NovelToon NovelToon
THE KNIGHT

THE KNIGHT

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Perperangan
Popularitas:15.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mirabella Randy

Menyaksikan genosida jutaan manusia tak berdosa langsung di depan mata, membuat Arya terluka dan mendendam parah kepada orang-orang Negeri Lembah Merah.

Entah bagaimana, Arya selamat dari pengepungan maut senja itu. Sosok misterius muncul dan membawanya pergi dalam sekejap mata. Ia adalah Agen Pelindung Negeri Laut Pasir dan seorang dokter, bernama Kama, yang memiliki kemampuan berteleportasi.

Arya bertemu Presiden Negeri Laut Pasir, Dirah Mahalini, yang memintanya untuk menjadi salah satu Agen Pelindung negerinya, dengan misi melindungi gadis berusia tujuh belas tahun yang bernama Puri Agung. Dirah yang bisa melihat masa depan, mengatakan bahwa Puri adalah pasangan sejati Arya, dan ia memiliki kekuatan melihat masa lalu. Puri mampu menggenggam kebenaran. Ia akan menjadi target utama Negeri Lembah Merah yang ingin menguasai dunia.

Diramalkan sebagai Ksatria Penyelamat Bima dan memiliki kemampuan membaca pikiran, mampukah Arya memenuhi takdirnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mirabella Randy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PENGORBANAN API SUCI

Keris perak itu menyayat kulit dan daging lenganku cukup dalam. Pedih dan nyeri, tapi masih bisa kutoleransi. Darah mengalir deras bagai air terjun dan dengan cepat membentuk kolam merah segar dalam tempurung asing yang tertangkup di genggaman tangan kiri Eyang Kahiyang.

Aneh, meski tengkorak itu jelas memiliki lubang di bagian mata dan hidung, darahku yang membanjir ke dalamnya tidak tumpah ke lantai sama sekali. Seakan ada lapisan kekuatan tak kasat mata menahan darahku agar tidak keluar dari dalam rongga tempurung.

Aku mulai merasa pening.

Setelah darahku memenuhi rongga tengkorak itu, aku hampir pingsan. Eyang Kahiyang menyapukan permukaan keris perak di atas lukaku seraya menggumam mantra. Ajaibnya, luka dalam di lenganku langsung menutup dan pulih tak berbekas.

Aku mengerjap, menarik napas dalam-dalam. Kunang-kunang dalam benak kerajaanku lenyap. Aku bisa duduk kembali dengan tegak.

Sesaat, Eyang Kahiyang sibuk meracik sesuatu dalam genangan darahku. Bubuk entah apa, bunga, daun, ranting, beras. Semuanya langsung tenggelam dan lenyap dalam sekejap.

"Untuk menyempurnakan sihir ini, aku harus membakarnya dalam Api Suci. Begitu persembahan ini terbakar, kamu juga akan merasakan tubuhmu terbakar... kamu harus bisa menahannya. Setelah persembahan Darah dan Api diterima, kamu akan memperoleh berkah dalam jantung dan nadimu. Meski kamu terluka parah, kamu tidak akan pernah bisa mati--kecuali, tengkorak ini dihancurkan oleh Semesta. Saat itulah, kamu akan benar-benar tiada."

Aku mengejang saat mendengarnya. Aku pernah mengalami luka bakar akibat terkena ledakan bom, itu saja rasanya sangat pedih. Dan setelah ini aku akan merasakan sensasi terbakar hidup-hidup untuk mengaktifkan sihir yang bisa membuatku seperti kucing bernyawa sembilan dan tak mudah mati sungguhan?

Kepalaku pening lagi. Kenapa hidupku jungkir balik sedrastis ini dalam waktu singkat? Otakku masih belum bisa menerima semuanya--tapi kekuatan magisku, yang bisa melihat kebenaran, bisa mengakuinya tanpa ragu sama sekali.

Bagus kalau benar. Aku jadi bisa memenuhi janjiku untuk melindungi Puri sampai akhir.

