Awalnya Elodie adalah ibu rumah tangga biasa. Istri yang penurut dan ibu yang penuh kasih. Namun sebuah kecelakaan mengubah segalanya.
Sikap dan Perilaku wanita itu berubah 180 derajat. Melupakan segala cinta untuk sang suami dan putra semata wayangnya. Mulai membangkang, berperilaku sesuka hati seingatnya di saat 19 tahun. Namun justru itu memberi warna baru, membuat Grayson menyadari betapa penting istri yang diremehkannya selama ini.
"Mommy."
"Nak, aku bukan mommy kamu."
"Elodie Estelle."
"Grayson Grassel, ayo kita bercerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Mommy." Cedric bergumam serak saat sang ibu mengangkat tubuhnya. Anak itu tertidur di sofa ruangan Elodie seorang diri.
Elodie tersenyum pada sang putra, sebenarnya ia kasihan karena harus membawa Cedric ke tempat kerja. Tapi ia juga tidak bisa menitipkan anak itu pada sang kakak atau pun Clara yang sibuk.
"Tidur saja, Sayang. Mommy akan menggendongmu." Perempuan itu mengangkat tubuh sang anak. Menyandarkan kepala Cedric di atas bahunya.
Cedric menurut, anak itu sangat mengantuk hingga antara sadar atau tidak sekarang. Membiarkan sang ibu membawanya entah kemana.
Elodie yang berjalan keluar restoran mengerutkan kening saat sebuah mobil yang terasa familiar berhenti persis di depannya.
Seseorang di dalam sana menurunkan kaca jendela, lalu memberikan senyuman yang dipandang datar oleh Elodie.
"Butuh tumpangan?" tanya Gray yang duduk di dalam mobil.
"Tidak!"
Elodie mengalihkan langkahnya saat melihat mobil lain yang berhenti di depan. Wanita itu meninggalkan Gray yang mengetatkan rahang.
"Siapa?" tanya Elbert saat turun dan mengambil alih Cedric dari gendongan sang adik.
Elodie mengedik, ia masuk duluan dan membiarkan Elbert membaringkan tubuh sang putra ke pangkuannya. "Parkir liar mungkin. Sepertinya besok aku harus membuat papan, kalau yang bukan langganan DieCla Fried Chicken tidak boleh asal parkir."
Elbert manggut-manggut, pria itu kembali ke kursi depan dan melajukan mobilnya. Sementara Gray yang masih mematung di tempat kini mengepal tangannya dengan erat.
"Tuan, semangat! Anda harus kuat mengendalikan emosi! Ingat bagaimana dulu Anda bisa meluluhkan nyonya Elodie."
Gray melirik asisten Al dengan tajam. Asisten Al tertawa canggung saat menyadarinya dari kaca spion. "Sial, keceplosan! Semoga tuan tidak bertanya! Semoga, semoga ...."
"Kau tahu dari mana?"
Asisten Al merasakan tubuhnya seakan jatuh ke dasar lautan. "Anda sendiri yang bercerita, Tuan. Setiap Anda mabuk, Anda begitu banyak bercerita, sedangkan saya punya telinga yang berfungsi dan bisa mendengar. Jadi ... akhirnya saya tidak sengaja mendengar cerita Anda."
Gray mendengus ke arah lain, pria itu mengerutkan alis dengan kesal. Namun nyeri yang tiba-tiba muncul kembali dari perutnya membuat ia refleks menekan perut.
"Tuan? Ada apa?" tanya asisten Al saat menyadari ada yang salah dengan sang tuan. Gray menggeleng sebagai jawaban, pria itu menarik napas dalam berulang kali untuk mengurangi rasa nyeri.
Asisten Al menyalakan lampu di mobil, lalu meraih botol minum yang tersedia.
"Apakah tidak mau ke rumah sakit atau setidaknya ke klinik? Anda terlihat pucat juga."
Gray kembali menggeleng. "Pulang ke rumah, aku hanya butuh istirahat!"
"Tapi ...." Asisten Al menelan kata-katanya saat mendapat lirikan tajam dari sang bos. Pria itu akhirnya menuruti dan melajukan mobil kembali ke rumah keluarga Grassel.
.
.
.
Elodie yang sedang berkonsentrasi membuat naskah novel, dibuat geram saat ponselnya terus bergetar. Wanita itu menyerah hingga akhirnya berdiri dari duduknya dan mendekati nakas di samping tempat tidur.
Red Hulk.
Wanita itu mengernyit, melihat nama yang tertera di layar ponsel membuatnya memandang kesal. "Mau apa lagi sih, dia?" gumam Elodie dengan gusar.
Ia menolak panggilan itu, lalu mematikan suara notifikasi. Wanita itu kembali ke meja belajar dan melanjutkan tulisannya. Sementara ponselnya masih terus menyala.
Di tempat lain, Gray duduk di balkon sembari mengisap sebatang rokok. Pria itu memegang ponsel di tangan kanan, terus memperhatikan layar yang masih berusaha menghubungi sang istri.
"Sial," umpatnya sembari menghamburkan asap saat lagi-lagi teleponnya tidak diangkat.
"Hanya kau yang berani mengabaikanku, Elodie." Gray berkata dengan suara menekan. Sebenarnya pria itu belum begitu bisa mengendalikan amarahnya. Tapi demi meluluhkan sang istri ia akan berusaha untuk berubah.
Ia ingin kembali menekan kontak Elodie, namun terpikirkan sesuatu membuatnya tersenyum tipis.
...
