Ketika takdir merenggut cintanya, Kania kembali diuji dengan kenyataa kalau dia harus menikah dengan pria yang tidak dikenal. Mampukah Kania menjalani pernikahan dengan Suami Pengganti, di mana dia hanya dijadikan sebagai penyelamat nama baik keluarga suaminya.
Kebahagiaan yang dia harapkan akan diraih seiring waktu, ternoda dengan kenyataan dan masa lalu orangtuanya serta keluarga Hadi Putra.
===
Kunjungi IG author : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putriku
“Bagaimana? Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan putriku.”
“Hari ini,” seru Lukas. “Tapi Tuan akan bertemu dengannya di rumah sakit.”
“Kenapa begitu?”
“Ada teman Kania yang masuk rumah sakit, wanita itu pasti akan mengunjunginya. Setelah itu tuan bisa menemuinya.”
Damar hanya mengangguk pelan, mendengar kejelasan pertemuannya dengan Kania.
Lukas sudah memperhitungkan kalau Kania tidak akan keluar rumah dalam waktu dekat, untuk memancingnya keluar harus dengan orang-orang terdekatnya. Kebetulan Adam pemilik toko bunga sakit dan sedang dirawat, Kania pasti akan datang.
...***...
“Siapa?” tanya Elvan saat Kania mengatakan akan ke rumah sakit untuk menjenguk kawannya.
“Adam.”
“Adam, pemilik toko?”
“Hm.”
Dalam hati Elvan merutuk, karena dia tidak menyukai kedekatan Adam dengan Kania walaupun konteks mereka berteman.
“Abil yang akan mendampingimu.” Elvan tidak mungkin melarang Kania, walaupun statusnya suami tapi setiap perintah atau larangan harus ada kejelasan. Dia belum ada alasan untuk melarang Kania menemui Adam.
“Terima kasih,” ujar Kania. Bergegas ingin ke toilet untuk membersihkan diri tapi lututnya terantuk sisi ranjang membuatnya mengaduh kesakitan.
“Kamu kenapa nggak hati-hati sih,” keluh Elvan lagi-lagi dengan perhatiannya.
Saat ini Kania sudah berada di rumah sakit. Menuju ruang rawat Adam, diikuti oleh Abil supir sekaligus pengawalnya. Adam menempati ruang perawatan di mana ada dua pasien dalam satu ruangan yang dibatasi dengan sekat gorden.
“Adam, kok bisa begini?” tanya Kania saat menemukan temannya terbaring dengan tangan tertancap jarum infus.
“Bisalah, gue manusia bukan robot buatan Jepang,” sahut Adam.
Kania berdecak, kemudian duduk di kursi yang berada di samping ranjang di mana Adam berbaring. Tidak memiliki keluarga dan yang menemani adalah karyawan toko bergantian jaga.
“Lo ngapain di sini?” tanya Adam.
“Jenguk kamulah, mau ngapain lagi. Nggak mungkin aku daftar jadi pasien,” seru Kania.
Sudah cukup lama Kania menemani Adam. Pria itu mengerti akan posisi Kania yang sudah bersuami, lalu menyarankan Kania untuk pulang.
“Kamu ngusir aku?”
“Bukan gitu Nia Kania, tapi lo udah menikah. Nggak baik di sini lama-lama, nemenin temen apalagi temen cowok.
“Hm, ya udah deh. Sepet sembuh ya, turuti apa kata dokter,” saran Kania.
Wanita itu sudah hampir sampai di mobilnya saat ada yang menyergap Abil membuat pria itu tidak berkutik. Kania akan melawan tapi dihalangi oleh Lukas.
“Kamu ….”
Lukas tersenyum lalu menaik turunkan alisnya.
“Apa kabar cantik, biar lebih cepat dan tidak ada keributan. Lebih baik ikut aku.”
“Tidak, sebaiknya kalian pergi atau ….”
“Atau apa? Kamu mengancamku?”
Kania bergeming dengan pertanyaan Lukas.
“Mari ikut, kami tidak akan macam-macam jadi tidak usah khawatir.”
Lukas mengarahkan Kania untuk mengikutinya menuju cafe rumah sakit yang terlihat tidak terlalu ramai lalu mengarahkan untuk duduk di salah satu kursi dengan meja kosong yang berada di pojok.
“Kamu ingin kita buat keributan di sini?” tanya Kania tanpa rasa takut, walaupun dia tahu akan kalah dari Lukas.
“Stttt, tunggu saja,” titah Lukas yang duduk di hadapan Kania dengan gaya pongahnya.
Tidak lama kemudian Lukas berdiri dan ada seorang pria yang menempati kursi yang sebelumnya diduduki oleh Lukas, pria itu menatap Kania. Kania mengernyitkan dahinya lalu menoleh ke arah Lukas yang berdiri tidak jauh dari pria tersebut.
Lukas mengedikkan bahunya lalu mengerlingkan matanya.
“Dasar gila,” gumam Kania.
“Kania … Syifa,” ujar pria itu membuat Kania menatapnya. “Kamu sudah dewasa dan … sangat cantik mirip seperti ibumu.”
