NovelToon NovelToon
Guru TK Yang Cantik

Guru TK Yang Cantik

Status: sedang berlangsung
Genre:Masalah Pertumbuhan / Karir
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Di TK Pertiwi Masaran, Bu Nadia, guru TK yang cantik dan sabar, mengajarkan anak-anak tentang warna dengan cara yang menyenangkan dan penuh kreativitas. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti balon pecah dan anak yang sakit perut, Bu Nadia tetap menghadapi setiap situasi dengan senyuman dan kesabaran. Melalui pelajaran yang ceria dan kegiatan menggambar pelangi, Bu Nadia berhasil menciptakan suasana belajar yang penuh warna dan kebahagiaan. Cerita ini menggambarkan dedikasi dan kasih sayang Bu Nadia dalam mengajarkan dan merawat anak-anaknya, menjadikan setiap hari di kelas menjadi pengalaman yang berharga dan penuh makna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arman Bahagia Sekali Cengar Cengir Terus

Malam itu, suasana rumah Arman dan Nadia begitu tenang setelah Aldo tertidur lelap di kamarnya. Namun, di ruang tamu, Arman justru tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Senyum lebar tak pernah lepas dari wajahnya, membuat Nadia penasaran sekaligus gemas melihat suaminya yang cengar-cengir terus seperti orang yang baru memenangkan lotre.

“Sayang, kenapa sih kamu senyum-senyum terus?” tanya Nadia sambil memiringkan kepala, tatapannya penuh rasa ingin tahu.

Arman menoleh padanya dan menghela napas dalam-dalam, seolah ingin menyimpan momen ini dalam ingatannya selamanya. “Aku senang banget, Sayang. Rasanya kayak mimpi, bisa punya keluarga bahagia seperti ini.”

Nadia tersenyum lembut mendengar kata-kata suaminya. Dia mendekat dan duduk di samping Arman, meraih tangannya dan menggenggamnya erat. “Aku juga senang, Sayang. Kamu dan Aldo adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupku.”

Mendengar itu, senyum Arman semakin melebar. Dia lalu memeluk Nadia dengan erat, seakan ingin menunjukkan betapa bersyukurnya dia atas semua yang telah mereka miliki. “Kamu tahu nggak, Sayang? Setiap kali melihat kamu dan Aldo, aku merasa menjadi laki-laki paling beruntung di dunia ini.”

Nadia tertawa kecil, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Arman. “Kamu kok jadi lebay banget sih, Sayang?”

“Biarin, aku emang lebay kalau urusannya tentang kamu,” balas Arman sambil menatap Nadia dengan penuh cinta. “Aku bersyukur banget bisa punya istri yang cantik, pengertian, dan penuh kasih sayang seperti kamu.”

Mendengar pujian itu, pipi Nadia memerah. “Hush, jangan gombal kamu! Bisa-bisa aku nanti jadi besar kepala.”

“Biarin aja, aku senang melihat kamu bahagia,” kata Arman, lalu mencium kening Nadia dengan penuh kasih sayang. “Aku janji, Sayang, aku akan selalu membuat kamu bahagia. Aku akan selalu ada untuk kamu dan Aldo.”

Nadia merasa hatinya meleleh mendengar janji itu. Dia tahu, Arman bukan tipe laki-laki yang suka berkata manis hanya untuk menyenangkan hati. Apa yang diucapkannya selalu datang dari hati yang paling tulus. “Aku juga janji akan selalu mendukung dan mencintai kamu, Sayang,” bisiknya lembut.

Mereka berdua terdiam sesaat, menikmati kebersamaan yang begitu indah ini. Arman masih dengan senyum cengirannya, memandang wajah Nadia dengan penuh rasa syukur. “Kamu tahu nggak, Sayang? Dulu aku nggak pernah menyangka kalau aku bakal punya istri secantik kamu.”

Nadia mencubit pipi Arman dengan gemas. “Halah, kamu bisa aja. Dulu waktu kita pacaran, aku yang merasa nggak pantas buat kamu.”