Aku menarik napas dalam-dalam, bertekad menguatkan diri.

Eyang Kahiyang menatapku lekat dan tersenyum lembut. Ia lalu berdiri perlahan, melantunkan kidung mantra, dan menari di tempat dengan gerakan-gerakan tertentu, seperti sedang memuja sesuatu.

Nyanyian dan tarian itu membuatku bersila beku di tempat. Aku seakan terhipnotis total. Bola-bola api putih meluncur dari belakang punggungku, sesaat berputar dan berpusar mengiringi tarian puja misterius Eyang Kahiyang.

Aneh. Menakutkan. Indah.

Saat kidung dan tariannya memuncak, Eyang Kahiyang berlutut dengan mengangkat tengkorak berisi darahku itu melewati puncak kepalanya, seakan mempersembahkannya pada kekuatan maha tak kasat mata.

Bola-bola api itu bersatu dan membakar tengkorak di tangan Eyang Kahiyang.

Tak ada setitik pun bara api asing itu menyentuh kulitku--tapi di saat tengkorak itu terbakar, sensasi panas dan pedih luar biasa merasuki seluruh serabut tubuhku. Aku ingin berguling dan menjerit, melakukan apa saja untuk memadamkan rasa sakit, tapi tubuhku tak bisa bergerak. Aku bergeming bagai arca batu, seakan ada kekuatan tak kasat mata menahanku.

Bernapas pun aku tak mampu.

Yang kurasakan sepenuhnya kesakitan dan penderitaan luar biasa. Jiwaku menjerit di dasar kerajaan benakku. Segalanya luluh lantak dalam kobaran gaib di luar nalar itu.

Api itu seakan mendidihkan otakku. Melebur sumsum tulangku. Memberi sensasi bagai ribuan jarum raksasa menusuk setiap senti daging tubuhku, menjelujurku dengan benang api neraka yang mengoyak tanpa jeda hingga memberangus sel-sel jantungku.

Mati jauh lebih baik daripada dibakar hidup-hidup secara gaib tanpa ampun seperti ini.

Api dan tengkorak di tangan Eyang Kahiyang kemudian raib. Siksaan itu berhenti. Aku langsung tersungkur lemas di lantai batu yang dingin. Napasku kembali meski terputus. Panas dan sakitnya masih menjejak jelas dalam ingatan, membuatku menggigil berat dan hampir pingsan.

"Eyang!"

Ajeng dan Karang menghambur masuk gua setelah lapisan segel api menghilang, bersamaan dengan lenyapnya tengkorak laknat itu entah ke mana.

"Kenapa dia? Apa dia mencoba menyakitimu, Eyang?" Karang terkejut saat melihatku telungkup dengan aura yang sangat redup.

"Dia bukan musuh kita, Karang Wangsa," Eyang Kahiyang meyakinkannya perlahan. "Dialah cahaya yang kulihat akan mengusir kegelapan di tempat ini setelah aku tiada."

"Tidak... tidak... Eyang," Ajeng sesenggukan. Hantu pikirannya kalut dan berduka setelah menyadari apa yang terjadi.

"Saatnya kalian mendengar semua wasiatku. Duduklah."

Napasku masih sesak saat Eyang Kahiyang merengkuhku lembut. Ia menyentuh ubun-ubunku dan merapal mantra. Ada sensasi seperti cahaya dan air sejuk mengalir turun dari ujung jemarinya secara gaib, membasuh seluruh darahku, meredakan gigil dan guncang hingga kedalaman rongga-rongga tubuhku.

Aku menarik napas dalam-dalam dan duduk dengan punggung agak membungkuk. Pikiranku mulai tenang namun juga kosong. Hantu-hantu pikiran yang merasuk tak kuhiraukan sama sekali. Saat ini, aku tak ingin memikirkan atau melakukan apapun.

Sesekali hampa itu bermakna.

"Terima kasih, Nak, dan selamat juga untukmu," Eyang Kahiyang memandangku lekat dan tulus. "Semesta sudah menerima api suciku dan darahmu. Kamu kekal dalam restu alam sekarang."

