Yurina, gadis 20 tahun terpaksa mengandung dari seorang CEO tempat ia berkerja, akibat insiden yang terjadi di malam ulang tahun perusahaan.
Selama beberapa bulan Yurina dan Moranno hidup bersama dalam ikatan pernikahan, tanpa di sadari cinta hadir diantara mereka.
Lika - liku perjalanan rumah tangga mereka diwarnai orang - orang yang ingin memisahkan hubungan mereka.
Baik Yurina maupun Moranno, sama - sama menjaga hati mereka untuk sang pasangan hidup.
Berdoa yang benar, berpikir yang benar, dan hidup yang benar, akan membawamu bertemu dengan kebahagiaanmu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 "Bibirmu berkata tidak, tapi hatimu berkata lain"
"Nyonya, Pak Kasan sudah datang menjemput." Kepala pelayan datang tergopoh-gopoh menghampiri kamar majikannya itu.
"Iya bi, terima kasih. Sebentar lagi saya turun." Jawab Yurina pada sang pelayannya.
Yurina sudah berpakaian rapi dengan dress pilihan warna biru dongker membuat dirinya terlihat lebih ceria. Rambut hitam panjangnya diikatnya tinggi sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih.
"Nyonya terlihat sangat cantik dan anggun." Puji bibi Nur sambil tersenyum tulus.
"Terima kasih bibi atas pujiannya."
'Tuan pasti terpesona." Tambah bibi Nur lagi.
"Ah bibi, bisa saja." Kata Yurina yang wajahnya bersemu merah.
"Saya jalan dulu ya bi..." Pamit Yurina sopan pada bibi Nur.
"Baik nyonya, semoga hari nyonya menyenangkan." Kata bibi Nur sambil memberi hormat.
"Terima kasih ya bi..." Kata Yurina memandang wajah bibi Nur dengan senyum hangatnya.
Pak Kasan lalu membuka pintu mobil belakang dan mempersilahkan nyonyanya itu masuk dengan sikap hormatnya. Yurina menenteng paper bag dan masuk kedalam mobil. Pak Kasan lalu menutup pintu mobil dengan rapat dan segera masuk mobil dan duduk dibelakang setir.
Perlahan mobil yang dikemudikan pak Kasan merayap meninggalkan mansion mewah tersebut. Jalan terlihat sangat ramai, mobil berjalan tersendat - sendat ditengah keramaian lalu lintas.
Beberapa menit berlalu, mobil yang membawa Yurina akhirnya tiba di Agatsa Properti Grup dan berhenti didepan lobby. Sebelum turun Yurina mengambil satu box makan siang dan menyerahkan pada pak Kasan.
"Jangan nyonya." Kata pak Kasan yang merasa tidak enak menerima pemberian nyonyanya itu.
"Ambil saja pak Kasan, saya sengaja menyiapkannya buat Pak Kasan." Kata Yurina dengan senyum hangatnya pada supir pribadi suaminya.
"Terima kasih banyak nyonya." Pak Kasan akhirnya menerima box makanan yang diberikan nyonyanya itu.
Yurina lalu turun dengan perlahan, semua pasang mata pegawai yang mengenali Yurina sebagai nyonya mereka melihat terpesona, namun mereka segera memberi hormat saat Yurina melintas dihadapan mereka.
"Selamat siang nyonya." Sapa resepsionis Riska.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya sambil menyuguhkan senyum manisnya.
"Saya hanya ingin bertemu tuan Moranno untuk mengantarkan makan siangnya." Ujar Yurina menjawab pertanyaan resepsionis.
"Tunggu sebentar nyonya saya akan menghubungi sekretaris Fhani terlebih dahulu." Resepsionis Riska segera menekan nomor tujuan.
"Iya, halo sekretaris Fhani, disini ada nyonya Yurina Moranno untuk bertemu tuan Moranno." Kata resepsionis Riska saat teleponnya telah tersambung.
"Dipersilahkan saja reaepsionis Risaka, tuan Moranno sudah menunggu."
"Baik, terima kasih." resepsionis Riska lalu menutup sambungan telepon.
"Baiklah, mari ikut dengan saya nyonya. Tuan ada diruang kerjanya dan sedang menunggu anda." Resepsionis Riska lalu mengantar Yurina menuju lift pribadi Mòranno.
Ting tong....
"Silahkan nyonya." Resepsionis Riska mempersilahkan Yurina masuk ke lift pribadi Moranno yang sudah terbuka.
"Terima kasih." Ujar Yurina dengan senyumnya sambil masuk ke dalam lift.
Beberapa detik kemudian Yurina tiba dilantai tujuh, ia keluar dari lift dan menghampiri sekretaris Fhani dimejanya.
"Selamat siang nyonya." Kata sekretaris Fhani segera berdiri memberi hormat.
"Selamat siang sekretatis Fhani, anda apa kabar?
"Baik nyonya, terima kasih telah menanyakan kabar saya." Ujar sekretaris Fhani yang kagum melihat sikap isteri majikannya itu.
"Tuan Moranno ada?"