“Kenapa nggak pantas?” tanya Arman bingung.

“Soalnya kamu dulu cowok paling ganteng dan populer di kampus. Banyak cewek yang naksir kamu. Sedangkan aku? Aku cuma cewek biasa yang suka ngumpet di perpustakaan.”

Arman tertawa mendengar cerita Nadia. “Justru itu yang bikin aku suka sama kamu. Kamu beda dari yang lain, Sayang. Kamu nggak kayak cewek-cewek lain yang sok eksis. Kamu punya pesona yang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata.”

Nadia tersenyum malu-malu. “Ih, Sayang... kamu bisa aja deh.”

“Tapi beneran, Sayang. Sampai sekarang aku masih nggak percaya kalau kamu mau jadi istriku,” kata Arman sambil menatap Nadia dalam-dalam. “Kamu adalah anugerah terindah dalam hidupku.”

Nadia menghela napas panjang, merasa hatinya penuh dengan kebahagiaan. “Kamu juga, Sayang. Kamu adalah laki-laki terbaik yang pernah kutemui. Aku bersyukur banget bisa menikah sama kamu.”

Arman tak bisa menahan diri lagi. Dia menarik Nadia ke dalam pelukannya dan memeluknya erat, seakan ingin mengungkapkan semua rasa sayangnya lewat pelukan itu. “Aku mencintaimu, Sayang,” bisiknya lembut.

“Aku juga mencintaimu, Sayang,” balas Nadia sambil menenggelamkan wajahnya di dada Arman.

Mereka berdua terdiam, menikmati momen kebersamaan yang penuh kehangatan ini. Arman masih terus cengar-cengir, merasa begitu bahagia bisa memiliki istri yang begitu luar biasa seperti Nadia. Mereka tahu, kehidupan rumah tangga mereka mungkin tidak selalu mulus, akan ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Tapi mereka yakin, selama mereka bersama dan saling mendukung, mereka bisa melewati apapun.

“Sayang, kamu kenapa sih senyum-senyum terus dari tadi?” tanya Nadia lagi, kali ini dengan nada menggoda.

“Aku bahagia, Sayang,” jawab Arman singkat.

“Bahagia kenapa?”

“Karena aku punya istri secantik kamu,” jawab Arman sambil tersenyum lebar.

Nadia tertawa kecil. “Ih, kamu ini suka banget gombal, ya.”

Arman menggeleng. “Nggak, Sayang. Aku serius. Setiap kali lihat kamu, aku merasa beruntung banget. Aku nggak tahu apa yang udah aku lakukan sampai bisa dapetin kamu.”

“Kamu udah jadi laki-laki yang baik dan setia, itu yang bikin aku mau sama kamu,” jawab Nadia sambil mengusap pipi Arman dengan lembut.

Arman tertawa kecil, lalu mencium bibir Nadia dengan lembut. Ciuman itu penuh dengan cinta dan rasa syukur, seakan ingin menunjukkan betapa berharganya Nadia bagi Arman. “Aku janji akan selalu jadi laki-laki yang baik dan setia buat kamu, Sayang.”

Nadia mengangguk, matanya berkaca-kaca. “Dan aku akan selalu jadi istri yang baik buat kamu, Sayang.”

Mereka berdua saling tersenyum, merasa begitu beruntung memiliki satu sama lain. Malam itu, mereka memutuskan untuk menikmati waktu bersama, hanya mereka berdua, tanpa gangguan. Mereka berbicara tentang masa lalu, mengenang kenangan indah saat pertama kali bertemu, saat pacaran, hingga akhirnya memutuskan untuk menikah.

“Sayang, kamu ingat nggak waktu pertama kali aku ngajak kamu ke restoran mewah?” tanya Arman tiba-tiba.

Nadia tertawa kecil. “Ingat banget, Sayang. Waktu itu aku grogi setengah mati, soalnya aku belum pernah makan di tempat mewah kayak gitu.”

Arman tertawa. “Iya, aku juga grogi. Tapi aku pengen banget bikin kamu senang.”

