Adhira Alindra adalah gadis berprestasi yang angkuh, sombong dan terkenal dengan harga dirinya yang tinggi, mulut pedas. dan prilaku nya yang sok berkuasa.
Ditambah posisinya sebagai ketua osis semakin membuatnya merajalela, lalu apa jadinya jika perilaku buruknya itu menimbulkan dendam pada anggota geng yang terdiri dari siswa-siswa buangan yang berandalan.
Awalnya Adhira tak begitu peduli dengan dendam geng sampah itu, Sampai akhirnya Dendam dan kejadian buruk mengubah kehidupan Adhira,
Gadis berprestasi itu bahkan ingin kembali mengiris nadinya saat percobaan bunuh dirinya gagal.
Adhira tak ingin membuka mata, menurutnya, lebih baik ia mati dengan mengenaskan dari pada menjawab siapa ayah dari anak dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atmosfera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ego-29 Sama seperti om
Zeo terkekeh pelan, " Wah, anak papa uda pintar nendang ya. Sehat-sehat terus ya sayang." kata Zeo mencium perut Adhira senang.
Berbanding terbalik dengan Zeo yang gembira dan tampak semangat, Adhira justru kian membenci ketiganya dengan sangat.
***
Sesuai janjinya ,Zeo pulang cepat hari ini, Pemuda itu menyelesaikan deadline pekerjaannya dengan gila-gilaan demi bisa kuliah dan pulang cepat.
Tapi walaupun begitu, Senyum tak lepas dari bibirnya ketika mengingat anak-anaknya yang mulai menendang tadi pagi. Ah, Zeo bahkan melupakan bagaimana lelahnya ia hari ini sangking semangatnya bekerja untuk cepat pulang.
Oia, Zeo menenteng banyak barang sore ini, ia belanja sayuran dan buah-buahan dan juga sekalian mengambil laundri baju sebelum arah pulang tadi.
Pokoknya hari ini Ia akan membereskan semua pekerjaan rumah dan berniat membuat makan malam yang enak untuk merayakan keaktifan anak-anaknya. Ia akan membuat Nikujaga kesukaannya, Salad buah untuk Adhira dan soup sayur untuk makan malam.
"Adhira" Panggil Zeo melepas sepatunya dengan kaki. Kesulitan karena banyaknya belanjaan ditangannya.
"Dhir- eh, Tante?" panggil Zeo begitu mendapati kedua mertua dan adik iparnya duduk diruang nonton.
"Eh Zeo, uda pulang? Kata Adhira kamu kalau pulang malam-malam terus. Ini masih jam 6 tapi,"
"Ya ampun belanjaan mu banyak banget, Sini biar tante bantu" kata Mira membantu Zeo menurunkan barang-barangnya.
Zeo menggaruk kepalanya, ia melirik Adhira yang tak mau menatapnya. Perempuan itu terus menatap tv dengan sepiring rujak mangga ditangannya. "Em, iya, Zeo memang berusaha pulang cepat sore ini, om, tante sama Devan apa kabar?" tanya Zeo masih dalam suasana bingungnya. Heran kenapa mertuanya ada di apartemennya. Apa Adhira menghubungi orang tuanya setelah pertengkaran mereka tadi malam.
Mira tersenyum, "Kami baik."
"Apa pantas meninggalkan istri yang lagi hamil sendirian dirumah bahkan sampai larut malam, apa kamu beneran bekerja atau cuma akal-akalan mu saja pulang malam." sindir Deni.
"Mas, Zeo kan juga kuliah, kamu ini." bela Mira.
Zeo mengangguk ia tersenyum sangat canggung.
"Yaudah, kamu mandi dulu sana Ze, tante uda masak kok nanti kita makan malam bareng." kata mertuanya itu lembut.
Lagi dan lagi Zeo mengangguk, "Em, tapi kalau om, tante sama yang lain makan dulu gak papa kok, nanti saya nyusul."