"Tetapi, kenapa, Eyang...?" Ajeng menengadah dengan linangan air mata di pipinya. "Kenapa juga harus dia...?"

"Dengarkan aku, anak-anakku," Eyang Kahiyang kembali ke tengah lingkaran sesaji dan bersila tenang. "Adik kembarku, Kalingga, akan kembali dan menyerang Pulau Lumbung. Kapal berisi pasukan orang-orang matinya akan kembali muncul di tengah Arus Laya, tepat saat matahari terbit esok hari."

Arus Laya adalah wilayah perairan paling mengerikan di seluruh Bima, terletak di tengah Samudera Timur Laut, antara benua barat dan tengah. Air di sana berwarna hitam dan berarus aneh. Setiap kapal bahkan pesawat jenis apapun melintas selalu jatuh dan tenggelam di tempat yang juga dijuluki "laut maut" itu. Banyak mitos dan legenda lahir di tempat mengerikan itu, dan alat secanggih satelit pun hanya bisa mengamati dari jauh tanpa pernah bisa melihat kedalamannya dengan jenis gelombang apapun. Namun bisa disimpulkan secara pasti bahwa gravitasi di sana memiliki daya paling kuat di seluruh Bima.

Aku pernah mendengar semacam legenda kuno dan tak masuk akal, bahwa Arus Laya adalah gerbang menuju dunia orang mati, dan dijaga oleh kapal kayu raksasa berawak orang-orang mati, yang selalu minta tumbal manusia-manusia hidup yang melintas di sekitarnya. Orang-orang mati itu melahap jiwa manusia hidup dan memperbudak jasadnya untuk memperbesar pasukan mereka. Konon mereka iri pada manusia yang hidup bebas di daratan, dan ingin menaklukkan semua daratan yang ada di permukaan Bima.

Sungguh cerita horor yang cocok untuk menakut-nakuti bocah keras kepala yang tak mau segera tidur--Galang pernah mendongengkan ini untukku di saat usiaku enam tahun.

Dan sekarang, aku harus mendengar bahwa dongeng seram itu nyata?

Hantu pikiran Eyang Kahiyang sangat tenang dan jujur. Aku cuma bisa menatapnya hampa, saat Eyang Kahiyang menceritakan sedikit masa lalunya padaku melalui kilasan ingatan yang sengaja diputar oleh hantu-hantu dalam kerajaan benaknya.

Eyang Kahiyang terlahir kembar dari rahim seorang pertapa wanita yang tinggal di pulau ini saat hutannya masih jauh lebih rimbun, sekitar seratus lima puluh tahun lalu. Pertapa itu melahirkan dengan ilham bahwa salah satu anaknya adalah cahaya dan lainnya adalah kegelapan--itu adalah kutukan alam semesta karena ia telah melanggar sumpah sucinya untuk hidup berselibat.

Pertapa itu bertemu dan jatuh cinta dengan seorang ilmuwan yang mengunjungi hutannya untuk melakukan penelitian, hingga mereka berhubungan dan memiliki tiga orang anak. Dua anak pertama mereka adalah kembar perempuan dan laki-laki, dan si bungsu adalah laki-laki yang lahir menjelang sang ilmuwan wafat lima puluh tahun kemudian.

Aku tak bisa melihat wajah asli si pertapa wanita itu karena hantu pikiran Eyang Kahiyang seperti sengaja mengaburkannya. Namun, entah bagaimana, aku merasa tidak asing dengan sosok itu...

Ilham sang pertapa mewujud nyata. Saat ia merawat dua buah hati kembarnya sepenuh hati, dan mengajari keduanya untuk selaras dan berserah dengan energi alam, tampak sang putera, Kalingga, menunjukkan banyak kecenderungan dan minatnya terhadap energi gelap. Ia sering membunuh hewan untuk bersenang-senang, menyakiti Kahiyang, dan ia suka sekali melihat darah mengalir. Kalingga juga tertarik dan tunduk saat mendengar bisikan-bisikan gaib yang mendorongnya melanggar batasan-batasan yang ada, yang menurut ibunya bisikan tersebut berasal dari "energi kegelapan semesta".