“Dan kamu berhasil, Sayang. Waktu itu aku merasa jadi cewek paling beruntung di dunia.”

Arman tersenyum. “Kamu memang cewek paling beruntung, karena kamu jadi istriku.”

Nadia mencubit lengan Arman dengan gemas. “Halah, kamu bisa aja.”

Mereka tertawa bersama, menikmati momen kebersamaan yang penuh cinta. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, dan mereka pun memutuskan untuk beristirahat. Malam itu, Arman masih terus cengar-cengir, merasa begitu bahagia bisa memiliki keluarga yang sempurna seperti ini.

Sebelum tidur, Nadia memandang wajah Arman yang masih tersenyum lebar. “Kamu kenapa sih senyum-senyum terus, Sayang?” tanya Nadia lagi.

Arman memeluk Nadia dengan erat dan menjawab dengan penuh rasa syukur, “Karena aku bahagia, Sayang. Sangat bahagia.”

Nadia tersenyum, lalu mencium pipi Arman dengan lembut. “Aku juga bahagia, Sayang. Selamat malam.”

“Selamat malam, Sayang. Aku mencintaimu.”

“Aku juga mencintaimu, Sayang.”

Mereka berdua tertidur dalam pelukan hangat, merasa begitu bahagia dan bersyukur atas semua yang mereka miliki. Malam itu, Arman tidur dengan senyum di wajahnya, merasa menjadi laki-laki paling beruntung di dunia.

Malam yang tenang itu terasa begitu damai. Arman masih tersenyum, memandangi wajah istrinya yang tertidur di sampingnya. Nadia terlelap dengan nyenyak, tapi ada pemandangan yang membuat Arman tertawa kecil dalam hati. Sudut bibir Nadia basah oleh air liur yang menetes pelan, dan dia juga mengeluarkan suara dengkuran halus yang terdengar lucu. Arman menahan diri agar tidak tertawa keras-keras, takut membangunkan Nadia yang sedang terbuai dalam tidurnya.

Meski begitu, tak bisa dipungkiri, bahkan saat sedang ngiler dan ngorok seperti ini, Nadia tetap terlihat manis dan memesona. Rambutnya yang sedikit berantakan justru menambah pesona alaminya, membuat Arman semakin jatuh cinta. Dia menatap wajah istrinya dengan penuh kasih sayang, tak henti-hentinya merasa beruntung memiliki Nadia sebagai pasangan hidup.

Arman tersenyum lebar, menyaksikan pemandangan yang menurutnya sangat menggemaskan itu. “Aduh, Sayang… kamu ini gimana sih, ngiler kok masih cantik aja,” gumam Arman pelan, memastikan suaranya tidak membangunkan Nadia.

Tak tahan dengan kelucuannya sendiri, Arman mengambil ponselnya dari meja samping tempat tidur. Dia berpikir untuk mengabadikan momen ini. Dengan hati-hati, dia memotret Nadia yang sedang tertidur pulas, dengan sedikit sudut bibir yang basah oleh air liur. Arman langsung terkikik geli saat melihat hasil fotonya.

“Nggak ada yang bisa mengalahkan kecantikan kamu, Sayang, bahkan saat lagi ngiler kayak gini,” bisik Arman pelan. Dia kemudian meletakkan ponselnya dan memandangi wajah istrinya lagi.

Nadia tampak sangat damai dalam tidurnya, wajahnya yang polos dan manis itu membuat Arman merasa hatinya dipenuhi cinta. Tangan Arman perlahan mengusap lembut rambut Nadia, penuh perasaan dan perhatian. Meski tahu bahwa ini adalah pemandangan yang bisa jadi lucu bagi sebagian orang, tapi bagi Arman, inilah sisi lain dari Nadia yang membuatnya semakin mencintai wanita ini.

Tak bisa menahan tawa, Arman memalingkan wajahnya sebentar, bahunya berguncang menahan geli. “Kamu tahu nggak, Sayang, bahkan dalam keadaan seperti ini pun aku masih nggak habis pikir betapa beruntungnya aku bisa menikah sama kamu,” bisiknya lagi.