"Ada nyonya, tuan sedang ada tamu. Bila nyonya datang tuan berpesan dipersilahkan masuk saja. Mari saya antar nyonya."
"Tidak perlu sekretaris Fhani, saya akan masuk sendiri." Kata Yurina lalu berjalan kearah pintu ruang kerja Moranno dengan menenteng paper bag berisi box makan siang Moranno. Hatinya berdebar kembali saat berdiri didepan pintu, rindu hatinya begitu menggebu pada suaminya itu, entah apakah karena bawaan bayi dalam kandungannya atau mungkinkah dia sudah jatuh cinta pada Moranno.
Ceklek.....
Tanpa mengetok Yurina membuka pintu, ia terpaku melihat pemandangan didepannya. Paper bag ditangannya hampir saja terlepas. Semua rasa rindu yang menggebu sedari pagi ia rasakan sirna begitu saja.
"Yurima....!" Moranno terkejut saat melihat Yurina telah berdiri didepan pintu menatap kearahnya. Ia segera menyingkirkan tubuh Gandis yang ada dalam pangkuannya.
"Aduh sakit, pelan-pelan Moranno." Keluh Gandis yang hampir terjatuh saat Moranno menghalaunya dengan paksa dari pangkuannya.
Asisten Rudi yang juga terkejut hanya terpaku dikursi duduknya dekat meja Moranno.
Moranno bergegas menghampiri Yurina yang masih terpaku didepan pintu dengan wajah yang masih terkejut.
"Itu tidak seperti yang kau lihat isteriku." Kata Moranno saat berada dihadapan isterinya itu. Ia meraih tangan isterinya yang masih memegang paper bag berisi makan siangnya, lalu menuntun isterinya itu duduk di sofa.
Yurina masih syok, ia berusaha keras menguasai dirinya, ia hanya menurut saja tanpa suara saat Moranno mendudukkan dirinya disofa.
Yurina melihat kearah gandis yang masih berdiri disamping meja Moranno sambil merapikan pakaian seksinya yang terlihat berantakan. Kemudian tatapan beralih pada suaminya yang masih berdiri dihadapannya sambil meletakan paper bag diatas meja tamu. Tatapannya terhenti pada leher Moranno, disana terlihat jelas noda lipstik berwarna merah sama persis dengan warna merah lipstik yang sedang digunakan Gandis.
Gandis tersenyum mengejek saat Yurina beralih menatap kearahnya.
"Baiklah, saya permisi dulu tuan Moranno dan nyonya." Gandis lalu pergi berlalu dengan membawa berkas ditangannya dengan senyum puasnya.
"Saya juga permisi tuan dan nyonya." Kata asisten Rudi sambil berlalu dan memyusul Gandis keluar ruangan.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Moranno yang melihat isterinya masih dengan wajah tegangnya.
Yurina masih berusaha menata hatinya, pemandangan beberapa menit yang lalu masih sangat mengganggunya, hatinya masih terasa sesak, mungkinkah ia cemburu?
Ia masih belum bisa berkata-kata, tatapan matanya kembali terarah pada noda lipstik yang masih menempel dikulit putih leher Moranno. Yurina lalu mengambil tissue, perlahan ia mulai membersihkan noda lipstik dileher Moranno. Moranno hanya terdiam saat tangan Yurina menyapu lehernya menggunakan tissue. Ia memperhatikan wajah isterinya itu tanpa berkedip.
Moranno terkesiap saat matanya melihat noda lipstik pada tissue ditangan Yurina.
"Ini tidak seperti yang kau lihat isteriku. Ada asisten Rudi yang menjadi saksinya." Kata Moranno berusaha meyakinkan Yurina.
"Iya, aku percaya padamu." Kata Yurina tanpa memandang wajah suaminya.
"Bersihkan tanganmu, aku akan menyiapkan makan siangmu." Kata Yurina dengan suara dinginnya.
Moranno yang melihat sikap dingin isterinya itu menjadi serba salah, ia hanya bisa menurut apa yang dikatakan Yurina dan menuju wastafel.
Tak lama ia kembali dan duduk disofa, disamping Yurina. Yurina lalu menyerahkan piring yang sudah ia isi dengan menu makan siang. Moranno tidak segera menyambutnya, ia menatap wajah isterinya yang tidak ada senyum sedikitpun diwajahnya.
"Katakan padaku apa kau marah padaku atas kejadian yang kau lihat tadi." Tanya Moranno tanpa mengalihkan tatapannya sedikitpun.
"Tidak." Jawab Yurina singkat tanpa ekspresi.
"Bibirmu mengatakan tidak tapi hatimu berkata lain, aku melihat itu dimatamu Yurina."
"Aku lelah saja." Katanya beralasan.
Moranno lalu mengambil piring yang masih dipegang oleh Yurina dan meletakannya pada meja dihadapan mereka. Tanpa aba-aba Moranno meraih tubuh isterinya itu duduk dipangkuannya.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Yurina kaget dengan apa yang dilakukan suaminya itu secara tiba-tiba.
Ia berusaha melepaskan dirinya dari pangkuan Moranno, namun Moranno tak membiarkannya, ia semakin kuat mendekap tubuh Yuriana yang ada dalam pangkuannya.
