Eirene, seorang model ternama, karena kesalahannya pada malam yang seharusnya dapat membuat karirnya semakin di puncak malah menyeretnya ke dalam pusara masalah baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, menjadi istri seorang tentara marinir.
Rayyan, anak kedua dari 3 bersaudara ini adalah seorang prajurit angkatan laut marinir berpangkat kapten, bukan hanya sederet prestasi namun setumpuk gelar playboy dan keluarganya turut melekat di belakang namanya. Tak sangka acara ulang tahun yang seharusnya ia datangi membawa Rayyan menemui sang calon penghuni tetap dermaga hati.
"Pergilah sejauh ukuran luas samudera, tunaikan janji bakti dan pulanglah saat kamu rindu, karena akulah dermaga tempat hatimu bersandar, marinir,"
-Eirene Michaela Larasati-
"Sejauh apapun aku berlayar, pada akhirnya semua perasaan akan berlabuh di kamu, karena kamu adalah dermaga hatiku."
-Teuku Al-Rayyan Ananta-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MOMENT AMBYAR
Rayyan mengambil kunci motor dari juniornya. Sebuah motor bebek bukan keluaran terbaru namun juga bukan bebek jadul. Jika dibandingkan kendaraan miliknya sendiri, Rayyan memiliki mobil off road, mobil sport mewah namun ia tinggalkan di Aceh. Justru kendaraan inventaris beginilah yang sering ia pakai selama ini. Tak banyak orang yang tau, bahkan hingga kini, tak ada yang tau jika seorang kapten Rayyan adalah anak orang kaya kecuali kedua temannya itu, sampai saat kemarin beritanya dan keluarga Ananta muncul ke permukaan.
"Neng, ikut abang jalan yuk?" Rayyan mengusap jok di belakangnya setengah menepuk-nepuk meminta Eirene naik ke atas motor bebeknya.
Alis gadis itu terangkat, benar-benar turun derajat dari mas Alphard kini ia harus naik mbak Vega.
Eirene sampai meneliti dari ujung depan hingga ujung belakang motor ini, "motor apa ini? Jelek amat!"
"Kenalin, ini selir abang namanya mbak Vega! Kamu harus baik-baikin dia, karena sekarang kemanapun kamu pergi bakalan naikin mbak Vega, dianter dia kemanapun!" jawab Rayyan.
"Ini ngga akan brosot di jalan kan? Ngga akan ancur di jalan kan?" tanya nya mengundang gelak tawa Rayyan.
"Dijamin tidak akan mengecewakan! Ayo naik, mau ngga?! Mbak Vega ini udah dinaikin banyak cewek loh!" Rayyan memejamkan matanya keceplosan.
Eirene mencebik lalu mendengus, "jadi gue duduk di bekasan cewek lain gitu?" jujur saja ia kesal dan marah. Gadis ini berjalan namun melewati Rayyan, ia lebih memilih berjalan daripada harus duduk bekas wanita lain. Ingat? Ini Eirene, si gadis angkuh dengan gengsi sebesar bola dunia.
"Engga gitu dek, maksud abang---"
Eirene berjalan sambil manyun, diikuti Rayyan yang melajukan motor di sampingnya.
"Suttt! Ngga usah banyak ngeles, semakin kamu jelasin bertele-tele semakin keliatan salahnya! Pantes aja dek Ra selalu manggil kamu playboy!" sengitnya marah-marah, ada segaris senyuman dari Rayyan bukankah itu artinya Eirene tak suka jika Rayyan memiliki mantan?
"Engga gitu dek, dek Ra tuh suka fitnah!"
"Maksud abang ini kan motor inventaris, jadi yang pake banyak bukan cuma abang aja," terang Rayyan.
Eirene menghentikan langkahnya, ia menatap sengit dan matanya memicing.
"Ngomong kek dari tadi! Jadi Eyi ngga harus jalan sejauh ini!" ia menepuk keras jok motor, Rayyan melipat bibirnya sekeras mungkin melihat aksi konyol Eyi.
"Jadi mau beli apa?" tanya Rayyan berbasa-basi, saat Eirene naik ke atas motor.