Mungkin terdengar konyol, tapi dalam hati Arman merasa inilah salah satu momen terbaik dalam hidupnya. Bisa melihat Nadia dalam keadaan sesantai ini, tanpa perlu jaim, menunjukkan betapa kuatnya hubungan mereka. Mereka bisa saling menerima tanpa syarat, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Tak lama kemudian, Nadia bergerak sedikit, sepertinya merasa terganggu oleh sesuatu dalam tidurnya. Arman segera menahan napas, takut kalau tawa yang ditahannya tadi membangunkan Nadia. Namun, ternyata Nadia hanya mengubah posisinya dan kembali terlelap dengan nyenyak. Kali ini, dia memeluk guling erat-erat, masih dengan sedikit sisa air liur di sudut bibirnya.

Arman merasa hatinya meleleh melihat pemandangan itu. Dia tahu, mungkin bagi orang lain, ini adalah sesuatu yang biasa saja. Tapi bagi Arman, melihat istrinya tertidur seperti ini adalah pemandangan yang sangat indah dan menggemaskan. Nadia adalah segalanya baginya, dan tidak ada yang bisa mengubah perasaannya, bahkan dalam momen-momen seperti ini.

“Tidur yang nyenyak ya, Sayang,” bisik Arman sambil membetulkan selimut yang menyelimuti tubuh Nadia. Dia kemudian kembali berbaring di samping istrinya, merapatkan tubuhnya agar bisa merasakan kehangatan yang terpancar dari sosok yang begitu dicintainya itu.

Meski merasa geli dan ingin tertawa lagi, Arman berusaha menenangkan diri. Dia menyadari bahwa setiap momen bersama Nadia adalah anugerah yang tak ternilai, termasuk saat-saat sederhana seperti ini. Arman kemudian menutup matanya, memeluk Nadia dari belakang, menikmati kehadiran istrinya yang begitu dicintainya.

Tak lama kemudian, Arman pun mulai terlelap, masih dengan senyum di bibirnya. Di tengah-tengah tidurnya, dia bermimpi tentang masa depan mereka yang penuh kebahagiaan. Dia tahu, selama mereka bersama, tidak ada halangan yang terlalu besar untuk dihadapi. Mereka akan selalu saling mendukung, saling mencintai, dan selalu bisa tertawa bersama, bahkan dalam momen-momen paling sederhana sekalipun.

Dan di malam yang tenang itu, dengan suara ngorok halus dan air liur yang masih membasahi sudut bibir Nadia, Arman merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Istrinya yang cantik dan menggemaskan ini adalah segalanya baginya. Di tengah keheningan malam, Arman dan Nadia terlelap dalam pelukan cinta yang hangat, membiarkan mimpi-mimpi indah menyelimuti mereka berdua.

Arman terbangun di tengah malam karena suara ngorok Nadia yang semakin keras. Dia mencoba untuk menutup telinganya dengan bantal, tetapi tetap saja suara itu terus terdengar. Arman berusaha untuk tetap sabar, tetapi makin lama semakin sulit menahan diri. Suara ngorok Nadia yang biasanya halus kini berubah menjadi keras dan tidak berirama.

Dengan setengah mengantuk dan wajah kusut, Arman menatap wajah istrinya yang tidur pulas di sampingnya. Rambut Nadia sedikit berantakan, dan wajahnya tetap terlihat manis meski sedang ngorok. Arman menahan tawa sambil menggelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Apalagi, sekarang air liur Nadia semakin banyak yang mengalir di sudut bibirnya, membuat bantal sedikit basah.

“Ya ampun, Sayang, kok ngoroknya sampai segini keras sih?” gumam Arman pelan, meski tahu Nadia tidak akan mendengarnya. Rasa gemas dan geli bercampur jadi satu dalam dirinya.