"Jangan gitu bang, nanti debaynya gak mau makan kalau papanya gak makan. Ya kan kak?" kata Devan mengelus perut besar kakaknya yang langsung mendapat lirikan dari Adhira.
Devan tertawa puas, "Seremnya." kata bocah itu cengengesan.
"Iya, benar itu Ze, yaudah sana kamu cepat mandi." kata Mira agak mendorong Zeo pergi.
***
Saat makan malam, tidak ada suara kecuali suara Devan yang terkadang meminta sayur ini dan itu kepada mamanya.
Zeo melirik Adhira, perempuan itu makan dengan sangat lambat. Zeo jadi mengingat bagimana susahnya perempuan itu makan malam. Apa Adhira sekarang masih mual? "Lo- ehm kamu kenapa? mual?" tanya Zeo spontan yang membuat semua mata menatap Adhira dengan bingung. Agaknya kaget dengan suara Zeo yang memecah keheningan selain Devan.
"Biar aku yang suapi kalau masih mual" kata Zeo menarik piring Adhira. Pemuda itu kini mulai memahami bahwa Adhira hanya bisa makan dari bekas makananya. Walaupun sebagai seorang yang tumbuh dinrgri sakura, Zeo tak yakin dengan hal-hal seperti itu, tapi Diam-diam Zeo menahan senyumnya karena ia mengerti hal itu karena ulah anak-anaknya.
Adhira membuang mukanya ketika Zeo menyodorkan makanan kedepan mulutnya. "Ck, biar gue aja." Kata Adhira ketus. "Gak usah sok baik lo." Kata Adhira agak menepis tangan Zeo.
"Kakak, kok gitu, makan dong." Kata Mira menasehati.
"Nanti lemes loh, ya makan ya biar disuapi Zeo, kasian anak-anak kamu nanti. Apalagi si kembar mulai aktif kan ya."
Zeo langsung melirik mertuanya seolah-olah bertanya bagaimana mereka bisa tau tentang kehamilan kembar Adhira. Padahal ia belum membeti tau siapapun untuk satu hal itu.
"Kakak yang kasih tau kalau adek bayinya kembar" kata Devan menyahuti pikiran Zeo.
"Ah, gitu" Zeo tersenyum lebar, ia mengangguk senang. Ntah kenapa perasaannya langsung membuncah. Perasaannya ini seperti perasaan bangga untuk hal yang tak jelas.
"Iya, Adhira hamil kembar, kami baru periksa dua hari yang lalu tante. " Kata Zeo tanpa diminta.
"Iya, Tante kaget banget tadi, perut Adhira baru hamil 5 bulan kayak uda mau lahiran gitu. Rupanya Dhira bilang Kembar. Zeo ada turunan kembar ya?" Tanya Mira mencoba ramah walaupun terkesan sangat dipaksa kan.
Zeo mengangguk kaku, "Iya Tan, Nenek Zeo kembar, Adek Zeo juga kembar"
Mira tersenyum tipis. "Anugrah itu, Sekarang makan yuk kak. Kamu dari tadi cuma makan rujak doang loh"
"Gak"
"Makan Adhira." kata Deni tiba-tiba. Membuat yang ada disana sedikit terkejut terutama Zeo.
"Ck, Dhira gak laper yah." kata perempuan itu menyentak tangan Zeo ketika pemuda itu mengulurkan sendoknya.
"Dan lo-Jangan sok baik didepan keluarga Gue bajingan, cuih" Adhira meludah didada Zeo. Zeo mengepalkan tangannya menahan emosi.
"Adhira!" bentak Deni lebih keras.
Adhira menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca. "Ayah kok bentak Adhira? Ayah lebih belain bajingan ini daripada Dhira?" marah Adhira saat ia merasa tersudut, seolah-olah semua orang membela Zeo, bukan dirinya.
"Kakak-"
"Mama juga sama aja, Mama belain Bajingan ini terus dari pada Adhira. Padahal kalian semua tau apa yang dia lakuin buat siksa Dhira selama ini hiks, Apa bekas tamparan ini masih belum cukup hiks, Aku benci Kalian." Sentak Adhira meninggalkan ruang makan, perempuan itu duduk diruang nonton sambil menangis.
