“Ara!!!!” pekikan bagai toa masjid begitu menggema di setiap sudut rumah ku yang tak begitu besar,
Ku hembuskan nafas kasar, mendengar suara yang begitu mengusik telinga di pagi yang begitu cerah ini.
“Bangun!!! Anak gadis jam segini belum bangun! Pantes aja jodohmu ga nongol-nongol” gerutu wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu, yang tak lain adalah mama ku tercinta.
“Ara capek ma!!” gumamku enggan beranjak dari ranjang kecilku yang begitu nyaman.
“ih, bangun ga? Atau mama siram pakai air!”
Begitulah ancaman yang aku dengarkan setiap aku bangun siang, padahal aku juga tak bangun siang tiap hari, hanya saat hari libur saja, apalagi saat aku kena palang merah seperti saat ini, jadi aku ingin menikmati masa istirahatku setelah di forsir kerja hingga malam hari.
***
“Bukannya aku terlalu pemilih, tapi bagaimana aku mau memilih, kalau laki-laki saja tak ada yang mendekatiku, tak ada yang mengharap menjadi pendamping hidupku”—Humaira Mentari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WS Ryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 30
🌺Happy Reading🌺
Beberapa hari berlalu, Ara dan Hafa masing-masing sibuk dengan pekerjaan mereka. Sampai hari Sabtu tiba Rindi di kejutkan dengan kedatangan keluarga dari almarhum papanya. Selama beberapa hari persiapan untuk acara lamaran resmi, Hafa hanya berdisuksi dengan sang mama, dan keperluan hantaran yang perlu di bawa pun Hafa membelinya setelah mengantarkan sang adik.
“Loh….. kok Om ke sini ga kabar-kabar sih?” celetuk Rindi saat membukakan pintu untuk adik dari almarhum sang papa.
“Ga bilang ke sini gimana sih Rin, om ke sini di minta mama mu kok”
Rindi hanya melongo mendengar jawaban sang paman, namun tak urung mempersilakan keluarga om nya itu masuk ke dalam rumah.
“Ma!!!!” teriak Rindi memanggil sang mama yang tengah sibuk di dapur.
“Kenapa sih dek? mama di dapur”
“Ada om sama tente nih”
Mama Hesti pun mengangkat kepala, meninggalkan adonan yang ia buat, lalu mendekati adik iparnya yang ternyata mengikuti ke dapur.
“Sudah datang dek?” basa-basi mama Hesti seraya menyalami kedua adik iparnya.
Sementara kedua keponakannya juga langsung menyalaminya setelah kedua orang tua mereka.
“Hafa mana mbak?”
“sedang keluar sebentar, kalian duduk dulu saja.”
“Persiapannya masih kurang apa mbak?” timpal Naila istri dari adik papa Rindi.
“Udah kok, tuh tinggal bikin kue itu aja”
“Tunggu-tunggu.m., persiapan apa sih ma? Kenapa juga mama minta om dan tante ke sini tapi ga bilang Rindi?” Tanya Rindi dengan wajah bingungnya, tak mengerti persiapan apa yang di maksud sang tante, “Kalau tau mau ke sini kan Rindi mau nitip sesuatu sama om” lanjutnya dengan mencebikan bibirnya.
Ketiga orang paru baya itu hanya tersenyum melihat tingkah kekanakan Rindi,
“Emangnya mama kamu ga bilang kalau hari ini ada acara besar?” jawab Om Radit dengan menahan tawa.
“mama ga bilang apa-apa tuh, makanya Rindi bingung”
“Rindi, ajak om dan tante kalian duduk, buatkan minum untuk mereka” timpal mama Hesti memotong pembicaraan mereka yang masih berdiri di ambang pintu dapur.
***
Kondisi lebih heboh begitu terasa di kediaman Papa Ilham, satu persatu anggota keluarga besar mulai berdatangan, dan mama Mira begitu antusias menyambut mereka, senyum lebar tak pernah luntur dari bibirnya, bahkan pada keluarga yang suka julid padanya pun ia tetap bersikap ramah.
“Ini bener Ara mau di lamar orang?” celetuk salah satu budhe yang seakan tidak percaya keponakannya akan segera menikah, padahal beberapa waktu lalu saat mereka berkumpul di acara pernikahan Desi tidak ada pembicaraan mengenai acara lamaran ini.
“Iya budhe, Alhamdulillah Ara akan segera melepas masa lajang” jawab mama Mira dengan jumawanya,
“Kok ga ada kabar-kabar sebelumnya sih, bukan karena Ara udah hamil duluan kan?”
“Astaghfirullah…. Budhe ngomongnya kok sembarangan, na’udzubillah budhe” pekik mama Mira, tak habis pikir dengan ucapan saudaranya yang satu ini.
