Hai! Kali ini, Novel saya menceritakan tentang seorang gadis Muslimah yang bertemu dengan seorang ketua geng motor yang hampir menabraknya. Bagaimana kisah manis mereka bisa terjalin? Yuk simak kisahnya di sini ya. Jangan lupa kasih dukungan kalian ya. Terimakasih....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Syahdan Kecelakaan
Bu Syarimi memasuki mobil mewahnya yang disupiri Supir, juga satu orang yang menemaninya, yakni Bi Sida. ART rumah yang sengaja ikut, dengan alasan supaya tidak bikin curiga suaminya, Pak Syaidar. Pak Syaidar percaya bahwa Bu Syarimi akan ke pasar bersama Bi Sida. Jadi saat itu dia tidak curiga kalau Bu Syarimi mau menemui Syana.
"Anak itu sepertinya baik, kalau dia memang tulus mencintai anakku, semoga saja bisa merubah Syahdan menjadi lebih baik. Kita lihat saja nanti," pikir hati Bu Syarimi sambil melihat Syana yang kini memasuki toko buku kembali.
"Jalan, Pak!" titahnya pada Pak Supir. Mobilpun berjalan menjauhi toko buku itu.
Syana kini berkutat kembali dengan pekerjaannya. Kali ini dia terbayang kembali pertemuan dengan perempuan yang menjadi Ibu kandungnya Syahdan. "Cantik dan kaya, wangi lagi," batin Syana mengagumi kecantikannya. "Sayangnya jika aku tidak mampu merubah Kak Syahdan menjadi lebih baik, maka bisa jadi restu untuk diterima tangan terbuka Ibunya Kak Syahdan akan sulit," pikirnya lagi dalam hati.
Tiba jam empat sore, Syana dan kawan-kawan bersiap untuk pulang. Syana segera mengemasi meja etalase yang tadi sempat barangnya tercecer akibat pembeli yang memilih barang yang dibelinya. Setelah beres, Syana keluar toko dan berdiri di teras toko untuk menunggu Syahdan.
"Aku duluan, ya, Sya," pamit Rani karena jemputannya sudah datang.
"Aku juga duluan, ya," pamit Meri setelah angkot menuju rumahnya tiba. "Ehhh tumben juga pacar kamu belum tiba, ya, padahal aku selalu menantikan kedatangannya hanya untuk melihat wajah tampannya dari pinggir," sambung Meri sebelum naik angkot, bela-belain menyampaikan sesuatu yang menurut Syana berlebihan.
"Ada-ada saja, Mer," ucap Syana pelan sembari mengantar kepergian temannya itu dengan senyuman.
Sudah hampir 15 menit Syahdan yang ditunggu belum juga muncul. Namun Syana masih sabar menunggu. "Tumben Kak Syahdan belum jemput, ada apa, ya?" Syana merasa khawatir dengan Syahdan yang belum menjemputnya.
Sampai setengah jam, Syahdan belum muncul juga. Syana jadi gelisah dan khawatir. Firasatnya jadi tidak enak. "Ya ampun, Kak Syahdan kemana sih?" tanyanya sembari gelisah dan berjalan ke sana kemari.
Setengah jam lebih, Syana memutuskan naik angkot menuju apartemen Syahdan. Namun dia nampak bingung, sebab dia tidak tahu kode kunci pintu apartemen Syahdan.
"Kodenya juga aku tidak tahu, jadi sekarang aku harus ngapain?" Belum sempat Syana melangkahkan kakinya mendekati jalan untuk mencegat angkat, tiba-tiba sebuah motor menghampiri dan menghentikan Syana.
"Nona, naiklah!" titah orang berhelm, sepertinya dia orang suruhan Syahdan. "Naiklah, saya Rami, bodyguard Den Syahdan. Saya diperintahkan Den Syahdan untuk menjemput Nona supaya pulang," beritanya membuat Syana heran.
Lantas ke mana Syahdan? Syana menjadi bingung dan khawatir. "Kak Syahdan di mana, Paman?" tanya Syafa penasaran.
"Cepatlah naik dulu, nanti saya ceritakan kalau sudah tiba di apartemen," jawabnya membuat Syana gelisah.
Rami melajukan motornya setelah Syana naik. Tiba di parkiran apartemen, tiba-tiba HP Rami berbunyi tanda panggilan masuk.
"Nona, Den Syahdan ingin bicara dengan Anda," ucap Rami seraya memberikan HPnya ke arah Syana, Syana sejenak mengkerut, kenapa jika ada perlu padanya, Syahdan tidak langsung saja menghubunginya?
