Nayla mendapatkan kabar dari Tante Ida agar pulang ke Indonesia dimana ia harus menghadiri pernikahan Anita.
Tepat sebelum acara pernikahan berlangsung ia mendapatkan kabar kalau Anita meninggal dunia karena kecelakaan.
Setelah kepergian Anita, orang tua Anita meminta Nayla untuk menikah dengan calon suami Anita yang bernama Rangga.
Apakah pernikahan Rangga dan Nayla akan langgeng atau mereka memutuskan untuk berpisah?
Dan masih banyak lagi kejutan yang disembunyikan oleh Anita dan keluarganya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Rangga mengetuk pintu ruang kerja istrinya dan ia meminta istrinya untuk mematikan laptopnya.
"Apakah kamu lupa kalau Tante Ida mengundang kita untuk makan malam?"
Nayla yang mendengarnya langsung mematikan laptopnya dan mengambil tasnya.
Mereka berdua berjalan menuju ke parkiran mobil dan segera Rangga melajukan mobilnya menuju ke rumah.
"Nay, apakah kamu masih mencintai kekasihmu?" tanya Rangga.
Rangga melihat ke istrinya yang tidak menjawab pertanyaannya karena sedang memakai headset dan ia pun kembali fokus menyetir.
Dua puluh menit kemudian mereka telah sampai di rumah.
Nayla langsung turun dari mobil tanpa menghiraukan suaminya.
"Bi Ina, ini tempat bekalnya." ucap Nayla sambil memberikan kotak bekal.
Setelah itu Nayla berjalan menuju ke kamar untuk beristirahat sejenak.
Baru saja akan memejamkan matanya tiba-tiba pintu kamarnya diketuk oleh Bi Ina.
Nayla pun kembali bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya.
"Ada apa Bi?" tanya Nayla dengan suara lirih.
"Ini dari Den Rangga." jawab Bi Ina yang memberikan sebuah tas yang berisikan gaun pesta.
Setelah itu Nayla kembali masuk ke kamar dan merebahkan tubuhnya kembali.
"Kenapa malah tidak jadi mengantuk." Nayla langsung bangkit dari tempat tidur dan segera menuju ke kamar mandi.
Di dalam hati, ada perasaan malas dan enggan untuk menghadiri acara ulang tahun Tante Ida. Ia merasa ada yang tak beres dengan situasi ini.
"Kenapa mereka nggak sedih sama sekali dengan kematian Anita? Dan kenapa malah mengadakan acara ulang tahun? Apa sebenarnya yang terjadi di keluarga Om Farhan ini?" gumam Nayla.
Setelah selesai mandi Nayla menutup tubuhnya dengan kimono handuknya.
Nayla membuka tas yang berisi gaun pesta berwarna biru muda.
"Biru muda warna kesukaan Anita." gumam Nayla yang tidak begitu suka dengan warna biru muda.
Ia yang merasa tidak cocok dengan gaun itu langsung meletakkannya kembali ke dalam tas.
Nayla membuka lemari pakaiannya dan mengambil gaun pesta berwarna merah kesukaannya.
Setelah mengenakan gaun merah, Nayla melanjutkan dengan berdandan agar tampak cantik dan anggun untuk acara malam ini.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam dan Rangga mengetuk pintu kamar istrinya.
Nayla lekas membuka pintunya dan melihat suaminya yang sudah mengenakan setelan jas hitam.
Rangga menelan salivanya saat melihat istrinya yang mengenakan gaun pesta berwarna merah.
"Kenapa kamu tidak mau memakai gaun yang aku berikan?" tanya Rangga.
"Maaf, aku tidak suka dengan warna biru muda." jawab Nayla yang kemudian berjalan dan masuk ke dalam mobil.
Rangga yang mendengarnya langsung terdiam saat istrinya berkata seperti itu.
Ia sendiri tidak tahu apa warna kesukaan istrinya. Sehingga ia mengira jika Nayla juga suka warna biru muda.
Rangga segera melajukan mobilnya menuju ke restoran mewah dimana ulang tahun Tante Ida diadakan.
Di sepanjang perjalanan mereka berdua tidak saling bicara.
"Maafkan aku Mas, jika sikap ku berubah." ucap Nayla dalam hati.
Dalam keheningan perjalanan, Nayla merasakan beban di dadanya.
Kata-kata maaf yang terucap di dalam hati mencerminkan penyesalan dan harapan untuk memperbaiki keadaan.
Rangga, yang fokus mengemudi, mungkin tidak menyadari pergolakan batin Nayla.
Restoran mewah itu semakin dekat, namun suasana di dalam mobil terasa penuh dengan ketidakpastian dan ketegangan yang tersembunyi
Tak lama kemudian mereka telah sampai di rumah makan itu.
"Ayo kita turun." ajak Rangga.
Nayla lekas mengambil tasnya dan segera turun dari mobil.
Rangga langsung menggandeng tangan istrinya dan mengajak masuk ke dalam.
