Pembalasan Alena

Deg deg deg

Jantung Alena berdebat dengan keras. Alena tidak pernah menyangka Arka akan menggendongnya seperti ini. Dia juga dapat merasakan debaran milik Arka. Apa Arka memiliki perasaan yang sama dengannya?

Tidak Alena pungkiri nama Arka sudah terpatri dalam hatinya. Tidak mudah untuk menghapus nama itu dari dalam hatinya. Namun Alena juga tidak berniat untuk menjalin hubungan dengannya. Bagi Alena saat ini yang penting keluarganya bahagia.

"Tolong lepaskan Saya tuan! " pinta Alena keduanya telah jauh dari Daffa dan yang lainnya. Arka tidak menjawab dan terus berjalan ke kamarnya.

"Masuk dan istirahatlah," ucap Arka saat mereka tiba didepan kamar Arka. Arka juga telah menurunkan Alena dari gendongannya.

"Ini kamar siapa, Tuan?"

"Kamarku, kenapa? "

"Terus Tuan istirahat di mana? "

"Tidak perlu memikirkanku. Lebih baik sekarang kamu istirahat! "

"Yang mau istirahat siapa? Saya masih ingin berbincang dengan Kak Cahya, " bantah Alena dengan cemberut. Arka gemas melihatnya.Dia mengelus rambut Alena dengan lembut.

"Kak Cahya akan tidur disini nanti malam. Masih banyak waktu untuk berbincang. Apa kamu tidak ingin mandi? "

Alena tidak menjawab pertanyaan Arka. Sia-sia berkata dengannya. Jadi Alena memutuskan untuk masuk kedalam kamar.

Arka tidak marah. Senyumnya tiba-tiba merekah mengingat apa yang ia lakukan sebelumnya. Harum tubuh Alena masih terngiang hingga sekarang.

Sedangkan Cahya sudah ngomel-ngomel di bawah. Aditya berusaha untuk membujuknya.

"Lebih baik kalian ikutan istirahat. Nanti malam kita adakan barbeque sama-sama. Bagaimana?" usul Daffa tiba-tiba. Aditya langsung menyetujuinya.

"Ide bagus tuh. Bagaimana sayang?" Aditya meminta pendapat Cahya yang masih cemberut.

"Oke deh! "

Bagaimana pun dia masih kangen sama Alena. Jadi ia menyetujui usul Daffa.

"Sekarang kalian istirahat saja dulu di kamar . Kasihan Anak-anak butuh istirahat, " saran Aletta yang sedari hanya diam disamping Daffa.

"Baiklah."

"Ayo aku antar ke kamar kalian."

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan Adit. Kalian pergi berdua saja dulu," ucap Daffa.

Aletta menyetujuinya. Ia membantu Cahya menggendong putri kecilnya. Sedangkan Cahya menggendong putra sulungnya.

Malam harinya mereka melakukan barbeque di samping rumah. Mereka menikmatinya sambil berbincang santai.

Alena berbincang dengan Cahya dan juga Aletta. Jangan lupakan ketiga kurcaci yang duduk diam menyantap makanan kesukaan mereka.

"Katanya mau ke Bandung bareng Om sama tante," ucap Cahya.

"Kalau Rara ada libur kak. Kalau sekarang kan Rara sedang bertugas."

"Kerja di perusahaan enak tidak?"

"Dibilang enak ya enak, dibilang tidak enak juga tidak enak," jawab Alena dengan jujur.

"Kok bisa?" tanya Aletta dan Cahya bersamaan.

"Nggak bisa libur seenaknya, " jawab Alena dengan terkekeh.

"Ya iya lah. Bisa bangkrut perusahaan kalau karyawannya libur sesuka hatinya."

"Terus bagaimana hubungan kamu sama Arka?" tanya Aletta penasaran.

"Biasa saja. Tuan Arka cukup baik sebagai seorang atasan, " jawab Alena apa adanya. Namun bukan itu maksud Aletta.

Aletta pernah dengar dari sang suami jika Arka menyukai Alena, begitupun dengan Alena. Itulah yang menyebabkan Daffa menjadikan Alena sebagai asisten Arka.

Aletta sempat cemburu saat mengetahui Daffa membiayai pendidikan Alena. Daffa menceritakan alasan ia melakukannya. Sejak saat itu Aletta berusaha untuk percaya pada Daffa.

"Kalian tidak pacaran?" kini giliran Cahya yang bertanya.

"Nggak lah. Kenapa kakak tanya seperti itu?"