Karena posisi apartemen yang kurang luas, Semua yang ada diruang makan masih bisa melihat punggung Adhira yang duduk disofa. Perempuan itu menangis.8eo hendak bangkit dari duduknya tapi suara Deni mencegahnya.
"Biarin aja, jangan kamu datangi anak saya waktu kamu masih dalam lingkup emosi."
Devan yang lagi-lagi melihat pertengkaran antara menantu dan mertua itu pun langsung bangkit dari duduknya sambil membawa piring. "Devan duduk sama kakak ya ma." katanya memberi ruang untuk ketiga orang dewasa itu berbicara bebas.
Begitu Devan pergi, Zeo menundukkan kepalanya ditengah-tengah tatapan mertuanya.
"Apa kalian habis bertengkar semalam?" tanya Deni yang seperti pernyataan bukan pertanyaan.
Zeo diam saja, ia tau kedua mertuanya akan menanyakan hal itu ketika melihat pipi Adhira yang masih agak membiru karena tamparannya semalam, dan juga bekas bibir perempuan itu yang sedikit luka karena kegiatan malam mereka. Oh ya, dan jangan lupakan beberapa kissmark dileher perempuan itu. Dan pastinya mata bengkak dan wajah lesu dari Adhira yang tentunya langsung menjelaskan semuanya.
"Jangan kamu pikir, kamu tinggal jauh dari saya, kamu bisa sesuka hati menyakiti anak saya. Saya tidak peduli kamu suaminya atau bukan tapi kalau kamu bertindak kelewatan pada anak saya, saya akan-
"Tapi saya melakukan itu karena Adhira menyakiti anak saya." potong Zeo berani, ia menatap kedua mertuanya tegas. Jika sudah berhubungan dengan anak-anaknya ia pun akan melakukan segalanya. Termasuk melawan kedua mertua dihadapannya.
"Sama seperti om dan tante yang mau melakukan apapun untuk melindungi Adhira dan Devan. Saya juga melakukan hal yang sama untuk melindungi kedua calon anak saya."
Hening.
Kedua orang tua Adhira itu tak ada yang bersuara. Ini untuk pertama kalinya Zeo berani memotong perkataannya.
"Saya hanya melakukan hal yang sama seperti yang Om lakukan, saya ingin melindungi anak-anak saya dari kebencian ibunya terhadap saya." kata Zeo. "Saya tidak perlu menjelaskan bagaimana Adhira mencoba menyakiti anak-anak saya dengan pil dan soda-soda itu kan?"
"Saya akui, saya pernah berjanji kepada om untuk menjaga atau menyayangi Adhira. Tolong biarkan saya berusaha melakukannya walaupun sekarang hal itu belum terlaksana dengan sempurna. Saya juga menyayangi calon anak-anak saya. Saya menyayangi mereka." kata Zeo kembali menundukkan kepalanya.
Cukup lama hening menyelimuti ketiganya sampai akhirnya Deni kembali berbicara setelah menarik napas panjang. "Bulan depan Adhira ulang tahun sekaligus memperingati hari kematian bundanya."
Zeo menatap mertuanya, agak kaget karena perubahan pembicaraan.
"Antar dia kerumah seminggu sebelum ulang tahunnya." Kata Deni pelan. Sebenarnya tadi ia ingin marah. Tapi ketika mendengar pembelaan Zeo. Ntah kenapa hatinya sedikit tersentil. Menantunya itu menyayangi calon cucu-cucunya.
Zeo tersenyum tipis, ia mengangguk meng-iyakan. Dalam diam Zeo berpikir apakah kedua mertuanya sudah tak menghakimi nya lagi? Apa kedua mertuanya sudah mengerti posisinya?
Tapi apapun itu Zeo sangat bersyukur dengan hal itu.
***
Pembelaan Zeo bagus juga ya. wkwkwk