NovelToon NovelToon
Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Duda
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Kakak dan adik yang sudah yatim piatu, terpaksa harus menjual dirinya demi bertahan hidup di kota besar. Mereka rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya demi tuntutan gaya hidup di kota besar. Ikuti cerita lengkapnya dalam novel berjudul

Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

Pagi menyapa dengan sinar lembut yang menembus jendela kamar. Salwa membuka matanya perlahan, masih terbayang bayang ketidakhadiran kakaknya semalam. Dengan langkah setengah mengantuk, ia menyelinap ke kamar Wanda, berharap menemukan sosok wanita berambut ikal panjang itu. Namun, kamar itu kosong, hanya tumpukan baju dan buku yang menandakan baru saja ditinggalkan.

“Sebenarnya Kak Wanda nginap di mana sih?” gumam Salwa pelan, napasnya tertahan antara penasaran dan sedikit cemas.

Tak ingin lama-lama terjebak rasa bingung, Salwa bergegas mandi. Ia memang terkenal paling cepat jika soal mandi pagi, tak suka berlama-lama di bawah air. Kakaknya sudah membelikannya motor matic baru, hadiah kecil agar perjalanan ke kampus lebih mudah. Sedangkan Wanda, Salwa tahu, sering memilih taksi atau ojol demi kenyamanan. Setelah merapikan rambut dan memakai pakaian rapi tanpa banyak drama, Salwa menengok ke cermin.

Matanya penuh harap dan sedikit semangat yang mulai tumbuh menggantikan kebingungan tadi. Dengan menyalakan motor baru itu, dia pun beranjak, siap mengarungi pagi dengan segala kejutan yang menanti.

Namun saat lampu merah menyala, mata Salwa tiba-tiba terpaku ke sosok yang turun dari mobil putih mengkilat. Kakaknya, mengenakan setelan kantor rapi, berjalan santai di trotoar. Salwa mengucek matanya berulang kali, takut hanya imajinasinya saja. Detik itu, dadanya berdebar, ingin memanggil namun bibirnya kelu.

“Sebenarnya kakak dari mana? Mobil itu milik siapa, ya?” pikirnya bingung.

Saat lampu beralih kuning, tanpa sadar Salwa memutar stir pelan-pelan ke pinggir, berusaha mengejar langkah kakaknya yang tetap tenang membawa tas kerja di tangan.

Salwa menggeber motor maticnya, suara mesin berdengung pelan di tengah hiruk pagi.

"Kakak, ayo naik! Aku antar ke tempat kerja," serunya tanpa menoleh, matanya terpaku pada jalanan yang mulai padat.

Wanda menoleh sejenak ke arah adiknya, kemudian menepikan motor dengan ragu. Tanpa berkata apa-apa, dia naik membonceng, jari-jarinya menggenggam erat pegangan. Salwa menarik napas dalam-dalam, berusaha fokus menembus lalu lintas yang makin sesak, suara klakson dan gelak tawa anak-anak sekolah bercampur menjadi satu.

Sesampainya di depan gedung tinggi itu, Salwa menghentikan motor dan Wanda turun dengan langkah pelan, tas kecilnya digenggam erat. Dengan wajah yang setengah tertunduk, Wanda mengeluarkan dompet dari dalam tas, membuka lipatan kulitnya, lalu mengulurkan dua lembar uang merah ke Salwa. Tangannya sedikit bergetar saat memberi, sementara Salwa menerima tanpa suara, matanya menghindar, hati terasa agak berat menolak atau bertanya.

Salwa mengangkat wajahnya dengan senyum kecil.

"Terima kasih banyak, Kak!" suaranya lirih, kemudian terhenti begitu saja.

Sebetulnya, ada banyak hal yang ingin dia tanyakan, ke mana Kakaknya bermalam, siapa yang mengantar tadi malam tapi rasa malu menahan lidahnya. Sebagai adik yang selama ini selalu dibiayai oleh Kakaknya, Salwa merasa tak berani mengorek lebih jauh. Wanda menepuk pundak Salwa pelan sambil tersenyum bangga.

"Iya, kamu harus serius kuliah. Nanti kalau sudah lulus, bisa dapat kerjaan bagus seperti aku." Matanya menatap jauh ke gedung tinggi di depan mereka.

"Lihat, dari lantai satu sampai paling atas itu, semua adalah kantor karyawan Marcos Grup. Pemiliknya cuma satu orang."

"Wooow, Kak, kamu pernah ketemu CEO-nya?" tanya Salwa dengan mata membesar penuh rasa kagum. Wanda mengangguk cepat, wajahnya memancarkan semangat yang berbeda.

"Wah, hebat banget, Kak! CEO perusahaan besar itu seorang kakek tua, ya?" tanya Salwa dengan mata berbinar, rasa penasaran menggelitik dalam hatinya. Wanda tersenyum tipis, wajahnya berubah cerah saat membicarakan sosok pria itu.

"Enggak, dia masih muda, dan ganteng banget, Sal. Beneran deh, aku sampai nggak percaya kerja bareng orang kayak dia."

Matanya sedikit melirik ke arah gedung, seolah ingin mengingat setiap detail pria itu. Salwa mengangguk-angguk, semakin ingin tahu tentang sosok pemimpin yang membuat kakaknya tampak segan sekaligus bangga.

"Ayo, Kak! Jangan lama-lama, nanti telat meeting pagi ini," Wanda menepuk bahu adiknya dengan lembut, berusaha mengalihkan perhatian.