Pertapa dan ilmuwan itu mencoba mengendalikan Kalingga, tetapi tak bisa. Kalingga yang tak mau diatur orangtuanya, melarikan diri dan mencari jalan sihirnya sendiri saat usianya dua belas tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga kecil itu.

Suatu ketika, Kalingga tiba-tiba muncul kembali, tepat saat ibunya melahirkan adiknya di gua tengah hutan tempat mereka tinggal. Kalingga hendak menculik dan membunuh adiknya sebagai penyempurna sihir gelap yang dipraktekkannya--yaitu mempersembahkan jantung dan darah bayi suci dalam keluarganya agar mendapat keabadian. Namun perbuatannya itu dicegah Kahiyang dan ayahnya. Mereka mengejar Kalingga dan bertarung. Ayah mereka tewas setelah berusaha melindungi Kahiyang dari serangan maut Kalingga.

Sang pertapa yang berhasil memulihkan diri setelah melahirkan, segera menyusul dan terguncang kala melihat jasad pasangannya terbaring dalam pelukan Kahiyang.

Kalingga melarikan diri. Sang pertapa mengejarnya hingga pesisir dan mengutuknya. Kalingga dengan semua dosa dan kegelapannya tak akan diterima di tanah Bima. Ia akan hidup terombang-ambing selama seratus tahun di lautan liar yang menawarkan penderitaan panjang.

Sejak saat itulah, Kalingga hidup di lautan, berlayar dengan kapal kayu yang dibuat dengan sihirnya sendiri.

Sesuai kutuk ibunya, hidup Kalingga sangat menderita. Namun kecenderungannya menggali dan melakoni sihir gelap tak juga surut. Ia malah bersumpah akan membalas dendam dengan menaklukkan dan menghancurkan kehidupan di daratan Bima. Selama seratus tahun ia membenamkan diri ke dalam rahasia dan energi tergelap alam samudera. Ia berhasil memasuki dimensi gelap di palung terdalam laut Bima, sehingga Arus Laya terlahir di permukaan air yang dulunya biru dan tenang. Dimensi gelap itu menawarkan kesaktian-kesaktian yang lebih besar untuk Kalingga, dengan syarat Kalingga harus menumbalkan manusia hidup dalam ritual khususnya di permukaan Arus Laya.

Jadi dongeng itu benar. Kalingga memikat banyak orang untuk singgah di kapalnya dan menumbalkannya demi meningkatkan kesaktian. Kekuatan sihir gelapnya semakin hebat hingga ia bisa menciptakan pasukannya sendiri dari jasad-jasad manusia yang dibunuhnya untuk ritual. Ia juga membangun istana dan kerajaannya di dimensi kegelapan di palung terdalam samudera, tepat di bawah pusaran Arus Laya. Ia dengan sabar bertapa dan menunggu hingga tiba saatnya bisa kembali ke daratan dan membalas dendam, tepat seratus tahun setelah ibunya mengutuknya.

Dan itu akan terjadi fajar nanti.

"Kami sudah tahu Kalingga akan kembali fajar nanti... energi gelapnya sangat terasa dan makin kuat akhir-akhir ini, Eyang. Itulah sebabnya ada kasus virus gila muncul dan merasuki banyak orang--virus itu adalah wujud fisik dari energi gelap Kalingga yang menginginkan kehancuran tempat ini, lahir dari hati manusia yang lemah dan mudah terbujuk kegelapan sepertinya," kata Karang perlahan. "Aku bisa melihatnya dengan mata batinku."

Virus itu wujud dari energi gelap penyihir? Lahir dari hati manusia yang lemah?

Teori ini sama sekali tak pernah terlintas dalam benakku.