Untung saja saat ini mereka berada di dapur, dan hanya beberapa kerabat yang berada di sana hingga pembicaraan itu tak di dengar suami dan anak-anaknya.
“Ya kan aku ga tau, makanya nya tanya” jawabnya dengan tampang tak bersalahnya.
Dalam hati mama Mira memekik kesal, ingin rasanya menjambak kakak sepupunya itu, tapi itu hanya akan membuatnya lelah, sia-sia saja menjelaskan kondisinya pada orang julid sepertinya, biarkan saja nanti dia melihat sendiri bagaimana Ara.
Mama Mira pun merasa heran, gak nikah-nikah di julidin, udah mau nikah, eh di kira hamil duluan, ga bener nih emang sepupunya ini.
***
Ruang depan pun sudah di atur sedemikan rupa, membuat ruangan itu terlihat luas. Papa Ilham dan Mama Mira duduk di depan bersama kerabat yang lain, sementara Ara masih berada di kamar di temani sepupu perempuannya.
Bisik-bisik para kerabat terdengar, ada yang masih berbahagia dengan acara yang di gelar sore ini, ada pula yang mencibir,
“Ara ga kelihatan punya pacar kok tiba-tiba mau lamaran gini sih”
“Jangan-jangan Ara di jodohkan, karena tak laku-laku?”
“Calon suaminya kerjanya apa coba, apa teman sekantornya?”
“Atau mungkin pelanggan di toko Ilham kali, atau jangan-jangan malah karyawannya Ilham”
“Jangan-jangan calon suaminya Ara udah kelihatan tua, Ara kan juga udah tua”
Bisik-bisik beberapa keluarga itu pun terdengar mama Mira dan Papa Ilham, tentu saja sebagai orang tua merasa geram sekaligus malu. Geram karena mereka mencibir putri sulungnya, dan merasa malu karena keluarga besarnya sendiri malah mencibir keluarganya.
Mama Mira yang hendak menimpali pun di tahan papa Ilham dengan anggukan dan menggenggam telapak tangannya, dengan tataan teduhnya seolah berkata ‘biarkan saja mereka bicara seperti apa, nanti mereka yang akan malu sendiri’
Sekitar pukul 15.40 rombongan dari keluarga Hafa datang dengan menggunakan 2 mobil. Farhan pun berdiri di barisan depan menyambut keluarga kakak iparnya. Senyum lebar tersungging di bibir keduanya.
Keluarga Hafa pun di persilakan masuk, membuat keluarga yang tadi bebisik mencibir calon suami Ara dan di katakan sudah tua seketika melongo tak percaya. Dan melihat hantaran yang di bawa pun membuat mereka bertanya-tanya apa pekerjaan dari calon menantu papa Ilham, bahkan suami Desi kemarin saja tak sebanyak ini yang di bawa saat acara lamaran.
Keluarga dari pihak Hafa tidaklah banyak, hanya ada Hafa sendiri, mama dan adiknya kemudian keluarga dari Om Radit yang terdiri dari 4 orang serta 2 orang tetangga Hafa yang merupakan pengurus RT. Keluarga Hafa sendiri memang tak sebanyak kelurga Ara, sang mama yang memang anak tunggal tak memeliki kerabat dekat, hanya ada sepupu jauh yang tinggalnya pun di luar kota, dan tak memungkinkan untuk datang, sementara keluarga dari pihak papa hanya ada om Radit, karena sang papa hanya 2 bersaudara.
Kesembilan orang itu di sambut begitu ramah, setelah semuanya duduk, hidangan cemilan yang telah di persiapkan pun satu persatu di keluarkan.
Hafa yang duduk di apit dua wanita kesayangannya itu tampak tenang, meski dalam hatinya gugup tak terkira. Matanya pun melirik kanan-kiri dan tak menemukan gadis pujannya.
“Mas, tadi yang di depan adiknya mbak Ara kan?” Bisik Rindi pada sang kakak,
Hafa hanya mengangguk , mengulum senyum mendengar pertanyaan sang adik. Sepertinya adiknya ini benar-benar belum paham kalau gadis yang akan dia lamar adalah Ara rekan kerjanya di kantor. Pasalnya Rindi pun belum mengenal keluarga Ara lebih dalam, hanya adiknya yang pernah di lihat saat berkunjung ke rumah tempo hari saat mengambil motor, sedangkan rumah Ara dan kedua orang tuanya ia belum mengetahuinya.
“Kok ada di sini?” tanya Rindi dengan polosnya, padahal kalau ia memperhatikan dengan seksama ruangan tempat mereka duduk saat ini, ia bisa melihat foto besar terpampang di dinding, foto saat Ara wisuda bersama dengan kedua orang tua dan adiknya.
“Kan ini emang rumahnya dek”
Deg!
Tbc
Terimakasih atas dukungannya 🤗🤗🤗
Love you All 😍😍😍