang penuh ketakutan.
“Iya, Milo. Ayahmu kuat, pasti akan baik-baik saja. Kita akan sampai sebentar lagi.”
Milo mengangguk, tapi air matanya mengalir tanpa bisa ditahan.
Sesampainya di rumah sakit…
Begitu pintu mobil terbuka, Milo langsung berlari ke dalam gedung.
“Ayah! Di mana Ayah?!”
Perawat yang memang mengenal Milo segera menghampirinya
“Tuan kecil, Tuan Daniel ada di ruang perawatan VIP lantai tiga!”
Ana mengejarnya sambil memegang bahu kecil Milo agar tidak lari sembarangan.
“Milo, pelan sedikit! Jangan lari-larian nanti jatuh!”
Namun saat mereka berdua belok menuju lift…
Dua pria berbadan besar dengan jas hitam sedang berdiri di lorong.
Mereka bukan perawat.
Bukan juga keamanan rumah sakit.
Mereka adalah orang-orang Alex Mahendra yang di gunakan mengawasi Daniel.
Salah satu dari mereka terus memperhatikan Ana dengan tatapan tajam.
Wajah itu… seolah mereka mengenalinya. mata mereka menyipit dan menyadari bahwa itu adalah Nona besar mereka.
Ana merinding tanpa tahu kenapa.
Tapi Milo menarik tangannya lagi dengan cepat membuat Ana berpaling dari kedua laki-laki itu.
“Ayo Ana! Ayah di atas! cepat”
Ana mengangguk cepat berusaha tidak memedulikan tatapan menyeramkan itu dan terus mengikuti Milo masuk ke lift.
Tanpa disadari…
Para anak buah Alex Mahendra mulai mengikuti dari kejauhan.
Di markas Alex Mahendra, suasana menegang. Semua anak buahnya bergerak cepat setelah amarah Alex meledak karena hilangnya pengawasan pada putri sulungnya.
Tiba-tiba salah satu anak buah yang tadi mengikuti pergerakan di rumah sakit menelepon Alex.
"Ada apa? "
“Tuan… saya menemukan Nona Ana.”
Ruangan langsung hening.
Semua mata mengarah pada Alex saat mendengar suara pria di sebrang sana.
Alex, yang sejak tadi duduk gelisah dengan wajah keras, berdiri tiba-tiba. telepon masih berada dalam genggamannya.
“Katakan. Di mana dia?”
di sebrang sana Pria itu menelan ludah, lalu menjawab dengan suara tegang.
“Dia… ada di rumah sakit tempat Daniel Alvaro dirawat, Tuan
Kelihatannya dia datang bersama anak Daniel… bocah bernama Milo tuan.”
Seperti disambar petir.
Mata Alex menggelap, rahangnya mengeras menahan amarah. Kali ini ia sudah salah langkah berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja seperti sedia kala.
“Daniel tertembak?” suaranya dingin namun tajam.
“I-iya Tuan Informasi dari orang kami yang infiltrasi… Daniel terluka saat bentrok semalam.”
Alex mengembuskan napas berat, menahan dorongan untuk menghancurkan apa pun yang berada dalam jangkauan tangannya.
“Jadi… putriku berada tepat… di sarang laki-laki itu lagi.”
Para anak buahnya menunduk. Suasana berubah mencekam. Kemarahan dari seorang Mahendra adalah hal. paling di takuti mereka. tuannya itu tidak segan menghabisi siapapun dengan keji jika berani mengganggu putri sulungnya Natalia Mahendra. nama yang melegenda di dunia gelap.
Alex mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih.
“Aku sembunyikan Ana selama bertahun-tahun supaya dia tidak terseret masa lalunya. Supaya dia tidak kembali ke tangan orang yang menghancurkan hidupnya. Lalu sekarang ini apa?”
Ia menatap anak buahnya tajam.
“Kumpulkan semua orang. Jangan bikin keributan. Temukan Ana. Amankan dia. dan Bawa pulang kembali. aku akan memulihkan separuh ingatannya.”
Para anak buahnya segera bergegas pergi dari ruangan. Namun pria yang merupakan pemimpin klan B masih berdiri ragu.
Alex menatapnya.
“Ada lagi?”
Pria itu menjawab pelan, berhati-hati agar tidak. salah dalam berucap.
