Setelah kehilangan anaknya dan bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang penghinaan dari suami serta keluarganya, Amira memilih meninggalkan masa lalu yang penuh luka.
Dalam kesendirian yang terlunta-lunta, ia menemukan harapan baru sebagai ibu susu bagi bayi milik bukan orang sembarangan.
Di sana-lah kisah Amira membuang kelemahan di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Lagi Aja
Semakin tinggi seseorang berdiri, semakin banyak pula yang ingin menjatuhkan. Kali ini, salah satu bisnis Arga diganggu secara senyap yang telah membuatnya murka. Begitu mengetahui siapa pelakunya, Arga kehilangan kendali. Ia meluncur ke lokasi, tempat salah satu dalang sudah ditangkap dan ditahan.
Setibanya di sana, Arga duduk dengan tenang dengan kaki yang disilangkan. Sorot matanya tajam seperti mata pisau. Di hadapannya, seorang pria tampak babak belur, nyaris tidak bisa mengangkat kepala. Di sisi Arga, dua wanita cantik duduk menemaninya. Salah satunya dengan senyum genit menyodorkan segelas minuman.
Arga menerima gelas itu tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari sasarannya. Namun ketika si wanita menyentuh tangannya dengan sengaja karena terpikat oleh Arga. Arga pun menatap tangan yang baru saja menyentuhnya, lalu mendengus pelan.
Tidak butuh aba-aba. Dalam hitungan detik, salah satu bodyguard bergerak. Wanita itu diseret keluar tanpa kata. Wajahnya pucat pasi. Di luar, teriakan bentakan menggema. Tubuh wanita malang itu gemetar ketika tangan yang lancang itu dihukum jepret karena berani menyentuh Tuan Arga.
Arga membuang gelas dari tangan wanita genit tadi tanpa melihatnya, seakan-akan benda itu sangatlah kotor. Ia lalu menerima gelas dari wanita satunya yang lebih berhati-hati dalam gerak dan tatapan. Tanpa sepatah kata, Arga berdiri, menenggak minuman itu lalu melangkah mendekati pria yang sudah tidak berdaya di hadapannya.
"Punya nyali juga kau berani menyentuh ketenanganku!"
“Maafkan saya, Tuan… Ampuni saya… Saya tidak tahu apa-apa,” rintih pria itu. Wajahnya penuh luka dan ketakutan.
Arga menyeringai kecil. Dia menenggak kembali minuman digelasnya, lalu tanpa peringatan ia menyemburkan minuman di mulutnya itu tepat ke wajah pria itu. Jeritan kesakitan langsung meledak dari mulut si tawanan.
"Siapa yang percaya dengan kalimat tidak tahu apa-apa. Kau pikir aku bodoh!"
Pria itu terdiam, hanya isakan yang terdengar. Rasa sakit dan ketakutan membuatnya menggigil. Kini ia tahu semua desas-desus tentang Arga bukan sekadar rumor. Laki-laki ini benar-benar tidak punya ampun.
"Sekarang kau harus membayar akibat dari mengganggu ketenanganku." Arga memerintahkan satu orangnya untuk memegangi si tawanan. Kemudian tersangka itu meraung-raung untuk minta di ampuni. Arga seolah tuli dengan raungan itu. Telapak tangan orang itu dijulur paksa oleh orangnya Arga. Lalu...
DAK!
"Arrrrggghhh."
Ada yang copot tapi bukan gigi.
Tidak ada asisten Buana disana, karena laki-laki itu sibuk mengurusi akibat kekacauan yang ditimbulkan si tersangka. Kalau sudah begini, Arga dan Buana akan terbagi jalannya.
...*****...
Pluk.
Benda ringan jatuh menimpa kaki Amira. Amira baru saja selesai menulis diary ketika tiba-tiba sebuah benda ringan jatuh mengenai kakinya. Ia terkejut, lalu menunduk. Beberapa lembar kertas terlepas dari buku diary miliknya yang sudah usang dan penuh sobekan di sana-sini. Dan sebelum ia memungutnya, sebuah suara lebih dulu mengambil atensinya.
Namun ia tetap menyelesaikan tugasnya, memasukkan kembali kertas-kertas itu ke dalam buku diary, lalu menutupnya rapat dan meletakkannya kembali. Setelah itu ia segera bergegas mencari tahu sumber suara tadi.
Ternyata suara itu berasal dari Tuan Arga dan antek-anteknya yang baru saja pulang. Amira sempat merasa heran, biasanya ada pemberitahuan dan penyambutan khusus jika sang Tuan pulang. Tapi kali ini tidak ada. Bahkan, Tuan Arga terlihat terburu-buru.
Amira pun kembali ke ruang bermain sambil menggendong Tuan Kecil. Di sana, Fitri sudah selesai membereskan kekacauan sebelumnya. Melihat semuanya terkendali, Amira memutuskan untuk memandikan si bayi saja.
Namun baru saja ingin memulai, ia menyadari sabun khusus untuk Tuan Kecil habis. Biasanya sabun itu selalu tersedia di kamar mandi, tapi kali ini benar-benar kosong. Ia pun bertanya kepada staf lain yang lebih tahu soal persediaan.
