Azalea Safira tidak pernah menyangka bahwa ia akan terikat oleh pesona Kevin. Boss arogan, angkuh dan menyebalkan.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan asisten pribadi saja. Tanpa Kevin sadari, ia mulai bergantung pada asisten pribadinya itu.
Kevin pikir, selama bersama dengan Safira setiap hari, itu sudah cukup. Namun, siapa sangka kisahnya tidak berjalan sesuai rencana.
Akankah Kevin berhasil mendapatkan hati Safira? Mengingat sikap Kevin yang selalu seenaknya sendiri padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 30
"A—apa! Menikah?!" seru Safira. Ia mendorong Kevin lalu cepat-cepat menjaga jarak dari pria itu.
Safira tidak menyangka jika kalimat sakral itu kembali terucap dari bibir Kevin. Meski sudah sering bicara tentang pernikahan, ucapan Kevin membuat jantungnya berdebat tak karuan.
"Aku janji akan membuatmu bahagia. Aku tidak akan pernah mendua atau berselingkuh di belakang kamu. Seperti dia." Kevin menekan semua kalimatnya sambil melirik Ryan yang masih diam mematung.
Ryan nampak sedang menahan emosinya. Pria mana yang rela mantan kekasihnya di lamar pria lain? Dan sialnya pria itu adalah Kevin.
Dugaannya selama ini benar. Jika Safira dan Kevin sudah berselingkuh tanpa sepengetahuannya.
Seharusnya, sejak awal Ryan mempercayai ucapan Kiara. Yang mengatakan kalau Kevin menyukai kekasihnya.
Namun, Ryan berusaha menepisnya. Ia percaya kalau hubungan mereka hanyalah sebatas atasan dan asisten pribadi saja.
"Jadi benar, kalian sudah menjalin hubungan saat status Safira masih menjadi pacarku?" tanya Ryan.
"Ya! Tidak!" jawab mereka berdua bersamaan lalu saling menatap. Safira memutuskan kontak lebih dulu dari Kevin.
"Kenapa mengelak. Katakan saja kalau kita memang sudah—argh! Fira!" Kevin meringis, menahan sakit. Safira menendang kakinya.
"Bisa diam tidak? Atau aku tidak akan segan-segan melakukan yang lebih dari ini," ucap Safira dengan nada mengancam.
Ia tahu, selain menyebalkan, mulut Kevin itu sedikit ember mirip ibu-ibu komplek jika sudah bicara.
Kevin mengangguk pasrah. Padahal niatnya baik. Tapi, Safira selalu menyalah artikan tindakannya.
•••
"Masih terlalu pagi untuk melamun, Nona Safira," ucap Kevin melirik ke arah asisten pribadinya itu.
Sejak kejadian di depan halte bus tadi, Safira tidak tidak fokus bekerja.
"Saya tidak melamun," elak Safira sedikit gelagapan.
Padahal, ia memang sedang melamun memikirkan ucapan Kevin yang terlihat serius mengatakan ingin menikahinya di depan Ryan.
"Ada yang ingin kamu bicarakan?"
"Tidak ada."
"Kamu yakin?"
"Ya," jawab Safira tegas.
Kevin menahan tawanya. Perutnya seakan tergelitik melihat tingkah Safira yang menggemaskan. Ia tahu, banyak pertanyaan di dalam benak wanita itu.
"Tentang ucapanku tadi, jangan terlalu dipikirkan. Aku sengaja mengatakan itu supaya Ryan berhenti mengejar kamu," ucapnya dengan berbohong.
Melihat raut wajah Safira saat itu, Kevin yakin dia pasti menolaknya mentah-mentah.
Mana ada wanita yang mau menerima lamaran dari pria lain sementara hatinya masih tertuju pada mantan kekasihnya?
Walaupun yang sebenarnya, Kevin memang berkata jujur. Dan berharap kalau Safira menjawab dengan anggukan kepala.
Sayangnya, Safira malah mengajaknya berdebat.
"Oh, saya pikir anda serius dengan ucapan anda tadi," sahut Safira sedikit kecewa saat tahu alasan Kevin melamar dirinya.
Selama satu minggu ini, Kevin yang selalu ada di samping Safira. Menemani dan menghiburnya sampai Safira lupa kalau ia pernah mencintai Ryan.
Ia baru sadar kalau Kevin ternyata sudah mendapat tempat di hatinya jauh sebelum ia mengenal Ryan atau siapapun.
"Ck! Melamun lagi?"
"Ada yang anda butuhkan, Pak Kevin?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan." Kevin menutup laptopnya.
Lalu menarik pinggang Safira, hingga wanita itu terduduk di pangkuannya. Kevin mengusap pinggang Safira naik turun dengan perlahan.
"Pak! Tolong, jangan seperti ini. Bagaimana kalau ada yang melihat?"
"Tidak akan ada yang berani masuk tanpa izin dariku." usapan Kevin menjalar naik lalu berhenti di tengkuk leher wanita itu. Membuat Safira merinding seketika.
"Pak..." Safira menggigit bibir.
"Kamu kecewa, hum?" bisik Kevin, menarik wajah Safira mendekat. Menempelkan hidung mereka satu sama lain.
Aroma maskulin menyeruak, menghampiri indera penciuman Safira. Meski sudah sering beradaptasi dengan itu, anehnya dada Safira tidak mau berhenti berdebar.
Dan malah semakin kencang.
"T—tidak. Saya tidak kecewa," jawabnya terbata.
Safira memang pembohong ulung. Lihat saja, tubuhnya bergetar saat mengatakan kebohongan itu.
"Lupa kita sudah lama bersama? Kamu tidak akan bergetar seperti ini jika memang sedang bicara jujur, sayang." ucapan Kevin terdengar memabukkan bagi Safira. Apalagi panggilan sayang yang Kevin lontarkan.
"Astaga, apa yang terjadi denganku. Kenapa aku malah senang mendengar Kevin memanggilku sayang?" batin Safira meronta.
Sungguh, ingin sekali rasanya Safira menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Atau haruskan ia melompat dari gedung ini? Ah tidak! Safira masih ingin hidup.
"Apa mau anda?"
Kevin menautkan alis. Masih dengan posisi yang sama. "Mauku?"
"Ya. Bukankah anda yang meminta saya duduk di sini? Saya masih ada pekerjaan lain, jadi—"
"Mau makan malam denganku?" Kevin menjauhkan wajahnya, menyelipkan anak rambut yang sejak tadi menutupi wajah cantik Safira.
"Tidak bisa. Karena anda ada undangan makan malam dengan nona Chelsea," ucap Safira.
"Batalkan," ucap Kevin. Safira selalu saja berhasil menghancurkan moodnya.
Kevin muak mendengar Safira membicarakan tentang bisnis jika mereka sedang berduaan dan begitu intim seperti ini.
"Tapi, Pak."
"Keluar!" titahnya.
"Baik."
Safira turun dari pangkuan Kevin. Merapikan pakaian sebelum benar-benar keluar dari ruangan kerja bosnya.
"Ya Tuhan! Wanita itu benar-benar tidak peka sama sekali. Harusnya dia tahu kalau aku sedang mengajaknya berkencan. Dasar bodoh!" Kevin mengusap wajahnya frustasi.
kok udah end aja????????
tetap semangat jangan patah semangat!! 🤗