berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Kembali ke tempat Satya, terlihat dirinya yang tertunduk dengan dahi mencium setir. Dan saat ia mencoba mengangkat kepalanya, rasa pening pun amat menyiksa.
Satya menyentuh pelipisnya yang terasa sakit. Dan benar saja, cairan berwarna merah pun ia dapati. la mendesis kemudian menajamkan penglihatannya pada mobil yang saat ini masih berada di hadapan. Sebelumnya ia hendak menambah kecepatan laju mobilnya, sampai tiba-tiba sebuah mobil muncul begitu saja dari pertigaan. Sontak kecelakaan tak terhindarkan. la menabrak bagian depan mobil tersebut hingga terseret beberapa meter.
"Ha- halo, Bu." Satya kembali melanjutkan panggilan dengan sang ibu seraya membuka sabuk pengaman. la sempat melihat sekilas pengemudi mobil itu seorang perempuan membuatnya bergegas berniat menolongnya.
["Satay! Apa yang terjadi?!" Katakan pada ibu! Di mana kau sekarang? Ibu akan segera menyusulmu!"]
Satya memberitahu di mana keberadaannya dan menyuruh ibunya tidak terlalu cemas karena ia baik-baik saja. Setelahnya panggilan terputus saat ponselnya kehabisan baterai.
Beberapa orang yang lewat segera berhenti melihat kecelakaan tersebut. Mereka segera menghampiri mobil berwarna merah yang Satya tabrak berniat melihat keadaan si pengemudi sekaligus menyelamatkannya. Dan seperti yang Satya duga, pengemudi mobil itu memanglah seorang perempuan dan dalam keadaan pingsan.
Beberapa waktu kemudian, terlihat Satya yang kepalanya telah mendapat pengobatan. Di sampingnya duduk Shintia yang sebelumnya segera menuju lokasi dan mengikuti warga yang menolong membawanya ke klinik begitu juga dengan pengemudi wanita itu yang saat ini terbaring di tempat tidur.
"Maafkan Satya. Satya membuat ibu khawatir," ucap Satya dengan tangan menggenggam tangan sang ibu.
Mata Shintia terlihat sembab karena menangis. "Yang penting kau selamat begitu juga dengan perempuan ini. Ibu harap dia segera sadar. Kau sudah mencoba menghubungi keluarganya?"
"Ponselnya terkunci," jawab Satya menunjukkan ponsel wanita itu yang ia bawa.
Dahi wanita itu tampak berkerut kala mencoba membuka mata yang terasa berat. Shintia yang melihatnya pun segera bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat.
"Kau sudah sadar? Syukurlah," ucap Shintia dengan kelegaan yang terdengar jelas.
"Anda... siapa?"
"Dia ibuku. Aku yang tadi menabrak mobilmu," ujar Satya saat telah berdiri di samping sang ibu. Tak ada keraguan mengatakan kebenaran. Dirinya mengaku bahwa ia yang salah.
Wanita itu bangun menegakkan punggungnya dengan tangan memijit kepala. "Ah, tidak-tidak. Aku yang salah tidak melihat keadaan sekitar."
Satya cukup terkejut. la kira wanita itu akan memarahinya atau menyalahkannya, tapi ia salah.
"Oh, ya. Apa ada yang menyelamatkan ponselku?"
Satya memberikan ponsel wanita itu. "Aku tidak bisa menghubungi keluargamu," ujarnya memberitahu.
Wanita itu mengangguk mengerti menyadari ponselnya menggunakan sandi. Setelahnya ia tampak menghubungi seseorang. "Halo, Ayah. Alexa di rumah sakit sekarang. Ya, baiklah." Hanya beberapa kata kemudian panggilan terputus.
"Kau menghubungi keluargamu, Nak?" tanya Shintia.
Wanita bernama Alexa itu mengangguk. " Terima kasih telah membawaku ke sini," ucapnya pada Shintia dan Satya.
"Para warga yang menolong," ujar Satya. " Mengenai mobilmu, aku akan bertanggung jawab," lanjutnya.
"Kita bisa membicarakannya nanti. Sebaiknya anda istirahat dulu. Anda lebih terluka daripada aku ," kata Alexa memperhatikan luka di pelipis Satya.
Satya dapat melihat wanita berambut pendek itu tampak gemetaran. la tahu pasti karena masih shock.
Beberapa waktu kemudian seorang pria datang dan segera menyusul ke tempat di mana Alexa berada.
"Ya Tuhan! Alexa! Apa yang sebenarnya terjadi? !"
"Maaf, semua ini salahku." Satya yang sebelumnya duduk, segera bangkit berdiri begitu juga Shintia dan saat ini berdiri di sampingnya.
"Tidak-tidak. Ini pasti salah putriku. Dia baru bisa menyetir belum lama ini," sahut pria berusia sekitar 50 tahunan tersebut.
"Maaf ayah," cicit Alexa. la tampak takut tak berani menatap ayahnya.
"Aku tadi mempercepat laju mobilku. Jika tidak, tentu kecelakaan ini tidak akan terjadi," papar Satya. la tak ingin kesalahan dilimpahkan sepenuhnya pada Alexa.
Pria itu memperhatikan Satya dengan seksama. Dirinya begitu kagum masih ada orang yang berani mengakui kesalahan saat orang lain telah mengaku.
"Siapa namamu?" tanyanya dengan tangan menepuk ringan bahu Satya.
"Satya."