"Kami tak tahu apakah kami sanggup melawan penyihir sekuat Kalingga dan pasukan orang matinya," Karang menatap Eyang Kahiyang hampa. "Aku dan Elang sudah berusaha keras memperkuat pasukan kami untuk melawan segala jenis serangan. Namun tiba-tiba semua menjadi kacau semalam--orang-orang klan lembah menerobos batas wilayah, dan salah satunya adalah Baskara. Baswara tersulut dendamnya hingga kehilangan akal sehat. Ia mengirim semua pasukan ke Pantai Gemuling. Ia tak mau mendengarkan siapapun sekarang. Apa yang harus kulakukan, Eyang...?"

Mendadak aku merasa bersalah. Semua kekacauan itu terjadi karena aku. Pertahanan pulau ini melemah--jangankan penyihir, perampok juga mudah menyerbu dan menyerang tempat ini saat fajar nanti.

Aku berpikir cepat. Aku bisa meminta Ratna dan Prabu mengamankan dua pasukan klan dan warga yang akan bentrok di Pantai Gemuling sekarang. Aku bisa meminta mereka mengirim bala bantuan berupa Pasukan Pelindung untuk mengantisipasi serangan si penyihir dan pasukan orang matinya itu...

Absurd sekali. Apa mereka bisa percaya? Tapi jika Kalingga akan muncul di Arus Laya dan berlayar ke tempat ini, pasti sosoknya akan tertangkap pemindaian satelit. Jika aku menginformasikan potensi serangan tak masuk akal dengan bukti valid, Randu sekalipun akan percaya. Ia sangat gigih melindungi negeri ini. Dalam sekejap ia pasti akan mengirim pasukan untuk menghabisi musuh tak terduga seperti ini.

Meski dia penyihir, aku yakin ia tetap akan mampus jika terhantam rudal... kecuali jika dia memiliki semacam ilmu kebal, seperti yang kusaksikan dimiliki Kirana beberapa hari lalu.

Tapi ia pasti memiliki kelemahan.

Sepertinya, mumpung di sini, aku harus mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai musuh baru ini dari Eyang Kahiyang.

"Aku akan melawan Kalingga," kata Eyang Kahiyang. "Dia menuju pulau ini untuk mengincarku. Aku akan melawannya hingga napas terakhirku. Sementara itu, kalian tolong ungsikan semua orang untuk keluar dari pulau ini. Pasukan Pelindung Negara akan melindungi semuanya di daratan utama--mereka tidak akan membiarkan pertumpahan darah pecah di sana. Mereka juga siap bertarung begitu Kalingga muncul dan menyerang Pulau Lumbung."

"Engkau tak akan sendiri, Eyang, aku akan bersamamu, melawan sampai akhir! Aku bersumpah!" Ajeng menyeru sambil berderai air mata. "Meski begitu, engkau sudah menyerahkan api sucimu, Eyang... mengapa? Mengapa Eyang melakukan ini semua? Api suci adalah separuh jiwa dan kekuatanmu... Eyang akan lebih mudah terbunuh tanpa itu! Dan mengapa harus mengorbankannya hanya agar gadis ini punya sihir kekal?"

"Karena aku sudah ditakdirkan mati di tangan adikku sendiri," kata Eyang Kahiyang pelan. "Aku sudah melihatnya, sekeras apapun aku berusaha, aku tak bisa mengalahkannya. Jiwa Kalingga sepenuhnya milik kegelapan sekarang. Aku tak bisa menyelamatkannya. Sekuat apapun aku bertarung dengan api suciku, pada akhirnya, aku tetap akan kalah.

"Karena itu, kuputuskan mengambil jalan keselamatan lain. Ada satu sihir kuno yang bisa memurnikan kegelapan," lanjut Eyang Kahiyang. "Yaitu dengan melakukan pengorbanan."

Hening sejenak.

"Lalu... apa hubungannya dengan gadis ini?" tanya Karang pelan. "Engkau mengorbankan api suci hanya untuk gadis ini? Mengapa?"

