NovelToon NovelToon
Perjalanan Menuju Keabadian

Perjalanan Menuju Keabadian

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Petualangan / Fantasi Timur / Tamat
Popularitas:11.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Noviant Juan

Proses Revisi. Disarankan jangan membaca dulu.

Alur VERY++++ Slow.

KARYA INI TERISNPIRASI DARI NOVEL KING OF GODS, KARYA FAST FOOD RESTAURANT

Weng Lou merupakan seorang anggota Klan Keluarga Weng yang berasal dari keluarga cabang. Dia berhasil masuk kedalam Keluarga Utama setelah berlatih dengan sangat keras dan menjadi seorang jenius berbakat didesanya.

Namun, dirinya yang merupakan jenius di keluarga cabangnya bukanlah siapa-siapa di keluarga utama. Banyak sekali jenius beladiri yang berasal dari keluarga utama. Namun meski begitu, ia tetap berlatih dengan keras agar tidak tertinggal dari yang lain.

Hingga suatu malam, dia mengalami kejadian aneh, dan berakhir dengan dirinya mendapatkan sebuah kitab. Kitab yang membuat kehidupannya berubah. Dari seorang pecundang, menjadi seorang jenius .

Nama kitab itu adalah "Kitab Keabadian". Dan dengan kitab itu, ia akan menuju 'Keabadian'.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noviant Juan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 33. Kembali (I)

Bagi banyak orang kematian adalah akhir dari kehidupan, namun bagi sebagian kematian adalah awal dari kehidupan yang baru.

Tidak sedikit orang yang mempercayai tentang istilah reinkarnasi.

Para penduduk di Desa Sungai Biru juga begitu. Mereka percaya akan adanya roda reinkarnasi yang akan membuat orang yang mati akan terlahir kembali dalam kehidupan yang baru dimasa depan.

Tangisan dan duka memenuhi hampir seluruh desa karena kematian dari Weng Xialong, selaku kepala cabang keluarga Weng Desa Sungai Biru.

Mereka pun akhirnya memilih mengadakan pemakamkan Weng Xialong bersamaan dengan Nenek Lai.

Mereka dimakamkan dilokasi pemakaman khusus untuk keluarga Weng. Tidak ada lagi kegembiraan setelah acara itu diwajah para warga.

Setelah membersihkan semua kerusakan dan tubuh dari para Beruang Iblis Hitam, ayah Weng Lou mengajak seluruh keluarganya, serta Tuang Gong, Weng Wan dan Weng Hua untuk kembali ke Kota Bintang Putih.

Menurut ayah Weng Lou, mereka hanya akan membawa bencana bagi Desa Sungai Biru. Ini bukan tanpa alasan, pasalnya sang pemimpin Beruang Iblis Hitam semalam mengatakan bahwa mereka telah membunuh keluarga mereka sehingga mereka akan membalas dendam.

Dari segi manapun, sudah jelas para bnatang buas ini dapat mengetahui lokasi mereka itu sangatlah luar biasa.

Tidak. Itu gila.

Ayah Weng Lou memeberikan sekitar 50 koin emas kepada pemimpin cabang keluarga Weng Desa Sungai Biru selanjutnya, putra pertama Weng Xialong, Weng Xiao untuk mengelola perbaikan didesa.

"Jaga diri kalian dengan baik," ayah Weng Lou menepuk pundak Weng Xiao kemudian berbalik badan dan langsung menaiki kereta kuda mereka.

"Ayo berangkat Gong."

"Baiklah. Hyiaah!!"

Kereta kuda merekapun akhirnya pergi meninggalkan Desa Sungai Biru. Mereka pergi disiang hari jadi kemungkinan mereka harus berkemah di dalam Hutan Kematian.

Jadi mereka tidak membawa daging mentah dari Beruang Iblis Hitan sedikitpun, kecuali bagian-bagian tubuh yang berharga.

Namun meski begitu, bagian-bagian tubuh dari belasan Beruang Iblis Hitam tidaklah sedikit. Ada 5 karung besar yang berisikan bagian tubuh yang berharga milik belasan Beruang Iblis Hitam.

Saat sudah sore hari, mereka memilih sebuah padang rumput sebagai tempat untuk berkemah.

"Ayah...menurutku sebaiknya kita melanjutkannya saja. Aku merasa berkemah bukan ide yang baik," ujar Weng Lou dari atap kereta.

"Ayah juga berpikir begitu. Jika kita dalam kondisi prima maka itu akan baik-baik saja melewati Hutan Kematian dimalam hari. Tapi kita semua lelah setelah melewati pertempuran malam tadi, dan juga kita harus bekerja dari pagi hingga siang, setidaknya kita akan bergantian beristirahat dan berjaga," ayah Weng Lou melihat sekitarnya dan memandangi daerah pepohonan yang tidak jauh dari lokasi mereka sekarang ini.

Weng Lou tidak membantah, dia melompat turun dan pergi membantu mencari kayu bakar bersama Weng Wan, sedangkan ibu Weng Lou dan Weng Hua menyiapkan tenda.