Nayla menatap ke arah suaminya yang tiba-tiba menggandeng tangannya.
Rangga dan Nayla masuk ke ruangan dimana Tante Ida, Om Farhan dan Agil ada disana.
Tante Ida melihat ke arah Nayla yang semakin cantik dengan gaun berwarna hitam.
Mata tante Ida tertuju ke kalung yang dikenakan oleh Nayla.
"Ayo silahkan duduk," ucap Om Farhan.
Kemudian Om Farhan meminta pelayan untuk menyiapkan kue ulang tahun dan makanan lainnya.
Sambil menunggu pesanan datang Om Farhan mengajak Rangga untuk berbincang.
Di sisi lain, Tante Ida tampak begitu antusias mengagumi kalung yang dikenakan Nayla.
"Kalung kamu sangat cantik, Nayla! Dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Tante Ida dengan senyum sinis.
"Terima kasih, Tante! Ini adalah hadiah dari Mas Rangga." jawab Nayla sambil memegang kalungnya.
Tante Ida semakin panas saat mendengar jawaban dari Nayla.
Ia tidak menyangka jika Rangga akan memberikan hadiah yang mahal kepada Nayla.
"Rangga, apakah kamu tidak memberi Tante hadiah?" tanya Tante Ida.
"Sepertinya Mas Rangga lupa, tetapi Tante tidak usah khawatir karena aku sudah menyiapkan hadiah untuk Tante." ucap Nayla.
Nayla berjalan keluar dan mengambil kado yang berisi pakaian untuk hadiah ulang tahun Tante Ida.
"Ini Tante hadiah dari aku dan Mas Rangga." ucap Nayla.
Tante Ida tersenyum bahagia dan ia mengira kalau Nayla dan Rangga akan memberikannya sebuah hadiah yang mewah.
Disaat membuka kado itu, Tante Ida langsung syok saat melihat hadiah yang diberikan Nayla.
"Semoga Tante menyukai hadiah dari kami."
Nayla kembali duduk dan menikmati makanan yang sudah di hidangkan.
Om Farhan meminta Tante Ida untuk tidak melakukan hal apapun di hari ulang tahunnya.
Tante Ida menarik nafas panjang dan ia juga kembali duduk.
Kemudian Om Farhan mengajak mereka untuk menyanyikan lagu ulang tahun untuk Tante Ida.
"Semoga Mama panjang umur dan banyak rezeki." ucap Om Farhan.
Setelah menyanyikan lagu ulang tahun, Om Farhan meminta mereka untuk menikmati hidangannya.
Tante Ida bangkit dari duduknya dengan senyum lebar, lalu meletakkan semangkuk puding di hadapan Nayla.
“Nayla, ini puding mangga kesukaan keluarga. Tante buatkan khusus kamu hari ini,” ujarnya manis.
Nayla menelan ludah. Ia tahu betul puding itu mengandung buah yang membuat tubuhnya menjadi ruam, gatal, dan sesak napas.
Ia alergi terhadap mangga sejak kecil. Tapi, bagaimana caranya menolaknya.
“T-terima kasih, Tante...” ucap Nayla pelan, menunduk. Ia hanya menatap puding itu tanpa menyentuhnya.
Beberapa detik berlalu dalam sunyi yang tegang.
“Nay, kenapa kamu tidak memakannya?” suara Tante Ida terdengar lirih, dibuat-buat sedih.
“Apa kamu tidak menghargai pemberian Tante?” Matanya mulai berkaca-kaca, meski jelas tak ada air mata sungguhan di sana.
Rangga langsung menoleh ke istrinya. “Nayla, makanlah. Tante Ida sudah memberikannya kepada kamu."
Nayla menggigit bibir. “Aku… aku tidak bisa memakannya.”
Tante Ida mengeluarkan suara isakan palsu.
“Astaga… aku hanya ingin menyenangkan kalian…”
Rangga terlihat mulai kehilangan kesabaran. “Nayla, jangan buat aku malu di depan ibu. Kenapa kamu selalu seperti ini? Cepat makan puding itu!”
Nayla terdiam. Tangannya gemetar di pangkuan. Di hadapannya, puding mangga tampak lembut dan manis tapi bagi Nayla, itu adalah ancaman yang tersembunyi di balik senyuman palsu dan tuntutan yang menyesakkan.
Rangga yang sudah kehilangan kesabaran langsung bangkit dari duduknya dan menyuapi Nayla dengan puding mangga itu.
Nayla mencoba untuk tidak menelannya tetapi Rangga masih terus menyuapinya.
Tante Ida tersenyum bahagia dan ia berharap jika Nayla lekas mati.
Ia merasa menyesal karena sudah meminta Nayla untuk menikah dengan Rangga.
Nayla mulai merasa sesak nafas dan ia langsung mengambil tas nya.
Tanpa berpamitan dengan mereka, Nayla langsung berjalan keluar.
Rangga yang tidak enak dengan keluarga Om Farhan langsung mengikuti istrinya.