"Karena dialah satu-satunya yang bisa membunuh Kalingga," jawab Eyang Kahiyang tenang. "Pengorbananku adalah untuk memurnikan kegelapan Kalingga, melalui dia. Aku tak bisa dan tak boleh membunuh Kalingga. Karena itu, dia yang akan menggantikanku membunuh Kalingga... dan dia tak boleh mati karenanya. Sihir kekal akan melindunginya dari kutukan maut Kalingga. Dia satu-satunya yang bisa melihat celah serangan dan kelemahan Kalingga, lalu membunuhnya. Dia punya kekuatan untuk itu, lebih daripada aku."

Aku bungkam. Kalau setelah ini rahasia identitasku terbongkar, habis sudah. Padahal tujuanku kemari untuk melancarkan muslihat agar Braja muncul dan mendatangiku. Namun aku malah bertemu penyihir dan akan terlibat pertempuran dengan kekuatan di luar nalar. Aku bahkan sudah terikat kontrak darah yang sangat absurd dan menyakitkan itu.

Tentu aku tak gentar bertempur, sekalipun lawanku adalah penyihir gelap terakhir di dunia. Eyang Kahiyang benar. Hanya aku yang bisa melihat celah dan kelemahannya saat bertarung nanti. Sekalipun dia menyihirku, aku akan bisa melawannya dengan kekuatan magisku--seperti tadi aku membebaskan diri dari sihir pengikat Eyang Kahiyang. Sekalipun dia menusuk jantungku, aku tidak akan mati.

Aku sudah membuktikan kekuatanku. Aku sudah memiliki sihir kekal. Aku senjata sempurna untuk membunuh Kalingga.

Mengenai misiku menemukan Braja, mau tak mau aku harus menyingkirkannya dulu dari pikiranku. Aku akan membereskan kekacauan di sini terlebih dulu, baru kemudian memutuskan tindakan selanjutnya, secepatnya, sesuai dengan kondisi yang ada nanti.

Saat ini, aku siap bertarung, menghancurkan kegelapan yang lahir seiring dengan terbitnya fajar.

...***...

1
anjurna
/Coffee/ aku kirim satu kopi hangat untuk Kakak...
anjurna
Ar, astaga. Kalau cowok lagi kecintaan, begitu, ya😆😆😆
anjurna
Ar udah deh kamu itu tenang sedikit, napa😂😂😂
anjurna
Hatimu pasti sedang jingkrak-jingkrak Ar. Ayo dong Ar, lebih ekpresif😆😆😆
anjurna
Noh, bahagia kan kamu. Keinginan mu untuk dekat-dekat dengan Puri terwujud Ar🤭🤭🤭
anjurna
Sabar Ar😂😂😂
anjurna
Kamu yang biasa aja bisa kan Ar? Orang pada bahagia kenapa kamu yang kesel sendiri😆😆😆😆🤭
anjurna
Presiden juga manusia Ar. Dan bahagia itu hal yang wajib ada dalam kehidupan, Ar.
anjurna
Udah lah Ar. Tadi juga udah bales pelukannya Dirah😅😅😅
anjurna
Aryaaaaa😭😭😭
anjurna
Aku ikutan sedih🥺🥺🥺
anjurna
Hebat Ar, bangun tidur langsung kopi hitam😁😁😁
anjurna
Astaga. Ingin tinggal bareng Randu juga kamu😂😂😂
anjurna
Heleh Ar. Sok keren dengan mengibaskan tanganmu. Walau sebenernya kamu memang keren, sih🤭🤭🤭
anjurna
Ar, yang sedang berdebat itu ibu dan calon mertua mu loh Ar. Kalau main hajar-hajar aja bisa-bisa batal kamu sama Puri.
Utayiresna🌷
syukurlah..
Utayiresna🌷
bukan kamu saja aku juga😂😂😂😂
Utayiresna🌷
astagaa aku udah ngebayangin nya cobaaaa🙈🙈🙈🙈🙈
Utayiresna🌷
1 arre seluas rumahku berarti 😁
Utayiresna🌷
Ehmm kayaknya enak tuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!