(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayah Sayang Lyla....
Penyesalan adalah bentuk kesadaran seseorang terhadap suatu perbuatan yang salah. Penyesalan memang menyakitkan, namun di balik rasa sakit itu ia membawa kebaikan sebagai bahan pembelajaran. Itulah yang sedang terjadi pada seorang Wiratama Abimanyu Sudarmadi. Kesalahpahaman membuatnya melakukan suatu kesalahan yang begitu besar. Ia telah mengabaikan seseorang yang seharusnya menjadi prioritasnya dalam hidup.
Di sebuah ruangan, Via mengusap air mata yang jatuh membasahi wajah pucatnya. Keterkejutannya belum lenyap akibat Wira yang secara tiba-tiba memeluknya saat baru datang, ia sudah dikejutkan kembali dengan perkataan suaminya itu.
Wira baru saja memberitahu tentang fakta bahwa Lyla adalah putrinya yang dibawa pergi oleh Shera beberapa tahun lalu. Entah wanita muda itu harus bahagia atau sedih. Setidaknya Lyla akan menemukan keluarga yang sebenarnya. Dan Lyla, mendapatkan kesempatan untuk sembuh melalui operasi pencangkokan sum-sum tulang belakang, seperti kata dokter.
Akan tetapi di balik semua itu, perbuatan Wira yang kasar telah membuat gadis kecil itu menjadi ketakutan, hanya dengan menyebut nama dari laki-laki yang sebenarnya adalah ayah kandungnya.
Wira menjatuhkan tubuhnya, berlutut di hadapan istrinya itu. Seorang istri yang selama beberapa bulan menelan pil pahit karena suami yang teramat membenci dan selalu menghinanya dengan sebutan wanita penggoda. Pernikahan mereka sejatinya bukan didasari cinta, melainkan karena sebuah perjanjian semata -- yang terjadi karena adanya tujuan masing-masing.
Hati rapuh Via mungkin terluka karena perbuatan Wira. Akan tetapi, ia tetaplah seorang istri. Terlepas dari adanya cinta atau tidak di antara mereka.
"Aku tidak layak dimaafkan. Aku sudah menuduhmu tanpa melihat kenyataan. Kau berhak menghukumku," ucap Wira dengan posisi masih berlutut di hadapan istrinya.
Via masih berusaha menahan air matanya yang sejak tadi meluncur bebas. "Bukan salah Mas Wira. Aku yang bersalah." Via mengusap air matanya. "aku lupa untuk berserah diri. Aku menolak untuk berpasrah. Aku terlalu menginginkan kesembuhan Lyla sampai aku menjerumuskan diriku ke sana. Siapapun akan berpikir aku bukan wanita baik. Dan itu adalah kesalahanku."
Rasa bersalah Wira semakin membesar. Betapa mulianya hati Via yang dengan mudahnya melakukan pengorbanan untuk Lyla.
"Kalau mau minta maaf, minta maaflah pada ayah dan Lyla. Mas Wira sudah melakukan kesalahan dengan menyakiti ayah. Mas Wira juga pernah menyebut Lyla sebagai anak haram."
Wira masih membeku di tempatnya. Ia ingat semua perbuatannya beberapa waktu belakangan ini. Sungguh, ia merasa hatinya telah dibutakan oleh emosi sesaat.
*****
Di sisi lain, Tuan Gunawan sedang menemani Lyla di dalam ruangan sembari menunggu Wira dan Via bicara berdua. Pria paruh baya itu memeluk Lyla yang kini berada di pangkuannya. Seorang cucu yang telah dicari selama bertahun-tahun. Rasa bahagia dan sedih bercampur menjadi satu. Ia mengusap rambut cucunya yang telah mulai rontok itu. Memperhatikan tangan kecil Lyla yang lemah, memainkan sebuah boneka usang.
Lyla selama ini hidup dalam keterbatasan dan hanya mainan usang itu yang dimilikinya. Tak terasa air mata pria itu kembali berderai. Dengan kekayaannya, ia bahkan sanggup membelikan mainan apapun, termasuk toko mainannya. Namun, akibat perbuatan Shera, Lyla harus terpisah dengan keluarga sebenarnya.
Pria itu melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi Via dan Wira masih belum kembali.
"Opa ..." panggilnya dengan menarik lengan sang opa.