Elodie yang sudah kembali berkonsentrasi, dibuat berjingkat kaget saat suara dering ponsel memecah kesunyian kamar. Wanita itu cepat-cepat meraih ponsel Cedric yang tersimpan di laci meja belajar. Ia menoleh demi memastikan sang putra yang tidak terbangun meski bergerak-gerak tanpa sadar.
Tak sengaja ia langsung menjawab panggilan itu. Namun terbelalak setelah sadar siapa yang memanggil.
"Elodie." Terdengar suara di seberang sana memanggil namanya.
Elodie berdecak, ia berjalan menuju kamar mandi dan masuk ke dalam sana. Karena jika berbicara di luar, ia takut sang putra akan terbangun.
"Kamu mau apa, sih?" tanya Elodie tanpa basa basi dengan nada kesal.
Gray tertawa kecil, ia bisa membayangkan bagaimana wajah sang istri yang pasti tampak menggemaskan.
Sementara Elodie tambah kesal. Pria itu terus menghubunginya, tapi setelah terangkat malah terdiam seribu bahasa.
"Dengar baik-baik! Kamu tidak tahu arti masa tenang? Itu artinya aku butuh ketenangan, jadi jangan ganggu aku atau Cedric mulai sekarang hingga seterusnya!
"Mana bisa diartikan seperti itu. Masa tenang itu memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki hubungan."
Elodie memutar bola matanya dengan malas. "Terserah aku mau mengartikannya bagaimana."
Tut.
Gray menatap ponselnya dengan datar. Ia kembali menekan ikon telepon yang kali ini tidak masuk sama sekali. Pria itu mengerutkan kening, lalu kembali mencoba menghubungi nomor Elodie.
"Dia blokir aku?" gumamnya dengan tidak percaya.
.
.
.
"Tuan, nona Bertha datang berkunjung lagi? Apakah kali ini juga disuruh pulang?" Sekretaris Bianca menghubungi Gray melalui telepon. Pria itu berdecak, hal seperti ini pun sang sekertaris harus bertanya padanya.
"Suruh dia pulang, berapa kali pun dia datang ke sini! Kalau kau menghubungiku untuk mengatakan hal seperti ini lagi, gajimu akan ku potong." Gray berkata dengan tegas, pria itu tidak tahu bahwa gadis di depan ruangannya itu sudah panas dingin takutnya.
"Ba-ik, Tuan, maafkan saya." Bianca berkata dengan gugup, ia menutup telepon dan mengelus dada. Selama ini baru kali ini Gray begitu gusar padanya.
"Ini semua karena wanita keluarga Bertha itu. Setiap hari selalu datang sampai resepsionis bingung mau beralasan apa lagi." Ia kembali menghubungkan panggilan ke resepsionis.
"Suruh dia pulang! Tuan ada urusan."
Sang resepsionis mengangguk mengerti, ia menutup telepon dan memandang Freya dengan tidak enak hati. "Mohon maaf, Nona. Tapi tuan kami sedang tidak bisa diganggu. Lebih baik Anda kembali dulu untuk saat ini."
Freya mendengus kesal. Sudah berhari-hari dia datang tetapi sama sekali tidak bisa bertemu Gray. Mama Feli juga tidak bisa diandalkan, wanita itu malah menyuruhnya untuk berusaha sendiri, dan tidak memberikan dukungan apa pun selain informasi.
"Sudah berpisah, dia masih tidak mau menemui ku. Sialan, semakin kau tak tergapai aku malah semakin tertantang, Grayson Grassel. Pokoknya hari ini aku harus bertemu denganmu. Aku yang akan menjadi penghiburmu di saat kau terpuruk ditinggal anak dan istri."
Matahari sudah bersembunyi dari dunia, digantikan bulan yang sedikit sedikit mulai menanjak.
Freya masih duduk di mobil dengan wajah lesu. Sudah jam setengah sepuluh malam tetapi tak ada bayangan pria yang ditunggunya itu muncul. Padahal ia sudah sengaja memarkirkan mobil di tempat yang sangat jelas untuk melihat mobil Gray.
Wanita itu bahkan tidak peduli dengan panggilan telepon sang manajer. Padahal ia sendiri tahu jelas ada syuting yang harus ia hadiri malam ini.
Ia berdecak kesal, sejak siang ia di sini dan tidak makan apa pun. Sekarang ia begitu lapar tetapi tidak bisa makan lagi karena harus menjaga tubuh.
Drrtt, drrtt.
Freya melirik kesal ponsel yang terletak di kursi sebelahnya. Ia ingin mengangkat namun kedatangan dua pria langsung menarik atensinya.
Wanita itu ingin keluar mobil, namun terlambat karena Gray sudah masuk ke dalam mobilnya yang langsung melaju.
Freya mengikutinya, wanita itu mengernyit saat menyadari Gray sekarang sepertinya tidak pulang ke rumah.
Perjalanan hampir 30 menit membawa mereka ke depan sebuah restoran bergaya vintage. "DieCla Fried Chicken? Dia makan di tempat murahan seperti ini?" gumam Freya dengan ekspresi jijik.
Ia ingin kembali turun namun melihat lampu restoran yang dimatikan ia urung. Tidak lama keluar seorang wanita dengan seorang anak digandengannya.
"Elodie? Jadi dia malam-malam ke sini untuk bertemu wanita itu?" Freya menggeram saat melihat Gray yang berusaha mendekati Elodie lagi. Pria itu bahkan mengikuti Elodie dari belakang meski tidak diacuhkan.
"Jangan harap hidupmu bisa tenang, rubah licik!" gumam Freya sembari mengalihkan tatapan pada restoran yang sudah gelap itu.
.
.
.
Perasaan kamu (Freya) deh yang rubah?