Fenomena pernikahan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Pengkhianatan pasangan menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam banyak kasus, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan. Namun, di tengah luka dan kekecewaan, tak sedikit perempuan yang mampu bangkit dan membuka hati terhadap masa depan, termasuk menerima pinangan dari seorang pria.
Pertemuan yang tak terduga namun justru membawa kebahagiaan dan penyembuhan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 33 TUDUHAN YANG TAK TERTUDUH.
"Ilham!! Kamu ngapain di sini sama dia?!" Tunjuk luna kepada Sofia.
Sofia dan Ilham serempak menoleh.
Luna berdiri tak jauh dari mereka, wajahnya merah padam, matanya menatap tajam bukan pada Ilham, tapi pada Sofia.
Sofia berdiri perlahan, menahan diri tetap tenang. Tapi Luna sudah melangkah mendekat.
"Kamu pikir kamu bisa ngerebut Ilham lagi dariku? Sekarang kamu mau main belakang?! Kamu perusak hubungan orang. kamu lupa jika saat ini aku sedang hamil anaknya ilham?!" serunya lantang, tanpa memperhatikan bahwa mereka sedang di tempat umum.
Beberapa tamu tempat makan mulai menoleh. Ilham buru-buru berdiri, mencoba menenangkan Luna. “Luna, tolong… jangan begini.”
Tapi Luna mendorong tangan Ilham kasar.
“Aku ini hamil anak kamu! Dan kamu malah jalan sama mantan istri kamu kayak gini?! aku mencari kamu, tapi kamu malah sama perempuan ini! " Tunjuk luna
Sofia mengepalkan jemarinya di samping tubuh. Tapi suaranya tetap tenang.
"Luna... aku ke sini bukan buat Ilham. Aku ke sini untuk urus proses cerai dengan pengacara," ucapnya sambil menatap langsung ke mata Luna. "Dan kalau kamu pikir aku masih ingin merebut sesuatu yang sudah aku buang... kamu terlalu percaya diri."
Luna terdiam sejenak. Kata-kata itu seperti tamparan.
Sofia melanjutkan, “Kalau kamu merasa Ilham milikmu, rawat baik-baik. Tapi jangan datang ke aku membawa tuduhan, karena aku sudah selesai dengan dia... dari sejak aku mengetahui kalian selingkuh maka semuanya sudah selesai. "
Ia meraih tas dan map cokelatnya, menatap Ilham sebentar tatapan terakhir, datar, tanpa rasa.
“Selesaikan urusan kalian. Aku bukan bagian dari kekacauan ini lagi.”
Lalu Sofia berjalan pergi, melangkah dengan kepala tegak di tengah tatapan para pengunjung. Luna tercekat, Ilham hanya menunduk diam sebab untuk pertama kalinya, ia sadar yang paling kuat bukan yang berteriak paling lantang, tapi yang bisa pergi tanpa menoleh.
Ammar Calling...
Sofia tertegun sejenak. Ia sempat ragu, tapi akhirnya menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga.
“Assalamu'alaikum..."
“ Wa'alaikumussalam.. Sofia?” suara Ammar terdengar ringan, tapi ada nada perhatian di sana. “Kamu sibuk?”
“Nggak juga… ada apa, Bang?” Sofia berusaha menjaga suaranya tetap datar.
“Hm... aku cuma mau tanya. Kamu lebih suka cokelat rasa matcha, atau yang kacang almond gitu?”
Sofia mengernyit. “Hah?”
“Soalnya aku tadi lihat dua-duanya di toko, terus inget kamu. Kayaknya kamu pernah bilang suka matcha, tapi aku ragu.”
Sofia terdiam sejenak. Bibirnya mulai tertarik membentuk senyum kecil. “Abang lagi di toko cokelat?”
“Iya. Niatnya sih beli buat aku sendiri, tapi sekarang malah pengin bawain satu buat kamu.”
Sofia tertawa kecil. “Abang itu ya… tiba-tiba banget nelpon cuma buat nanya beginian.”
“Lho, penting tau. Mood seseorang bisa ditentukan dari rasa cokelat favoritnya.”
Ammar berhenti sebentar, lalu berkata dengan nada lebih hangat, “Kamu baik-baik aja, kan?”
Sofia terdiam sesaat. Lalu menjawab pelan, “Tadi sempat nggak baik. Tapi sekarang... udah agak mendingan.”
“Syukurlah,” jawab Ammar pelan. “Kalau bisa bikin kamu senyum walau cuma sedikit, itu cukup buat aku.”
Sofia menggigit bibirnya, menahan senyum. Hatinya yang tadinya penuh emosi seperti mencair perlahan.
“Terus… Abang pilih cokelat yang mana?” tanya Sofia.