"Terserah!"
"Oke, mau dimakan di sana apa dibungkus?"
"Terserah!" jawabnya kembali. Begini nih kalo perempuan marah, selalu ada kata terserah yang jawabannya itu bisa 1001 macam makna.
Akhirnya Rayyan lebih memilih membungkus makanannya, sepertinya makan hanya berdua di rumah lebih syahdu.
Udara malam memang terasa dingin, angin berhembus sedikit lebih kencang malam ini, membuat tangannya refleks memeluk Rayyan.
Ada sesuatu yang baru Eirene rasakan saat ini, jalan berdua bersama Rayyan dengan motor bebek lama, yang lajunya saja tak sampai 80km/jam, mungkin hanya 20 sampai 30 km/jam, melewati perumahan, perkebunan batalyon, lapangan dan juga lampu-lampu malam. Tanpa ada beban yang bertumpuk di pundaknya, tanpa ada beban pikiran jika besok ia tak dapat job.
Rasanya----indah! Nyaman! Dan---bebas!
Tak terasa sebelah tangannya melambai menyapa udara, ditaruhnya kepala di punggung sandarable milik Rayyan, laki-laki yang sudah halal ia sentuh.
Rayyan melirik kaca spion, dimana ada senyuman manis Eirene yang tercetak jelas.
"*Saat ini kamu memang tak punya apapun Eyi. Tapi kamu memiliki kebebasan*."
Rayyan meminta honey untuk menyimpan uang milik Eirene agar tetap di rekening miliknya sendiri, sebagian bahkan sudah honey pindahkan dalam bentuk properti dan saham.
Suara jangkrik dan kodok dari sekitaran sawah dan perkebunan milik batalyon menjadi musik malam hari disini.
Rayyan kembali memutar kunci rumahnya. Eirene masuk dan duduk, tangannya membuka satu persatu bungkusan makanan yang mereka beli tadi. Sementara Rayyan mengambil piring, mangkuk dan sendok.
Gadis itu terlihat menghitung, "lagi ngitung apa? Ada yang kurang atau ketinggalan?" tanya nya duduk di kursi samping Eirene.
Ia menggelengkan kepalanya, "bukan. Lagi ngitung kalori yang masuk! Takut ngga sesuai atau kelebihan. Nanti berat badan Eyi ngga ideal!" jawabnya.
Rayyan tersenyum miring, "biar apa? Jadi istri prajurit ngga usah takut gendut, ngga akan ada yang larang kamu makan ini semua yang penting kamu kenyang!" tangannya mulai memindahkan makanan-makanan itu ke dalam piring.
"Eh! Itu piringnya bersih engga?!" tanya Eirene melotot, jangan sampai piring berdebu Rayyan pakai.
"Bersih sayang, ini udah abang cuci," jawabnya kalem.
"Kapan? Udah pake anti bakteri? Minimal hand sanitizer lah kalo ngga ada!" tambahnya.
Rayyan menghela nafasnya, bisa sampai subuh mereka baru makan, hanya karena mendebatkan masalah piring.
"Udah. Anti bakteri, anti kuman, anti parasit, anti pelakor, anti pebinor!" jelasnya ngegas. Perkara sabun aja sepanjang garis pantai urusannya.
"Abang udah laper, kalo kamu ijinin abang mau makan sekarang?" Eirene mengangguk. Keduanya makan malam dengan khidmat.
Rayyan membawa piring kotor ke kamar mandi berniat mencucinya.
"Mau ngapain?"
"Dicuci! Sini! Kamu ikut abang, biar abang ajarin caranya nyuci piring--" ajaknya.
"Eh!" Eyi ikut tertarik. Ia melihat Rayyan begitu telaten menggosok piring kotor dengan spons lalu membasuhnya dengan air bersih.
"Ini kalo udah bersih gini taro disini, biar airnya turun dulu!" ucap Rayyan menaruh piring yang sudah dicuci di rak, yang diangguki Eyi singkat saja.
"Gampang lah! Kalo cuma cuci begituan mah Eyi juga bisa," jawabnya acuh kembali ke ruang depan.