Ternyata, stok sabun itu disimpan di sebuah ruangan di lantai atas. Salah satu staf mengatakan bahwa ruangan itu berada dalam kamar yang kebetulan sedang dalam proses pembersihan. Pintu kamar biasanya dibiarkan terbuka selama proses bersih-bersih, jadi Amira disarankan langsung masuk saja jika melihat pintunya terbuka.
Amira pun menitipkan Tuan Kecil kepada Fitri dan segera menuju lantai atas.
Ketika ia sampai di depan kamar yang dimaksud, seorang petugas kebersihan baru saja keluar sambil membawa perlengkapan dan menutup pintu rapat-rapat. Amira datang terlambat beberapa detik sehingga ia sempat bingung, bukankah kamar yang sedang dibersihkan seharusnya pintunya terbuka?
Ia berdiri sejenak, memastikan karena menurut petunjuk tadi, hanya kamar inilah yang sedang dibersihkan pada jam-jam seperti sekarang.
Akhirnya Amira menemukan sebuah kamar dengan pintu terbuka. Sesuai petunjuk, kamar yang pintunya terbuka pasti sedang dibersihkan. Tanpa berpikir panjang, ia pun masuk.
Namun ia tidak tahu, pintu itu sebenarnya baru saja digunakan oleh Pak Genta. Tanpa sadar Amira salah masuk kamar.
Begitu melangkah ke dalam, Amira langsung merasa seperti tersesat. Kamar ini luar biasa luas, jauh dari bayangannya tentang sebuah ruangan penyimpanan. Perasaannya mulai tidak enak. Dan kekhawatiran itu terbukti saat ia mendengar suara langkah kaki dan percakapan yang familiar. Suara Pak Genta.
Refleks, Amira mencari tempat bersembunyi dan tanpa pikir panjang, ia menyelip di balik gorden besar yang menjuntai hingga lantai. Nafasnya ditahan. Dalam hati, ia mengutuk kecerobohannya. Jangan-jangan ini kamar Pak Genta.
Namun dugaannya langsung terpatahkan saat ia mencuri pandang dari celah kain gorden.
Matanya terbelalak.
Itu… Tuan Arga. Ia juga ada di dalam kamar ini.
Deg.
Jantung Amira serasa jatuh ke perut. Dia malah masuk ke kamar Tuan Arga, bos utamanya! pokonya ia harus keluar dari sini tanpa diketahui kedua pria itu. Tekadnya.
Ketika suasana sedikit lengang dan ada kesempatan, Amira beringsut menuju pintu. Tapi begitu mencoba membukanya, pintu itu tidak bisa digerakkan. Terkunci. Rupanya setelah Pak Genta keluar tadi, pintu otomatis tertutup dan hanya bisa dibuka dengan kode akses.
Amira panik. Dia terjebak di sana.
Ia mundur perlahan, kembali ke balik gorden yang sama. Duduk menyandar dengan napas yang cepat. Pikirannya melayang mencari solusi.
Mungkin aku harus nunggu sampai Pak Genta masuk lagi, terus buru-buru kabur pas dia buka pintu. Gumamnya dalam hati.
Dari celah tipis gorden, Amira memandang suasana kamar. Matanya tiba-tiba menangkap Tuan Arga sedang membuka bajunya satu per satu sampai memperlihatkan tubuh atasnya. Sepertinya pria itu hendak mandi.
Namun yang membuat Amira tertegun bukan hanya pemandangan ototnya yang bagus. Mata Amira membelalak saat melihat punggung Arga ada goresan luka yang cukup panjang. Luka yang terlihat sudah lama itu membuat Amira bergidik ngeri. Ia tidak bisa menebak luka itu bekas apa, tapi jelas itu luka yang sangat menyakitkan.
Saking kaget dan terkesimanya, Amira sampai lupa membuang pandangan. Ia baru tersadar saat Arga mulai ada tanda-tanda menanggalkan pakaian bawahnya. Dengan panik, Amira memejamkan mata rapat-rapat. Ia tidak ingin melihat lebih jauh, apalagi kamar mandi itu berdinding kaca bening.
Arga kemudian menghentikan aktifitasnya, lalu membungkus tubuhnya dengan handuk jubah bertepatan dengan Amira memejamkan mata. Laki-laki itu seperti menyadari sesuatu.
Sementara itu, Amira yang sempat menutup matanya tidak kuasa menahan rasa penasaran. Ia membuka matanya kembali dan terkejut Arga sudah tidak ada di tempat tadi!
Panik langsung menyergap. Matanya sontak menelisik seluruh ruangan, mencari-cari ke mana pria itu pergi.
Dan saat itu juga,
Sreet!
Gorden tempatnya bersembunyi disibak keras.
"AAAAAA!!!"
Amira menjerit tertahan. Jantungnya seperti copot ketika Tuan Arga berdiri tepat di hadapannya sambil tulak pinggang.
.
.
Bersambung.
Kamar mandinya.
Terlena dengan bab ini, karena ikut merasakan kehilangan seperti Arga.
Sehingga ia tahu, mana yang tulus mana yang modus