“Tuam… ada hal aneh. Saat saya melihatnya… sejujurnya… Nona Ana tidak terlihat seperti seseorang yang sedang disekap atau dibawa secara paksa. Dia… terlihat nyaman bersama anak Daniel. Bocah itu memegang tangan Ana seperti… seperti sudah sangat dekat.”
Wajah Alex berubah gelap.
“Itu sebabnya aku tidak pernah ingin dia bersinggungan lagi dengan keluarga itu. Ingatan antar ibu dan anak memang tidak. bisa. di. hilangkan.”
Alex melangkah maju, menepuk bahu anak buahnya dengan keras. Tatapannya masih tajam menyumbangkan bara amarah.
“Awasi rumah sakit itu. Jika Daniel bergerak, laporkan. Jika ada ancaman menyentuh Ana… eliminasi. Ini operasi sunyi. Tidak boleh ada publik yang tahu.”
“laksanakan tuan!”
setelah kepergian anak buahnya, yang tersisa di ruangan itu hanyalah sunyi. Alex menatap foto Ana ketika kecil tersenyum polos di pelukannya di samponya istrinya menggendong bayi laki-laki yaitu Rafael.
“Maafkan Papa sayang… tapi papa janjitidak akan kehilangan kamu untuk kedua kalinya. Maafkan aku Lia, karena kebodohanku angel kembali bertemu dengan Daniel. apa yang harus aku lakukan lia? ”
Koridor rumah sakit begitu dingin dan lengang saat Milo menarik tangan Ana, membawanya menuju ruang perawatan Daniel.
Ana masih terlihat pucat, langkahnya sedikit goyah meski ia memaksakan senyum agar Milo tidak khawatir.
Begitu pintu terbuka, Revan dan Aska langsung menoleh.
Revan yang sedang berdiri bersandar di jendela langsung menahan napas. Matanya membesar melihat Ana.
Kenapa jantungku seperti ini…?
Bodoh! Dia mungkin istri kakakmu! Jangan sampai kamu jatuh cinta padanya.
Ana yang menyadari tatapan Revan tersenyum lembut namun Revan buru-buru menunduk, berpura-pura fokus pada ponselnya agar tidak ketahuan bahwa dia sedang gugup.
Aska mengangguk sopan menyapa Ana dengan suara tenang.
“Syukurlah kamu datang, Nona Ana.”
Ana tersenyum kikuk. “Bagaimana keadaan Tuan Daniel?”
Milo langsung menariknya lebih dekat ke ranjang.
Daniel yang awalnya tertidur setengah sadar perlahan membuka mata.
Begitu melihat Ana berdiri di samping bantalnya, wajahnya langsung berubah matanya melembut, seperti seseorang yang melihat sesuatu yang sangat penting baginya.
“Ana…” suaranya serak, terdengar lemah.
Ia mengangkat sebelah tangannya, berusaha memeluk atau setidaknya menyentuh Ana.
Namun Ana mundur satu langkah dengan spontan.
“Ja—jangan, Tuan… saya hanya ingin melihat kondisi Anda saja.”
Tatapan Daniel membeku sesaat. dadanya seperti tertusuk halus, Tapi ia tetap memaksa bibirnya tersenyum lembut.
“Tidak apa. Aku hanya… senang kamu datang.”
Milo menggenggam tangan ayahnya, mencoba menutupi ekspresi sedih Daniel.
Sementara itu, Revan yang sejak tadi diam seperti patung, mengamati semuanya dari ujung mata.
Dadanya terasa sesak.
Kenapa rasanya aku sakit melihat mereka … apa aku cemburu?
Ini salah. Sangat salah.
Bagaimana kalau Ana benar istri Kak Daniel? Tapi… dia masih SMA… bagaimana mungkin bisa?
Ia mengacak rambutnya frustasi, menunduk agar tidak ketahuan wajahnya memerah.
Aska melirik Revan sebentar, menyadari perubahan kecil itu, namun tetap memilih diam.
Daniel kembali menatap Ana, menggenggam sprei seolah menahan diri untuk tidak berlari ke dalam pelukan wanita itu.
“Terima kasih… sudah menjenguk. Aku pikir… aku akan kehilangan kesempatan untuk menyampaikan sesuatu padamu.”