Pria itu terdiam dengan pandangan tak terbaca. la seperti berusaha mengingat hingga akhirnya dia buah kata terucap. "Satya ... Abimanyu?"
"Paman mengenalku?" tanya Yoga setelah sebelumnya menatap sang ibu sekilas.
"Aku Anwar, orang yang tuan Reza tugaskan mengelola perusahaannya dan memintaku memasukkan keuntungan setiap bulan ke rekening atas nama Satya Abimanyu," jelas pria tersebut. la tidak tahu atau mengenal siapa Satya tapi dirinya melakukan amanah sesuai perintah Reza meski Reza telah tiada. Reza juga berpesan untuk tidak mencari tahu mengenai Satya. Tapi beberapa tahun yang lalu dirinya sangat penasaran membuatnya mencari tahu mengenai Satya. Walau tak menemukan biodata lengkapnya tapi ia menemukan satu foto Satya saat masih remaja. Itu lah kenapa ia merasa seperti tidak asing saat bertemu Satya hari ini.
Satya kembali menatap sang ibu sekilas dan percaya apa yang Anwar katakan adalah kebenaran. Ayahnya sudah pernah mengatakan hal yang sama sebelumnya.
Anwar segera merangkul Satya dan memberinya pelukan hangat. "Saya tidak tahu siapa anda sebenarnya, tapi saya sangat berterima kasih pada tuan Reza. Beliau telah memberikan amanah yang besar bagi saya dan suatu kehormatan bisa bertemu dengan anda secara langsung sekarang," ucapnya kemudian melepas pelukan.
"Reza adalah pamanku. Dan justru, aku yang harusnya berterima kasih," kata Satya di mana senyum simpulnya terukir di bibir. la tidak pernah tahu sosok orang baik yang menjalankan perintah Reza dan saat diberi kesempatan bertemu tentu ia tak akan menyiakan kesempatan memberikan rasa terima kasihnya. Salah satu perusahaan Reza yang dibangunnya sendiri diberikan pada Yoga dan Yoga memberikannya pada Satya atas kemauan Reza.
Alexa hanya diam memperhatikan interaksi Sata dan ayahnya. la pun bertanya-tanya bagaimana bisa ayahnya mengenal Satya melihat keduanya terpaut generasi yang sangat jauh.
Setelahnya terjadi obrolan ringan antara Satya, Shintia dan Anwar. Namun baik Satya ataupun Shintia tak menyinggung soal Yoga. Mereka hanya membicarakan panjang waktu yang telah terlewati sepeninggal Reza.
***
Yoga masih terjaga. Hari ini ia merasa sangat ingin bertemu dengan Satya di mana perasaannya diselimuti perasaan tidak enak. la memejamkan mata sejenak, mungkinkah karena Bams dan Fajri membicarakan mengenai Satya.
Yoga membuka kedua matanya menatap langit-langit sel yang telah di huninya bertahun-tahun lamanya. Ia melihat bayangan wajah Shintia dan Satya berada di sana. Tiba-tiba ia menyesal telah meminta Shintia berhenti mengunjunginya, tapi... setiap kali memikirkan keselamatan Shintia dan Satya, dirinya hanya bisa pasrah.
Yoga kembali memejamkan mata berharap alam mimpi segera menggapainya. Setiap kali matanya terbuka, terlalu menyesakkan memikirkan Shintia dan Satya dengan keinginan hidup bersama namun tak bisa segera direalisasikan olehnya. Dan semua ini salah Shintia. Wanita itu yang memberinya harapan dan menciptakan harapan yang sulit diwujudkan terlebih dengan seseorang yang ingin menghabisinya.
Di tempat Shintia terlihat dirinya yang masih terjaga. la duduk di depan jendela menatap rembulan yang terlihat begitu terang. Apakah Yoga dapat melihatnya?
Kriet
Perhatian Shintia teralihkan saat derit pintu kamarnya terdengar. la menoleh dan mendapati Satya berjalan ke arahnya.
"Ibu belum tidur?"
Shintia hanya melempar senyum tipis kemudian kembali mengarah pandangan ke luar jendela. "Bukankah bulannya sangat indah? Sayangnya, ayahmu pasti tak pernah melihatnya."
Satya berdiri di belakang ibunya dan mengikuti arah pandangan sang ibu. "Ibu benar," gumamnya dengan suara pelan. Tiba-tiba saja ia teringat Anwar. "Bukankah ayah orang yang baik?"
Shintia kembali menyunggingkan senyum tipis. "Bukan hanya ayahmu, tapi juga pamanmu," timpalnya seperti telah mengerti arah pembicaraan Satya.
"Walau aku tak pernah bertemu dengannya," gumam Satya mengingat bagaimana wajah Reza. Dirinya hanya bisa melihatnya di foto. "Oh, ya, sebenarnya tadi siang aku ke rumah nenek Novi."
Shintia menoleh. "Nenek... Novi?" gumamnya.
"Dan kurasa wanita tua itu tak ada hubungannya dengan seseorang yang berniat menghabisi ayah," ujar Satya kembali yang saat ini menatap sang ibu dengan raut wajah lebih serius.
"Kau sedang mencari tahu siapa orang itu?"
"Tak akan kubiarkan siapapun menghabisi ayah sebelum keinginan ibu terwujud. Bahkan setelah keinginan ibu terwujud, aku tak akan membiarkan siapapun melukai ayah dan ibu."
Shintia terhenyak, ia senang dan bangga Satya begitu menghormati Yoga padahal selama ini sama sekali tak mendapat sosok seorang ayah darinya.