"Iya, Nak!"
"Lyla mau ikut ke lumah Opa, ya ... Lyla tidak mau pulang ke lumah Om Wila lagi. Lyla sama bunda boleh ikut Opa kan?"
Ia segera menjawab dengan senyum dan anggukan. Walaupun air matanya kembali menetes setelahnya. "Tentu saja boleh. Nanti opa belikan mainan yang sangat banyak. Lyla mau mainan apa?"
"Lyla mau boneka plinsyes, Opa. Yang bajunya walna bilu." Ia menunjuk sebuah buku dongeng yang terletak di atas meja. Dengan segera pria itu meraih buku itu.
Lyla membuka lembar demi lembar, hingga menemukan sebuah gambar kartun kesukaannya. "Lyla mau boneka kayak ini." Menunjuk satu gambar seorang putri dengan gaun berwarna biru. "Lyla juga punya baju begini, Opa... Bunda yang buat. Bunda bilang, nanti kalau punya uang, mau beliin Lyla boneka plinsyes ini. Nanti kalau syudah ada bonekanya, Lyla juga mau pake baju punya Lyla. Bial sama kayak bonekanya."
"Kalau begitu, besok opa belikan boneka yang banyak. Lyla mau apa lagi? Ayo bilang Opa, nanti opa kasih semua yang Lyla mau..." ucapnya sembari mengusap wajah pucat gadis kecil itu.
"Lyla mau ayam Upin-Ipin, Opa ..."
Pria paruh baya itu mengerutkan alis, pertanda bingung. "Ayam apa?"
"Ayam Upin-Ipin. Lyla mau makan ayam kayak Upin-Ipin, Opa ..." Tangan kecilnya kembali menunjuk sebuah buku di atas meja.
Begitu buku cerita asal negeri Jiran itu berada di tangannya, ia menunjukkan gambar Upin dan Ipin yang sedang melahap ayam gorengnya.
"Kayak ini, Opa. Lyla mau makan ini. Beliin ya, Opa ..."
"Kalau begitu, besok opa bawakan ayam Upin-Ipin yang banyak." Ucapan pria paruh baya itu membuat senyum merekah di wajah Lyla.
Tidak lama berselang, Via masuk ke ruangan itu. Sambil tersenyum, ia mendekat pada Lyla. "Lyla kenapa belum tidur? Ini kan sudah malam ..."
"Lyla main sama opa, Bunda. Opa mau bawa boneka sama ayam Upin-Ipin buat Lyla," ucapnya penuh semangat. Walaupun terlihat jelas gerakannya yang lemah. Namun, senyum yang menghiasi wajah mungilnya tiba-tiba meredup, saat menyadari siapa yang baru saja ikut masuk ke ruangan itu.
Wira memandangi Lyla Dengan berderai air mata, sementara gadis kecil itu sudah ketakutan. Ia menyembunyikan wajahnya di dada sang opa.
"Lyla kenapa, Nak?"
"Lyla takut, Opa. Om Wila jahat sama bunda." Terdengar suara tangisan, yang membuat Wira mundur beberapa langkah. Mendapat penolakan dari anak yang begitu ingin ia peluk, membuatnya terpukul.
Lyla terus menangis sambil bergumam-gumam, membuat Via segera meraih tubuh gadis kecil itu. "Sayang, Om Wira ke sini mau bertemu Lyla. Lihat, Om Wira bawa boneka princess untuk Lyla."
"Tidak mau! Om Wila nanti jahatin Bunda lagi. Om Wila suka malahin Lyla. Lyla takut Bunda... Lyla mau pulang ke panti ajah." Via memeluk Lyla erat. Ia dapat merasakan tubuh Lyla yang gemetar.
Dan, sesuatu membuat mereka semua panik, saat tetesan darah keluar melalui hidung Lyla. Suara tangisannya pun semakin melemah. Perlahan, ia mulai kesulitan bernapas dan sesaat kemudian tak sadarkan diri lagi.
Menyadari keadaan itu, Surya dengan sigap keluar dari ruangan untuk memanggil dokter. Sementara Wira meraih tubuh Lyla. Ia memeluknya, dengan derai air mata yang semakin deras.
"Lyla, ini ayah, Nak. Ayah sayang Lyla. Bangun, Lyla ..."
******