“Kalau kamu senyum, dua-duanya aku beli.”
Sofia tertawa pelan, matanya mulai berbinar.
Dan untuk pertama kalinya hari itu, ia merasa dihargai. Diperhatikan. Tanpa tekanan. Tanpa tuduhan. Hanya karena seseorang mengingat rasa cokelat favoritnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Waktu berjalan cepat. Tanpa terasa, tinggal satu minggu lagi menuju hari pernikahan Bang Dafi. Rumah keluarga Sofia mulai terasa lebih sibuk dari biasanya. Umi sibuk memeriksa daftar tamu dan perlengkapan acara, Abi mengurus undangan yang belum terkirim, dan Sofia… bolak-balik membantu menyortir seserahan yang akan dikirimkan ke rumah calon mempelai wanita.
“Fi, ini bunga tangan udah dipesan?” tanya Umi sambil membuka daftar catatan di pangkuannya.
“Udah, Mi. Tadi pagi konfirmasi dari tokonya masuk. Hari Jumat dikirim,” jawab Sofia cepat.
“Bagus. Jadi nanti kita tinggal fokus di acara akad dan resepsi.”
.
.
Suasana pagi di desa begitu tenang. Embun masih menempel di dedaunan, dan ayam-ayam jantan bersahut-sahutan menandakan dimulainya hari baru. Sofia sedang membantu umi merapikan ruang tamu. Hari itu sebenarnya tidak ada acara apa-apa, hanya sekadar rutinitas harian menjelang pernikahan bang Dafi yang tinggal beberapa hari lagi.
Tiba-tiba suara mobil terdengar dari depan rumah. Umi dan Sofia sama-sama menoleh ke arah jendela.
“Siapa ya pagi-pagi begini datang?” tanya umi sambil mengusap tangannya dengan kain lap.
Sofia mengintip dari balik tirai. Wajahnya seketika berubah, matanya membulat. “Umi… itu… kayaknya mobil bang ammar!”
Umi langsung berjalan cepat ke teras, disusul oleh Sofia.
“Assalamu’alaikum!” seru Ammar dengan senyum lebar, membawa paper bag di tangannya.
“Wa’alaikumussalam!” Umi menyambutnya hangat. “Nak ammar! Kamu datang lebih cepat dari rencana. Baru niatnya dua hari sebelum acara, sekarang malah seminggu sebelumnya!”
Ammar tersenyum sambil menyalami umi. “Saya kangen suasana desa, Mi. Dan saya nggak mau kehilangan momen penting menjelang hari besarnya bang Dafi. Saya ingin bantu-bantu juga.”
Sofia berdiri mematung beberapa detik sebelum akhirnya bersuara " Abang niat banget hehehe.. ”
Ammar menoleh padanya, mengangguk santai. “Kan aku temannya bang Dafi, masa nggak ikut sibuk? Lagi pula… ada beberapa hal yang ingin aku lihat langsung di sini.”
Sofia memicingkan mata, mencoba menebak maksud tersirat dari perkataan Ammar. Tapi sebelum ia sempat membalas, abi muncul dari dalam rumah dan menyambut Ammar dengan hangat. Tak lama kemudian, bang Dafi pun keluar dari kamar dan terkejut melihat sahabat lamanya sudah berdiri di depan rumah.
“Ammar?! Gila! kamu beneran datang?” serunya penuh semangat. Mereka berpelukan seperti sahabat lama yang tak bertemu bertahun-tahun. " Bagaimana dengan kerjaan kamu nanti? "
“Aku bakal jadi saksi nikah kamu, Bro. Masa cuma datang dua hari sebelum acara? Gak seru dong,” canda Ammar sambil tertawa. " Soal kerjaan, tenang saja semuanya sudah aman terkendali " lanjut Ammar.
Sofia terdiam melihat kearah ammar. dalam hati berkata " Bang ammar kerjanya apa ya, ko bisa libur panjang gitu " gumamnya.
Hari itu jadi penuh kehangatan. Ammar langsung akrab dengan semua kesibukan rumah. Ia ikut membantu abi mengecek tempat acara, menemani bang Dafi survei ke tukang dekorasi, bahkan tak segan membantu umi di dapur.
Namun, yang paling terasa berbeda adalah kehadirannya di sekitar Sofia. Entah disengaja atau tidak, Ammar selalu ada di dekat Sofia, menyapa, bercanda, bahkan terkadang diam bersamanya dalam keheningan sore.
Sofia mulai menyadari sesuatu: ada hal yang belum diucapkan oleh Ammar. Dan kedatangannya yang mendadak ke desa... mungkin bukan hanya untuk bang Dafi.
Tapi untuk seseorang yang tak kalah penting di hatinya.
lanjutkan Thor 🙏🙏🙏