"Iya, Kak. Kakak di mana? Kakak baik-baik saja, kan?" tanya Syana khawatir.
"Sya, aku baik-baik saja. Kamu masuk apartemen dan ini kodenya," ujarnya sembari menyebutkan sebuah kode sebagai kode apartemennya.
"Paman ini HPnya. Saya harus masuk apartemen dan menunggu Kak Syahdan pulang." Syana memberikan HPnya pada Rami dan dia segera beranjak menuju lift. Tiba di pintu apartemen, Syana segera memasukkan kode pintu apartemen. Dengan otomatis pintu itu terbuka, Syana segera masuk.
Syana masuk kamarnya dan merebahkan tubuhnya sejenak. Rasa lelah dan pikiran yang kalut langsung menyergap dirinya. Syana memikirkan Syahdan yang tidak tahu di mana sekarang. Saat di telponpun Syahdan tidak memberitahu di mana dirinya, sehingga membuat Syana khawatir.
"Di manakah kamu Kak, jangan membuat aku khawatir?" Sampai jam 11 malam, Syahdan yang ditunggunya belum muncul juga. Namun saat waktu menunjukkan pukul 11.30 malam, Syana mendengar pintu terbuka. Syana bangkit dan risau, dia takut kalau yang membuka pintu bukan Syahdan. Tapi yang tahu kode pintu hanya Syahdan dan dirinya. Syana pun tahunya baru kali ini. Jadi tidak mungkin kalau yang buka pintu adalah orang lain.
Syana membuka pintu kamar dan mengintip. Syana menyunggingkan senyum setelah dia tahu siapa yang datang.
"Kak Syahdan," serunya sembari berlari kecil menghampiri dan memeluk Syahdan penuh kerinduan juga rasa bahagia.
"Sya, kamu belum tidur?" Syahdan bertanya seraya menatap Syana lekat.
"Mana mungkin aku bisa tidur Kak, kalau Kakak tidak ada kabar yang jelas dan entah di mana keberadaannya," balas Syana seraya melepaskan pelukannya.
Syana membawa Syahdan ke dalam kamar dan di sana dia mulai mengintrogasi Syahdan.
"Kakak ke mana saja sih, sampai aku khawatir?" Syahdan tersenyum sepertinya dia bahagia ditanya dan dikhawatiri oleh Syana.
"Kenapa Kakak senyum-senyum bukannya jawab pertanyaan aku?" sergah Syana kesal dan gemas.
"Ini tangan Kakak kenapa, kok pakai perban?" Syana heran saat melihat tangan Syahdan yang dibalut kain perban.
"Kalau aku jujur, kamu marah nggak, Sya?" tanya Syahdan ragu.
"Jujur yang kaya gimana dulu Kak, kalau Kakak jujurnya punya perempuan lain selain aku, aku pasti marah," ujar Syana jujur. Syahdan tersenyum. Ungkapan Syana barusan secara tidak sadar mengungkapkan rasa cemburu Syana. Syahdan yakin perempuan muda yang berhasil dimilikinya dengan cepat ini, sudah memiliki rasa cinta padanya.
"Sya, kamu mencintai aku, kan?"
"Kenapa Kakak bertanya seperti itu?" Syana balik bertanya.
"Karena ungkapan kamu tadi, kalau aku jujurnya karena punya perempuan lain, kamu pasti marah. Itu artinya kamu mencintai aku, kan?" Syana diam tidak berani menjawab. Dia merasa terjebak dengan uacapannya sendiri yang tidak disadarinya.
"Sudah, deh, sekarang Kakak jawab kenapa tangan Kakak bisa dibalut kain kasa?" tanyanya memaksa.
"Sya, sebenarnya aku tadi habis kecelakaan nabrak anak kecil yang mau nyebrang," ungkap Syahdan sedikit ragu-ragu.
"Apa? Serius, Kak?" kejut Syana berubah kesal.
"Kakak memang tidak pernah mendengar ucapanku. Coba jika dari kemarin Kakak sudah meninggalkan geng motor dan balapan liar, maka kejadian menabrak orang tidak akan terjadi seperti ini. Kakak memang dableg," kesal Syana seraya menghempas tangan Syahdan yang meremasnya.
"Terus, anak yang Kakak tabrak sekarang gimana?" tanya Syana sambil berdiri.
"Dia masuk rumah sakit karena patah tulang."
"Apa, patah tulang? Ya ampun Kak, sampai separah itu." Syana kesal sampai meninggalkan Syahdan di kamarnya.
sya sya semua siih...
typo kan tuuu..
harusnya Syila sama Sailendra..
lucu kayaknya...
Syana, shaina, syalala syahdu
semangat