"Kau yakin soal ini?" Tuan Gong datang menghampiri ayah Weng Lou sambil membawa pedang besarnya, menunjukkan dirinya tetap siaga.

"Kalau kau ingin aku jujur, tidak. Aku sama sekali tidak yakin akan hal ini," ayah Weng Lou menghela napas dan mengambil tombaknya.

"Ayo ikut aku. Karena kita tidak membawa daging Beruang Iblis Hitam sedikitpun maka kita harus berburu.

Dengan pedang besarmu itu mustahil dapat berburu tanpa menarik perhatian binatang buas, jadi aku yang akan menyerang, kau harus menjaga sekitar kita nantinya."

"Hm? Tidak ada yang menjaga disini?"

"Tidak perlu, disini sangat aman, hampir mustahil ada binatang buas yang menyerang. Justru kita yang harus kau khawatirkan, kita akan berburu dan pastinya akan tercium bau darah yang akan memancing binatang buas jika kita tidak cepat."

"Bagaimana bisa kau seyakin itu?"

"Entahlah...ini hanya firasat. Ayo pergi," ayah Weng Lou pun pergi memasuki daerah hutan bersama Tuan Gong.

Sementara itu pinggiran padang rumput. Weng Lou sibuk mencari kayu bakar bersama Weng Wan.

Mereka memunguti dahan dan ranting pohon yang sudah cukup kering sehingga dapat terbakar oleh api, walaupun sebenarnya itu tidak perlu, karena api yang dikeluarkan menggunakan tenaga dalam akan dapat dengan mudah membakar pepohonan menjadi arang.

Saat mencari kayu bakar, mereka berdua beberapa kali bertemu dengan kelinci dan tupai hutan. Weng Wan selalu berusaha menagkap mereka untuk dimakan nanti malam, tetapi Weng Lou selalu menghentikannya.

"Tidak perlu. Kau hanya membuang-buang nyawa binatang tak bersalah. Hanya kelinci tidak akan bisa menjadi makanan semua orang dikemah.

Ayahku dan Tuan Gong pasti sedang berburu, kita serahkan saja pada mereka. Kita harus bisa memungut ranting-ranting ini dengan cepat agar bisa berlatih."

Weng Lou dan Weng Wan memungut ranting-ranting yang mereka lihat. Begitu mereka anggap sudah cukup banyak yang mereka ambil, mereka memutuskan kembali.

Saat mereka sedang dalam perjalanan kembali, mereka mereka menemukan sebuah sumur tua.

Karena penasaran, mereka berdua memutuskan untuk memeriksanya.

"Mengapa ada sumur ditengah hutan?" Weng Wan bertanya sambil memutari sumur tua itu beberapa kali.

"Aku tidak tau. Tapi jika kita lihat lokasi kita sekarang, seharusnya padang rumput ini dulunya merupakan sebuah desa.

Kau lihat perbatasan padang rumput dan hutan diujung sana? Tidakkah aneh itu sedikit aneh? Bagaimana bisa dearah hutan begini ditumbuhi dengan pohon apel?" Weng Lou munjuk daerah didepa mereka yang berjarak sekitar 200 meter dari mereka.

Weng Wan mengangguk-nganggukkan kepalanya. Dia kemudian melihat kearah dalam sumur, namun dia tidak bisa melihat apa-apa karena terlalu gelap dan matahari sudah mulai terbenam.

"Ayo kita kembali. Seharusnya tendanya sudah jadi, ayahku dan Tuan Gong juga pasti sudah kembali," Weng Lou berjalan menjauh dan meninggalkan Weng Wan yang masih mengamati sumur itu sejenak.

Shhhhh....

Suara desisan keluar dari dasar sumur itu dan membuatjabtung Weng Wan hampir copot. Dia segera berlari menyusul Weng Lou dan kembali ketempat mereka.

***

Hari berganti malam. Suasana Hutan Kematian begitu sunyi dan mencekam. Bahkan mereka yang bukan didalam hutannya merasakan suasana yang berbeda.

Sesekali akan terdengar bunyi auman ataupun raungan dari dalam hutan.

"Aku sudah pernah pergi ke Hutan Kematian sebelumnya sendirian, tapi belum pernah berkemah didalmnya. Suasana disini benar-benar berbeda waktu sore tadi," ucap Weng Lou sambil memakan dagiang buruan ayahnya dan Tuan Gong.

Mereka berhasil menagkap seekor rusa biasa tanpa kesulitan. Mereka tidak membunub dengan serangan senjata, tetapi dengan cara langsung menangkap dan mematahkan lehernya. Ini untuk menghindari aroma darah segar yang menyebar.

"Kau akan segera terbiasa. Hutan Kematian memang begini dari dulu. Setiap malan tiba, binatang-binatang buas didalamnya akan sangat agresif dan mudah mengamuk.