Setelah beberapa saat memperhatikan, Arman merasakan gemas yang teramat sangat. Dia duduk dengan hati-hati agar tidak membangunkan Nadia, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya. Dia terdiam sejenak, merasa konyol dengan apa yang akan dilakukannya.

“Nggak tahan aku, Sayang. Kamu beneran bikin gemes banget,” bisik Arman, senyum kecil terukir di bibirnya. Dia melihat air liur yang mengalir dari bibir Nadia, dan entah kenapa, rasa gemas itu membuatnya ingin melakukan sesuatu yang konyol.

Dengan perlahan, Arman mendekatkan wajahnya ke pipi Nadia. Jantungnya berdegup kencang, dan sebelum menyadari apa yang dilakukannya, dia sudah menjulurkan lidahnya dan menjilat air liur yang menetes di sudut bibir Nadia.

Rasa asin bercampur aneh langsung menyentuh lidahnya. Arman langsung terkesiap, namun bukannya merasa jijik, dia malah tertawa pelan, menahan diri agar tidak tertawa terbahak-bahak. “Hahaha, astaga, Sayang… kok aku jadi gila kayak gini sih?” Arman berbisik sambil menutupi mulutnya dengan tangan.

Nadia tetap terlelap, tidak sadar dengan aksi suaminya yang gila-gilaan ini. Arman merasa semakin gemas melihat istrinya yang masih ngorok dengan nyenyak. Dengan hati-hati, Arman menyentuh lembut pipi Nadia, lalu menciumnya dengan lembut di tempat yang tadi dijilatnya.

“Sayang, kamu tahu nggak sih? Bahkan dalam keadaan ngorok dan iler kayak gini, kamu masih yang paling cantik buat aku,” kata Arman pelan, seolah sedang berbicara kepada dirinya sendiri. Dia menatap wajah istrinya dengan penuh cinta, senyum tipis terukir di bibirnya.

Malam itu, Arman terus menatap wajah Nadia yang tidur dengan damai. Dia merasa gemas sekaligus terhibur dengan kelakuan istrinya yang bisa membuatnya tersenyum di tengah malam buta. Meski sesekali suara ngorok itu masih terdengar, Arman tetap merasa bersyukur bisa berbagi momen ini dengan Nadia.

Setelah beberapa saat, Arman akhirnya menyerah dan kembali berbaring di samping istrinya. Dia mendekap tubuh Nadia dengan lembut, merasakan kehangatan yang terpancar dari tubuh istrinya. Suara ngorok Nadia yang tadi sempat mengganggunya kini menjadi musik pengantar tidur yang lucu dan menggemaskan.

Arman kembali memejamkan mata, namun senyum di wajahnya tak juga hilang. Meski aksinya tadi terasa konyol, dia merasa puas dan bahagia. Dia sadar, momen-momen sederhana seperti ini yang membuat pernikahannya dengan Nadia terasa istimewa.

“Aku cinta kamu, Sayang, dengan segala ngorok dan iler kamu sekalipun,” bisik Arman pelan sebelum akhirnya terlelap. Meskipun malam itu tidur mereka mungkin tidak sepenuhnya tenang karena suara ngorok yang kadang terdengar, tapi cinta dan kebersamaan mereka membuat segalanya terasa sempurna. Di tengah malam yang sunyi itu, mereka terlelap dalam dekapan hangat, saling mencintai dan menerima apa adanya, bahkan dengan segala kelucuan dan kekonyolan yang ada.

Malam Tak Terduga

Suasana malam yang tenang di dalam kamar pasangan muda ini berubah menjadi suasana yang penuh gelora. Setelah Arman bangun beberapa kali akibat suara ngorok Nadia yang menggema, rasa gelisahnya semakin menjadi. Ia tidak bisa menahan diri lagi, terutama dengan kehadiran Nadia yang begitu dekat dan menggiurkan.