"Lah,tadi Arka dengan santai membawamu dalam gendongannya. Itu apa maksudnya?"

"Mana Rara tahu. Tadi Rara juga kaget saat tuan Arka tiba-tiba gendong Rara, " jawab Alena dengan jujur.

"Katanya dulu kalian satu sekolah Apa benar? "

"Ya begitulah."

"Kakak rasa Arka suka sama kamu. "

"Tidak mungkin! "

"Kenapa?"

"Rara bukan tipenya, " jawab Alena seadanya.

"Memangnya tipe Arka seperti apa? "

"Mana Rara tahu, " jawab Alena .

"Bagaimana kalau kita tanya anaknya langsung? "

"Nggak perlu lah....ngapain juga . Lagian tuan Arka sedang ngobrol."

"Buat nggak penasaran lah."

"Betul tuh, " ucap Cahya menyetujui usulan dari Aletta.

"Yang penasaran kan kak Aletta sama kak Cahya bukan Aku."

Jika Alena, Cahya dan Aletta sibuk membahas Arka. Maka Arka, Aditya, dan Daffa sibuk membahas Alena.

"Kenapa kamu nggak bilang secara langsung kalau kamu suka sama dia."

"Nunggu momen yang pas dulu dong Bang."

"Pas apa? pas dia udah pergi apa pas dia udah nemuin Cowok yang pas buat pasangannya, " cibir Daffa yang greget banget sama Arka. Sudah diberi kesempatan banyak kok malah santai-santai saja.

"Doainnya yang benar dong Bang! "

"Ini udah paling bener. Jangan gengsi doang yang kamu gedein. Kalau suka bilang suka. "

"Nggak sesimpel itu. Aku udah coba kasih perhatian lebih, tapi reaksinya biasa-biasa aja tuh."

"Terserah deh. "

Daffa memutuskan untuk menghampiri sang istri. Begitupun dengan Aditya. Mau tak mau Arka mengikuti mereka dari belakang.

Mereka menikmati acara barbeque itu hingga tengah malam. Keesokan harinya Alena dan Arka bertolak ke jakarta pagi sekali.

...****************...

ALena tiba-tiba menghentikan laju mobilnya. Ada beberapa motor yang menghalangi jalannya. Dilihat dari penampilannya mereka seperti preman. Ditangan mereka masing-masing membawa senjata tajam.

Alena turun dari mobil dengan santai. Tidak ada rasa takut maupun gemetar melihat orang-orang yang berpenampilan sangar itu.

"Apa yang kalian inginkan? "

"Tentu saja tubuhmu. Aku sangat ingin mengurung tubuh seksimu _"

Jleb!

"Au! " pekik lelaki itu spontan. Alena melempar belati hingga menancap di lengannya .

"Breng***! "

"Kenapa diam saja! beri pelajaran jalang sialan itu!"

Mendapat instruksi dari pimpinan semua maju untuk mengeroyok Alena. Alena menghadapi mereka dengan senang hati. Sudah lama ia tidak melemaskan ototnya.

Alena menendang salah satu dari mereka, kemudian mengambil senjatanya. Ia tidak ingin mengambil resiko.

Tring!

Tring!

Sret!

Sret!

Alena berhasil melukai tubuh mereka dengan senjata yang ia pakai. Kemudian satu persatu mulai tumbang. Hingga beberapa saat kemudian semua berhasil ia lumpuhkan.

"Siapa yang sudah menyuruh kalian? "

"Tidak ada yang menyuruh kami."

"Betulkah! sayangnya Aku tidak begitu percaya begitu saja. Katakan siapa yang sudah menyuruh kalian! " bentak Alena dengan tegas .

Jalan yang mereka lalui ini memang cukup sepi. Alena sengaja membawa mereka kesini sejak sadar dirinya diikuti.

"Tidak ada! "

"Jadi kalian tidak mau mengaku ya? "

Pletak!

"Auuuuu! "

Alena membuat tulang siku milik salah satu preman patah. Preman yang lain seperti ikut merasakan sakitnya. Mereka menatap Alena ngeri.

"Masih tidak mau mengaku?!!! "

"Tuan Aryan! "

"Bodoh! kenapa mulutmu ember sekali! "

"Aku tidak mau tanganku patah. Bagaimana aku bisa kerja? "

"Tuan Aryan pasti akan marah!"

"Aku akan _"

"Berisik!!! "

".... "

"Bilang sama bos kalian. Tunggu pembalasan dariku! " ucap Alena tatapan tajam. Entah kenapa membuat bulu kuduk mereka merinding.

"Baik! "