Kita memilih berkemah disini sebenarnya karena itu. Aku tidak ingin kita berpapasan dengan biantang buas yang cukup kuat. Walaupun nantinya akan menang, itu hanya akan memanggil biantang buas lainnya," ayah Weng Lou melempar ranting kedalam api unggung mereka.

Mereka malam ini sudah sepakat untuk bergilir menjaga. Ayah Weng Lou akan berjaga pertama, setelah 2 jam akan digantikan oleh Tuan Gong, selanjutnya sekaligus terakhir, adalah Weng Lou.

Didalam Hutan Kematian tidak ada yang tau apa yang menunggumu. Kau harus selalu waspada setiap saat dan waktu, tidak boleh sampai lengah.

Setelah selesai makan malam, mereka pun mulai masuk kedalam tenda dan tidur, sedangkan ayah Weng Lou berjaga.

Dua jam kemudian, sekitar tengah malam, ayah Weng Lou membangunkan Tuan Gong untuk bergantian tugas menjaga.

"Jangan sampai kau tertidur. Aku tidak mau saat bangun nanti yang kulihat adalah setengah tubuhmu," ayah Weng Lou pun masuk kedalam tenda dan mulai tertidur.

"Sial. Apa-apaan itu? Kau menyumpahiku tau apa? Huh!" Tuan Gong memilih duduk dipinggir api unggun.

Dia mengambil pedangnya besarnya dan memilih menghabiskan waktu dengan membersihkanya.

2 jam lagi berlalu dan tidak ada yang terjadi, kecuali seekor ular piton biasa yang menghampiri tenda mereka dan berakhir kehilangan kepalanya lalu dibakar di api unggun.

"Hoi nak, saatnya kau berjaga. Hoaam...aku tidak menyangka berjaga akan begitu membosankan," Tuan Gong membangunkam Weng Lou dan langsung segera masuk kedalam tenda untuk kembali tidur.

Weng Lou hanya bisa menggelang-gelengkan kepala melihat tingkah Tuan Gong. Dia kemudian memilih duduk disamping api unggun seperti yang dilakulan Tuan Gong.

Dia kemudian menatap Kitab Keabadian yang melayang didekatnya.

"Sudah lama aku tidak membukanya. Aku penasaran apa yang kitab itu alami. Dia beberapa kali bercahaya, mungkinkan teknik baru?"

Weng Lou pun mengambil Kitab Keabadian dan membukanya. Dia lalu melihat-lihat lembaran pertama dan kedua, dimana itu merupakan lembaran yang berisikan Teknik Mata Elang dan Teknik Pembersih Jiwa yang dia dapatkan sebelumnya.

Dia kemudian membuka lembaran selanjutnya. Weng Lou tampak terkejut melihat beberapa paragrap kalimat dilembaran itu.

Weng Lou kemudian membaca peragrap pertama. Alisnya sedikit berkerut saat membacanya, kemudian dia memilih membaca langusng semua kalimat-kalimat itu.

Semakin lama membaca semakin buruk wajah Weng Lou. Wajahnya tampak seperti sedang melihat hantu.

"Ini...bagaimana bisa...semua peristiwa penting yang terjadi hari-hari yang lalu dan bahkan tadi malam semuanya tertulis disini...mungkinkah...-!"

Belum selesai Weng Lou berpikir muncul kalimat-kalimat baru.

'Sekawanan Piton Putih yang haus akan darah mencari mangsanya tepat sebelum matahari terbit.'

Nafas Weng Lou tertahan saat membaca ini.

Piton Putih? Dia tidak ingat pernah melihatnya sebelumnya?

Masih dalam kondisi berpikir deras, Weng Lou tiba-tiba mendengar sesuatu dikegelapan. Dia mengkonsenterasikan semua indranya untuk mendengar lebih jelas.

Shhhh....

Itu suara desisan! Dan tidak hanya satu tetapi banyak!

Weng Lou dengan cepat melempar sebuah ranting uang dia bakar kekegelapan yang tidak bisa dijangakau oleh api unggun.

Betapa terkejutnya Weng Lou saat melihat ratusan ular berwarna putih mengelilingi tenda mereka.

Ular Piton Putih!!

1
Ama Zon
mantap lanjut
Soeryono Tangerang
kàcàh.....kacah
Soeryono Tangerang
dasar weng lou bodoh
Harman Loke
lanjuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuttttttt teruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuusssssss
tobias
kerennnn
llovees°•♡
🤣🤣🤣
Bambang tri poetro
Lumayan
Eneng Eneng
Lumayan bagus cara mendarat ya
Serangan kenapa tdk habis habis
Babat Semua
Kasihan Bingbing
Ceritanya jadi gurauan
Yang terjadi bukan bertanding tapi berkelahi 🤣🤣🤣
Makin seru Tir
Masa Gu Lian kalah sama Weng Hua
keren bisa terbang
Bing Qian... leluhurnua
Ras Ilahi
Jadi Weng Lao tdk bisa ikut turnamen
Weng Lou bodoh amat keterlaluan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!