Malam itu, bintang-bintang bersinar di luar jendela, tetapi Arman lebih tertarik pada bintang yang bersinar di sampingnya. Ia menatap wajah Nadia yang cantik, meski saat itu tengah tertidur lelap dengan mulut sedikit terbuka, menampakkan ilernya yang mengalir sedikit. Tawa kecil pun muncul di bibirnya. “Kamu bisa jadi artis di acara komedi, sayang,” pikirnya sambil menggelengkan kepala.

Namun, tidak ada waktu untuk bersenang-senang lebih lama. Rasa gemas dan keinginan untuk membangunkan Nadia mendesak hatinya. Dengan gerakan lembut, Arman menggeliat dan merapatkan tubuhnya ke Nadia, berusaha agar kehadirannya bisa membangunkan sang istri. Tapi sepertinya, usaha itu sia-sia. Ngorok Nadia malah semakin keras.

“Ini sudah kelewatan,” gumam Arman. Ia pun memutuskan untuk mengambil langkah lebih berani. Dengan cepat, ia mengangkat sedikit baju tidur Nadia, memperlihatkan bahunya yang halus. “Maafkan aku, sayang,” bisiknya sambil tersenyum nakal.

Saat ia mulai meraba lembut bahu Nadia, perasaannya bercampur antara rasa sayang dan sedikit iseng. Dalam sekejap, ia membuka mulutnya dan menjilati ilernya. Saat itu, Nadia terbangun dengan kaget, matanya terbuka lebar dan wajahnya langsung berubah menjadi merah padam.

“Sayang! Kenapa kamu...?” tanyanya setengah terkejut, setengah bingung, mencoba menyadari situasi.

Arman tidak dapat menahan tawa dan malah semakin menggoda. “Kamu tahu, sayang, aku cuma ingin memastikan kalau kamu tidak ngorok lagi. Ternyata, ada yang lebih manis di sini,” katanya sambil menunjuk ke arah mulutnya.

Nadia menggigit bibirnya, mengingatkan pada dirinya tentang keisengan yang sering dilakukan Arman. “Sungguh, ini tidak lucu, Sayang!” ujarnya sambil berusaha menahan tawa. Namun, suaranya tidak sekuat itu, dan Arman bisa melihat kilatan kebahagiaan di matanya.

“Sekarang kita tidak bisa tidur, kan?” Arman merengkuh Nadia dan menariknya lebih dekat. “Bagaimana kalau kita cari cara lain untuk menghabiskan malam?”

Nadia mulai merasakan ketegangan di antara mereka. Dia tidak ingin kembali tidur, apalagi setelah perlakuan Arman yang membuat hatinya berdebar. “Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya, suaranya menggoda.

Arman, tak mau membuang kesempatan, bergerak sedikit lebih dekat. “Bagaimana kalau kita hanya menikmati waktu berdua ini?” Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Nadia, merasakan panasnya napas yang saling menyentuh.

“Apakah kita harus?” tanya Nadia, berusaha menunjukkan ketidakpastian meski sebenarnya hatinya bergetar.

“Tentu saja,” jawab Arman, lalu mencium bibir Nadia dengan lembut. Awalnya, ciuman itu manis dan perlahan, tetapi seiring berjalannya waktu, ciuman itu semakin dalam dan penuh gairah. Lidah mereka bertemu, menciptakan irama yang membuat keduanya tersesat dalam kebahagiaan malam itu.

Suasana di dalam kamar pun menjadi hangat. Mereka berdua, meskipun tidak dapat tidur, merasa seolah dunia di sekitar mereka lenyap. Semua masalah, semua kebisingan, hanya ada mereka berdua dan cinta yang terjalin di antara mereka.

Namun, ketika Arman mencoba untuk lebih mendalami perasaan mereka, tiba-tiba suara ketukan di pintu mengganggu suasana hangat itu. “Ayah! Bunda! Kenapa tidak tidur?” suara kecil Aldo dari luar membuat keduanya terhenti seketika.

“Aldo!” Nadia berbisik panik, “Kita tidak bisa membiarkan dia masuk!”

Arman tertawa kecil dan berusaha menahan diri untuk tidak terbahak. “Baiklah, kita harus menghentikan sesi ciuman kita untuk sementara,” katanya sambil tersenyum nakal.