Kania menghela nafasnya.
“Anda siapa? Saya saja nggak pernah tahu wajah Ibu saya, pake bilang mirip ibu. Ini urusan apa sih?” tanya Kania menatap Lukas dan pria dihadapannya bergantian.
“Saya Damar, Damar Mahesa.”
Kania berdiri, tentu saja membuat Damar terkejut. Seingat Kania saat Lukas menyerang dan melukai Elvan hingga pria itu tertembak, Lukas menyebutkan nama Damar.
“Hei, tenanglah. Aku tidak mungkin melukaimu,” seru Damar.
“Duduk!” titah Lukas.
“Ini tempat umum, apa kalian berani macam-macam?”
“Kania sayang, duduklah,” titah Damar
“Sa … yang. Kegilaan apa lagi ini?”
Damar memijat dahinya, sungguh dia ingin segera urusan ini selesai. Membawa Kania bersamanya, setelah lebib dari lima belas tahun melewati pertumbuhan dan perkembangan putrinya bahkan saat ini Kania malah bersikap tidak sopan kepadanya.
“Duduklah, kita bicara pelan-pelan.”
“Nggak bisa, karena dia jahat dan anda dalangnya,” tunjuk Kania pada Lukas dan Damar bergantian.
“Oke, sekarang kamu duduk ya,” ujar Damar yang sudah ikut berdiri.
Kania kemudian duduk dan terus menatap tajam Damar yang malah terkekeh. Wanita itu mengernyitkan dahinya melihat sikap Damar.
“Dulu, ibumu juga begitu kalau marah.”
Kania tidak merespon karena dia tidak pernah mengetahui siapa ibunya. Pria yang diklaim sebagai ayahnya mengatakan kalau ibunya sudah tiada dan saat Pak Hartono menikah lagi, hubungan Kania dengan ibu sambungnya tidak baik. Termasuk dia diusir dari rumah ayahnya.
“Ibuku sudah meninggal jadi ….”
“Betul, Ibumu memang sudah tiada sejak lama tapi aku masih di sini.”
“Aku tidak peduli dengan Anda,” gumam Kania.
Lukas menghela nafasnya.
“Kania, aku sudah mendatangi rumah Hartono.”
“Rumah Ayah? untuk apa?”
“Ayah?” tanya Damar. Sungguh sebuah ironi, ketika dia dipanggil anda oleh putrinya sendiri dan pria lain dipanggil Ayah. “Tentu saja untuk mencarimu.”
Kania menghela nafasnya.
“Aku tidak paham arah pembicaraan ini.”
Damar menyebutkan identitas Kania termasuk menunjukkan foto terakhir saat Kania hilang ketika masih bocah. Bahkan secara singkat kehidupan Kania saat Hartono, pria yang diklaim sebagai ayahnya meninggal pun Damar tahu.
“Apa ada yang mengatakan kalau kamu bukan putri Hartono?”
Kania mengepalkan kedua tangannya di atas pangkuan. Tentu saja hal itu sering dia dengar dari keluarga Ayah dan Ibu sambungnya. Bahkan saat Ayahnya meninggal dan dia disuir dengan alasan Kania bukan putri mereka.
“Karena kamu adalah putriku,” jujur Damar dengan tatapan sendu dan penuh kerinduan. Pria itu ingin sekali merengkuh Kania dalam pelukannya.
Kania terdiam, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Damar. Kemudian dia membelalakan kedua mata dan memegang dadanya yang seakan terasa sesak. Perasaan kesal, sedih dan kecewa saat dia meninggalkan rumah Hartono seperti terulang kembali. Sedih ditinggalkan Ayahnya dan pekikan serta makian kalau dia bukan putri pria itu.
“Apa maumu? Untuk apa menyampaikan informasi dusta seperti ini, apa ini bagian dari rencana kalian untuk menyakiti keluarga Yuda?” tanya Kania sambil menatap Damar dan Lukas bergantian.
“Kania, jaga bicaramu,” tegur Lukas.
“Kalian yang harus jaga bicara kalian,” sahut Kania.
“Sayang, aku bisa tunjukan hal lain yang membuktikan kalau kita ada hubungan darah. Jadi jangan ….”
“Tidak!”
Damar terdiam mendengar penolakan Kania. Wajah Kania sudah memerah menahan emosi, kedua matanya sudah berkaca-kaca.
“Apa yang aku lewati sudah cukup berat dan membingungkan. Termasuk aku harus menikah dengan pria yang baru aku kenal dan sekarang anda datang mengaku sebagai orang tuaku. Kalian pasti sudah gila,” cetus Kania lalu beranjak pergi dengan air mata yang sudah berhasil menetes membasahi pipinya.
“Hei.” Lukas akan menghalangi kepergian Kania tapi ditahan oleh Damar.
“Biarkan. Buat agar dia datang kepada kita saat dia merasa rapuh. Percepat usahamu mendekati putri Yuda dan beri mereka peringatan karena sudah merusak putriku.”