Rayyan mengunci pintu rumah, matanya jatuh tertumbuk pada jam di dinding, "udah malem. Besok abang ada *anjangsana* sekaligus patroli laut, ngga sampai berhari-hari. Tapi kemungkinan sampai malam, kamu berani disini sendiri kan? Nanti abang minta kak Wiwit, istri bang Jaya buat nemenin kamu," ucapnya.
"Hm, sendiri ya? Terus Eyi ngapain disini?" tanya nya seketika otaknya nge blank dengan kodratnya sebagai manusia.
"Ya terserah kamu lah, mau kamu joget-joget sambil jungkir balik mau kamu belajar beres-beres atau kamu lompat-lompat asal kamu senang. Yang jelas jangan dibakar aja nih rumah," kekeh Rayyan.
"Ish nanya serius juga!" decaknya, Eirene perlahan merangkak naik ke atas ranjang, ia merasa takut dan khawatir karena ranjangnya tak seperti miliknya atau yang ada di rumah umi.
"Ini aman kan?" tanya nya menekan-nekan kasur busa, kondisi ranjang dan kasur Rayyan justru jauh lebih baik ketimbang milik Al Fath dulu.
"Aman! Asal jangan dipake lompat-lompat kaya trampolin," jawabnya ikut naik ke atas ranjang, belum ia mengambil posisi, Eirene menahan wajahnya.
"Kamu mau kemana? Jangan naik berdua! Kamu di bawah aja, ini nanti takut bobrok!" sewot Eirene.
"Ya salammmm!" geramnya.
"Engga Eyi, ini aman! Udah abang coba pake jumpalitan. Pernah dipake tidur bareng perwira lain juga!" Rayyan harus sedikit lebih sabar lagi untuk mendapatkan haknya. Gadis ini---kenapa begitu cantik di bawah sorot lampu dan diatas kasur, membuat Rayyan tersihir oleh pesonanya.
"Jangan Ray, nanti kita jatoh berdua! Lebih baik mencegah daripada mengobati, udah paling aman kamu di bawah!" ucapnya tak berperasaan.
"Dek, kemarin ngga jadi karena kamu anggap abang maling, mana sakitnya sampe sekarang lagi! Sekarang masa ngga jadi lagi karena ranjang? Kita sudah halal, tapi kok susahnya kaya kita mau zi na aja," ia sedikit mengiba.
Eirene menelan salivanya sulit, ia tau apa yang Rayyan inginkan. Apakah salah jika ia meminta Rayyan menunda keinginannya dulu, tapi----ia tak sampai hati menolaknya.
"O--oke," cicitnya pelan meski hati sudah berdebar tak karuan.
Rayyan tersenyum lebar karena Eirene tak menolaknya, sedikit demi sedikit ia mulai mendekat, bahkan kini wajahnya sudah hampir tak berjarak, hawa nafas Eirene seperti membiusnya. Gadis ini sudah memejamkan matanya, mungkin ia akan pasrah saat Rayyan menyentuhnya.
"Hey, jangan merem---" seketika tenaganya seperti tersedot oleh kekuatan besar dan Eyi tak memilik kuasa lagi atas tubuhnya saat Rayyan memegang pipi hingga ke tengkuknya, Rayyan bahkan sudah meraba-raba kulit halus Eirene.
"Liat kamu yang cantiknya masyaAllah bikin da rah abang berdesir dek," jakunnya sampai naik turun demi menelan saliva, ia mencoba menciptakan suasana syahdu agar malam pertama ini begitu berkesan untuk keduanya, Rayyan mengeluarkan jurus menggombalnya agar dapat menyentuh hati Eirene.
"Deket-deket kamu bikin jantung sama otak abang oleng, bikin abang berasa kaya---"
.
.
*Tooo...tooo..Tokeeee*!
Eirene menyemburkan tawanya, moment yang seharusnya tercipta begitu in tim malah jadi ambyar.
"Si@lan!" Rayyan bangkit dengan wajah kesal dan keluar berniat mengambil sapu demi mengusir toke yang dengan tak tau dirinya menyambangi kediamannya.
.
.
.
.