Nadia mengangguk, wajahnya masih merah padam. “Ayo kita tidurkan Aldo! Ini semua salahmu!” Ia berdiri dan merapikan diri, berusaha mengalihkan perhatian dari situasi yang canggung.

Arman membuka pintu, dan di hadapannya berdiri Aldo dengan mata mengantuk. “Kenapa Ayah dan Bunda tidak tidur?” tanyanya sambil menguap. “Aldo mau tidur!”

Dengan senyum lebar, Arman membungkuk dan mengangkat Aldo ke pelukannya. “Ayah dan Bunda hanya melakukan sedikit... bincang-bincang. Sekarang kita semua harus tidur, ya?”

“Aldo mau tidur di antara Ayah dan Bunda,” jawab Aldo dengan polos.

Mereka bertiga pun kembali ke tempat tidur, dan Arman merasa bahagia meskipun rencana awalnya terganggu. Tawa dan kasih sayang mengisi ruangan, menciptakan kenangan indah bagi mereka sebagai sebuah keluarga.

Saat malam beranjak larut, mereka bertiga berpelukan, dengan senyum di wajah masing-masing. Dalam hati Arman dan Nadia, mereka tahu bahwa meskipun ada banyak hal yang tidak terduga dalam hidup, kebersamaan dan cinta mereka akan selalu menjadi hal yang terpenting.

Arman menghela napas panjang sambil menatap wajah Aldo yang tertidur lelap di antara mereka. “Aduh sial, kenapa Aldo tidur di sini sih, gagal deh kita bercinta!” bisiknya lirih kepada Nadia.

Nadia tersenyum lebar, merasakan kekonyolan situasi tersebut. “Hehehe, sabar sayang, namanya juga anak-anak. Dia tidak tahu apa-apa,” jawabnya sambil mencubit hidung Arman dengan manja.

Arman mengerutkan dahi, seolah berpikir. “Tapi kita sudah sangat siap, tahu? Rasanya seperti menunggu roti yang sudah matang, tapi tiba-tiba adonan kembali mentah!” Ia menyandarkan kepala ke belakang, menghela napas seolah sedang berurusan dengan situasi yang sangat serius.

Nadia tidak bisa menahan tawanya. “Kalau begitu, kita harus menyusun rencana,” ujarnya sambil menatap Arman dengan tatapan nakal. “Kita tidak bisa membiarkan Aldo menghalangi kebahagiaan kita, bukan?”

“Rencana apa?” tanya Arman, tertarik dengan ide nakal yang mungkin muncul dari Nadia.

Nadia berbisik, “Bagaimana kalau kita menunggu Aldo tidur lebih nyenyak? Kita bisa melanjutkan ini setelah dia benar-benar pulas. Atau mungkin kita bisa membangunkannya dan meminta dia tidur di ruang tamu,” candanya, mengangkat alisnya.

Arman menggelengkan kepala, senyumnya kembali muncul. “Kamu ini terlalu jenius, sayang. Tapi sepertinya Aldo sudah lelap dan tidak akan bangun lagi sampai pagi.”

Nadia mengangguk, tetapi kemudian wajahnya serius. “Tapi ini baru awal malam. Kita masih bisa menunggu. Yang penting adalah kita punya waktu untuk berdua. Siapa tahu nanti saat dia tidur, kita bisa memanfaatkan momen itu,” jawabnya sambil menyentuh lengan Arman lembut.

Mendengar itu, Arman merasa bersemangat lagi. “Kamu benar. Kita akan membuatnya menjadi malam yang tidak terlupakan. Tapi saat ini, mari kita nikmati kebersamaan kita yang sederhana ini,” katanya dengan senyuman.

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati momen di mana mereka bisa berada di dekat satu sama lain, meskipun Aldo tidur di tengah-tengah. Arman kemudian mengalihkan perhatian dengan bermain-main dengan rambut Nadia, menyisirnya perlahan dengan jarinya. Nadia menutup matanya, merasakan kehangatan sentuhan Arman.