Salwa menghela napas sambil mengamati langkah kakaknya yang sudah mantap melangkah menuju pintu utama gedung tinggi itu. Setelah itu, dia menyalakan motornya dan langsung tancap gas ke kampus. Begitu motor meluncur, Wanda menyadari dirinya baru saja terlalu jelas menunjukkan kekagumannya pada CEO itu, wajahnya hangat tanpa bisa disembunyikan.

Pagi itu, Wanda melangkah dengan percaya diri, mengenakan rok span pendek berwarna coklat hangat yang pas menempel di pinggulnya. Kemeja krem polos melengkapi penampilannya yang sederhana tapi elegan, sementara blazer coklat senada membuatnya tampak semakin rapi. Rambut hitamnya terurai lurus, sesekali tergerai oleh angin pagi, menambah aura alami yang tak dibuat-buat. Wajahnya dihias riasan tipis yang mempertegas kecantikan tanpa berlebihan.

Saat melangkah, kaki panjang berkulit putih mulusnya terlihat jelas menonjol, seolah tak tertandingi. Sepatu hitam berhak tinggi menambah postur semampainya, membuatnya layaknya model di panggung catwalk. Tak heran bila Tuan Marcos menatapnya dengan penuh kekaguman, seperti menyimpan rahasia tersendiri tentang wanita ini.

*****

Saat Salwa tiba di kampus, dia sudah melihat Salsa duduk santai di bangku kantin dekat jurusannya. Salsa menoleh dan menyunggingkan senyum sinis.

"Kamu baru sampai? Bangun kesiangan, ya?" tanyanya sambil menyodorkan secangkir kopi. Salwa menghela napas pelan, buru-buru duduk.

"Aku tadi lihat Kak Wanda jalan sendiri di trotoar. Aku antar dia ke tempat kerja dulu." Suaranya pelan, seperti hendak membela diri. Salsa menatapnya dengan tatapan tajam.

"Memangnya kakak kamu dari mana, sih?" Salwa hanya mengangkat bahu, wajahnya ragu dan sedikit cemas. Kening Salsa mengerut, pikirannya melayang ke hal-hal gelap.

"Jangan-jangan, Salwa, kakakmu itu beneran jadi simpanan om-om, atau bahkan jual diri," ucap Salsa sambil tersenyum sinis. Salwa terkekang antara ingin membela dan perasaan getir yang mulai merayapi hatinya.

Salwa mengerutkan dahi, matanya menatap kosong ke jalanan yang ramai.

"Gimana kalau… beneran kakakku jual diri ke pria-pria hidung belang? Apa harus seperti itu supaya dapet duit banyak?" ucapnya pelan, suaranya bergetar. Tapi kemudian ia menghela napas panjang, mencoba mengusir pikiran itu.

"Satu hal yang nggak pernah bisa aku terima di otak ini," lanjut Salwa, suaranya makin tegas meski ada gundah di baliknya.

"Belum lama kami pindah ke rumah baru, dan kakakku malah beliin aku motor matic baru. Kamu pasti udah liat, kan? Motor itu kayak… harga segitu, dari mana dia dapet uang sebanyak itu? Kak Wanda baru aja mulai kerja di perusahaan gede itu, jadi sekretaris pribadi." Salsa mendengarkan dengan alis terangkat, pikirannya ikut melayang.

"Hmm… iya juga, jelas banget, deh," katanya sambil menggigit bibir.

"Fix kakak kamu punya sugar daddy, ya. Atau jangan-jangan dia bisa kerja di situ karena sugar daddy-nya punya pengaruh besar. Kayaknya nggak mungkin dia dapat semua itu cuma dari kerja biasa."

Salwa menunduk, mulutnya mengatup rapat. Ada rasa sakit dan bingung yang perlahan merayap di dadanya. Namun, di antara semua kecurigaan itu, ada juga ketegaran yang tak mau ia tunjukkan begitu saja.

Salwa duduk terpaku di bangkunya, matanya kosong menatap papan tulis yang dipenuhi rumus-rumus. Suara dosen muda yang biasanya membuat hati mahasiswi berdebar, kali ini hanya menjadi dengungan samar di telinganya. Tangannya menekuk buku catatan tanpa mencatat sepatah kata pun. Di sebelahnya, Salsa menyadari tatapan kosong Salwa. Dengan suara lembut tapi tegas, ia merangkul bahu Salwa, "

Hey, jangan kebanyakan mikir, ya. Fokus dulu sama kuliah kita. Urusan kakakmu itu, dia sudah dewasa. Dia yang tahu jalan terbaik buat dirinya."

Salwa menoleh pelan, bibirnya bergetar pelan sebelum mengangguk pelan, mencoba merapal kata-kata penghiburan itu dalam hati. Perlahan, sorot matanya kembali berusaha menyatu dengan materi di depan. Suasana kelas yang sempat hampa pun mulai hidup kembali, meski ada luka kecil yang masih tersembunyi di balik senyum yang dipaksakan.

1
Ika Syarif
Luar biasa
꧁≛⃝❤️𝐌αgιѕηα❀࿐
Momyyy ..
kau ini punya kekuatan super, yaaakk?!
keren, buku baru teroooss!!🤣💪
Xiao Li: beliau ini punya kuasa lima, sekali seeeetttt... langsung melesat. kagak kek kita yang lelet kek keong🤣
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!