"Jangam seperri ini, malu dilihat pegawaimu yang bisa saja masuk secara tiba-tiba." Kata Yurina mengingatkan Moranno.
"Aku tak perduli, kau isteriku. Merekalah yang akan menjauh bila melihat kita."
"Jangan seperti ini, aku mohon. Kita akan makan siang." Kata Yurina lagi sambil tetap berusaha melepaskan dirinya.
"Tidak akan, sebelum kau menghilangkan wajah dinginmu itu. Bukankah posisi seperti ini yang membuat kau bersikap dingin padaku. Kata Moranno lagi sambil menggendong isterinya itu kekamar dalam ruang kerjanya.
Dengan kakinya ia mendorong pintu dan terkunci secara otomatis. Perlahan ia membaringkan tubuh Yurina diatas tempat tidur. Ditatapnya wajah Yurina yang ada dibawah kungkungannya. Ia menurunkan wajahnya sampai bibirnya menempel pada bibir Yurina.
Yurina hanya terdiam tanpa reaksi. Moranno mulai mencecap bibir Yurina namun masih tak ada reaksi. Ia mulai menyesapnya lama, tiba-tiba Yurina melingkarkan tangannya di leher Moranno dan memeluknya erat sekali. Moranno berpikir isterinya sudah mau memberi respon pada apa yang ia lakukan.
Namun tangan Yurina semakin kuat menekan leher Moranno hingga membuat napas Moranno sedikit sesak. Moranno melepaskan ciumannya dan melihat wajah isterinya, disudut matanya terlihat jelas air matanya mengalir, ya isterinya itu memang sedang menangis tanpa mengeluarkan suara, hanya tubuhnya yang terlihat sedikit berguncang menahan agar suaranya tak keluar.
Moranno panik, ia lalu mengubah posisinya yang diatas Yurina dan berbaring disisinya, didekapnya erat tubuh Yurina, ia merasakan tubuh Yurina masih berguncang.
"Apa yang kau rasakan, katakanlah padaku, hmmm? Kata Moranno lirih ditelinga Yurina.
Yurina tak menjawab, ia masih menangis tanpa suara. Tubuhnya semakin kuat berguncang. Moranno tak bertanya lagi, ia mengelus punggung Yurina dengan lembut untuk menenangkannya. Ia mencium pucuk rambut Yurina sambil tetap mengelus punggungnya.
Beberapa menit telah berlalu, Yurina sudah terlihat lebih tenang, Moranno pun mulai merenggangkan dekapannya. Yurina yang merasakan Moranno merenggangkan pelukannya, lalu mengeratkan tangannya memeluk suaminya itu lebih kencang membuat Moranno hingga terbatuk-batuk.
"Maafkan aku... " Kata Yurina yang melepasakan pelukannya saat mendengar suaminya terbatuk dan sesak bernapas.
"Tidak mengapa. Mengapa kau menangis, hmmm?" Tanya Moranno memandang wajah Yurina.
"Aku ingat tempat ini, awal bertemu denganmu." Kata Yurina masih dengan wajah sembabnya.
"Maafkan aku atas hal yang tidak menyenangkan yang pernah aku lakukan padamu, mungkin kau masih takut padaku." Kata Moranno dengan wajah menyesalnya.
"Bukan itu, aku sudah memaafkanmu." Kata Yurina cepat.
"Lalu apa?" Moranno masih tetap melihat wajah isterinya itu.
"Aku marah... marah melihatmu memangku wanita itu dan ia mencium lehermu. Aku tak mau kau menyentuh ataupun disentuh wanita manapun." Kata Yurina dengan suaranya yang lantang namun terdengar bergetar.
Moranno terkesiap, ia lalu tersenyum dan mendekap kembali tubuh isterinya itu.
"Kau cemburu, itu artinya kau mulai mencintaiku." Kata Moranno menggoda isterinya itu.
"Maafkan aku, kejadian itu terjadi begitu saja, Gandis tersandung lalu terjatuh dipangkuanku, mungkin lipstik itu tak sengaja menempel dileherku, aku juga tak merasakan bila ada bibirnya menyentuh dileherku. Bertepatan dengan itu, kau masuk keruang kerjaku."
"Tapi aku bisa merasakan bila ia sengaja melakukan itu padamu."
"Aku senang bila kau cemburu padaku, itu artinya kau sudah mencintaiku."
Wajah Yurina merona merah, ia tak bisa berkata-kata lagi.
"Ayo kita makan siang dulu, nanti keburu dingin."
"Tapi aku masih mau seperti ini." Kata Moranno masih mendekap Yurina dalam pelukannya.
"Ayolah, aku lapar. Nanti anak-anakmu menangis kelaparan didalam perut ibunya. Lagi pula kau juga harus melanjutkan pekerjaanmu."
"Baiklah." Moranno lalu melepaskan pelukannya. Ia berdiri dan membenarkan pakaianya, demikian juga dengan Yurina.
Keduanya keluar dari kamar dan menuju sofa tamu dan mulai' menikmati makan siang mereka yang mulai dingin.