Setelah beberapa saat, Arman berkata, “Kita harus berpikir positif. Mungkin malam ini bisa jadi kesempatan kita untuk memperkuat ikatan kita sebagai pasangan.”

Nadia membuka matanya, wajahnya ceria. “Benar, sayang! Kita bisa merencanakan liburan selanjutnya atau bahkan membuat kenangan baru di sini,” ujarnya sambil menatap Arman penuh cinta.

Tiba-tiba, Aldo berbalik, terbangun sejenak dan menyebut, “Bunda, aku mau minum air,” sebelum kembali tertidur pulas. Arman dan Nadia saling menatap dan langsung tertawa.

“Ya ampun, dia ini lucu banget!” Nadia terkekeh. “Aldo memang tahu cara menghangatkan suasana.”

Setelah Aldo terdiam kembali, Arman meraih tangan Nadia dan memeluknya erat. “Kalau begini, kita harus memanfaatkan waktu ini dengan baik. Siapa tahu besok kita bisa melakukan sesuatu yang lebih seru!”

Mendengar ini, Nadia tersenyum lebar. “Aku suka ide itu, sayang! Mari kita buat malam ini jadi spesial.”

Arman tersenyum, perasaannya mulai penuh semangat. “Sementara kita menunggu, bagaimana kalau kita berbagi cerita? Aku punya banyak cerita konyol dari masa lalu yang ingin aku ceritakan,” tawarnya.

Nadia mengangguk dengan antusias. “Tentu! Aku ingin tahu semua tentang masa kecilmu dan petualangan konyolmu,” jawabnya.

“Baiklah, mari kita mulai dengan satu yang paling lucu,” Arman berkata, teringat kembali saat dia berusaha melarikan diri dari guru saat di sekolah. “Suatu ketika, aku dan teman-teman berusaha mencuri buah dari pohon di halaman sekolah. Kami pikir kami sangat pintar, tetapi ternyata kami ketahuan dan harus berlari dari guru kami!”

Nadia tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Arman. “Kamu memang bandel, sayang! Tidak heran kalau kamu jadi begini sekarang!”

Arman membalas tawa Nadia, merasa bahagia bisa berbagi momen-momen lucu seperti ini. Mereka berdua terus tertawa dan berbagi cerita hingga malam semakin larut. Di tengah kebahagiaan itu, Aldo yang tidur di antara mereka, sekali lagi mengubah posisi, dan hal itu membuat mereka berdua berusaha untuk tetap tenang agar tidak membangunkan anak mereka.

Setelah beberapa saat, Nadia berbisik, “Kita memang harus berusaha untuk tetap bisa menikmati kebersamaan seperti ini meskipun dengan anak. Kita tetap bisa bersenang-senang, kan?”

“Betul sekali, sayang! Kita bisa merencanakan lebih banyak momen indah di masa depan, seperti malam ini. Kita harus menjadikan ini sebagai tradisi, setiap kali Aldo tidur, kita bisa bercerita atau melakukan hal-hal konyol yang membuat kita tertawa,” jawab Arman penuh semangat.

Nadia mengangguk setuju. “Aku suka itu! Setiap malam yang kita miliki harus jadi spesial, meskipun kita kadang terhalang oleh si kecil,” ujarnya sambil tersenyum.

Mereka berdua berbagi tawa dan kasih sayang, merasakan bahwa meskipun malam ini tidak berjalan seperti yang mereka harapkan, namun kehadiran Aldo membuat segalanya terasa lebih berharga. Malam itu, meskipun tidak bisa bercinta, mereka mendapatkan kesempatan untuk lebih mendekat dan berbagi cinta sebagai keluarga.

Akhirnya, saat Aldo kembali tertidur nyenyak, Arman dan Nadia saling berpandangan. Dalam hati mereka, mereka tahu bahwa cinta dan kebahagiaan tidak hanya datang dari momen-momen intim, tetapi juga dari kebersamaan yang sederhana dan penuh tawa.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!