Mengisahkan Keyla Ayunda seorang janda yang baru saja kehilangan saja kehilangan suaminya namun harus menghadapi kenyataan bahwa sang adik ipar rupanya menyimpan perasaan padanya. Drama pun terjadi dengan penuh air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Wanita Berbahaya
Sementara itu, Keyla Ayunda telah melarikan diri dari Jakarta. Ia meninggalkan ponselnya yang penuh e-mail beracun, meninggalkan Rezi yang sibuk dengan perburuan Nazlian. Ia menuju tempat yang paling jauh dari hiruk pikuk: sebuah resort terpencil di Lampung.
Keyla berdiri di tepi pantai, memandang laut biru dan pasir putih yang bersih. Suara debur ombak memberikan ketenangan yang kejam.
Di tempat yang damai ini, bayangan Ardito, suaminya, kembali memenuhi benaknya. Kali ini, bukan Ardito yang mesra, melainkan Ardito dalam video deepfake yang menertawakannya. Keyla tidak tahu mana yang benar. Apakah Ardito adalah seorang suami yang tulus yang dibunuh oleh Nazlian, atau seorang pengkhianat yang dicintai Nazlian dan tewas dalam konspirasi?
Keyla jatuh berlutut di pasir, memeluk dirinya sendiri.
“Ardito… kau meninggalkanku dalam kebohongan apa?” rintih Keyla.
Ia menangis histeris, air mata membasahi pasir putih itu. Ia tidak hanya meratapi kematian Ardito, tetapi juga meratapi kemungkinan bahwa seluruh pernikahannya adalah kebohongan. Racun Nazlian telah bekerja sempurna.
****
Bandung. Kekacauan yang dipicu Tatik di Dapur Magnolia tidak berhenti dengan pembalikan meja. Beberapa jam setelah insiden pertama, Tatik kembali, kali ini dipenuhi amarah yang lebih gelap dan tak terkendali. Ia datang membawa batu dan pecahan bata yang ia temukan di jalan.
“Aku akan menghancurkan warungmu sampai habis, penyihir!” teriak Tatik, berdiri di luar warung yang sudah dipenuhi tanda peringatan dan petugas keamanan.
Tatik mulai melemparkan batu-batu itu ke jendela warung yang baru dipasang, memecahkan kaca-kaca dengan suara dentuman yang mengerikan. Ia mengamuk, melampiaskan semua frustrasi dan kebohongan ibunya pada properti Zehra.
Zehra, yang sudah memanggil polisi, hanya bisa menyaksikan dari dalam. Ia tahu, Tatik bukan lagi lawan, melainkan korban dari kebencian yang harus dihentikan.
Saat polisi tiba, Tatik tidak gentar. Ia melawan dengan sekuat tenaga saat petugas mencoba menangkapnya.
“Lepaskan aku! Dia yang harusnya ditangkap! Zehra Magnolia adalah wanita yang membuat berita bohong! Dia menghancurkan ibuku! Dia yang harus dipenjara!” jerit Tatik, menuding Zehra dengan kebencian yang membara.
Suasana berubah menjadi gaduh dan kacau. Teriakan Tatik, suara sirine, dan usaha petugas untuk mengendalikan amukan itu menarik perhatian warga sekitar. Zehra melihat pemandangan itu dan menyadari bahwa ia telah mencapai batasnya. Ia tidak bisa lagi melawan kekacauan ini dengan hanya menjual makanan. Ia harus mengambil cuti.
****
Sementara Tatik menimbulkan kekacauan di Bandung, di Eropa Timur, drama pengejaran internasional Nazlian Inci mencapai klimaks.
Nazlian, yang merasa terdesak dan tak terhindarkan, memutuskan untuk melancarkan pembalasan paling brutal pada Rezi Deja. Ia mengatur koordinat serangan terakhir: sebuah gudang logistik milik Rezi yang baru diakuisisi di Eropa, tempat ribuan produk kosmetik baru Rezi disimpan.
Rencananya: ledakan kimia yang akan menghancurkan produk dan mencemari lingkungan. Kerugian finansial yang ditimbulkan akan menjadi pukulan telak.
Nazlian berada di dalam sebuah mobil sewaan, bersiap untuk menekan tombol pemicu peledak. Senyum puas muncul di wajahnya.
“Selamat tinggal, Rezi Deja. Nikmati kehancuran yang total,” bisik Nazlian, jemarinya berada di atas tombol.
Tiba-tiba, dari arah yang tidak terduga, dua mobil van hitam memotong jalur mobilnya. Pintu van terbuka, dan beberapa agen Interpol berpakaian sipil, yang dipimpin oleh agen yang disewa Lucia Rodriguez, mengepung mobil Nazlian.
Nazlian terkejut, matanya terbelalak karena ketakutan. Ia sempat meraih pemicu, tetapi sebelum sempat menekan tombol, kaca mobilnya dipecahkan, dan sebuah tangan baja menariknya keluar.
“Nazlian Inci, Anda ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana dan terorisme internasional,” kata salah seorang agen, memborgol tangan Nazlian.
Nazlian meronta, berteriak histeris, menyadari bahwa ia telah kalah. “Tidak! Aku tidak akan menyerah! Rezi Deja yang harus dihancurkan! Dia yang bertanggung jawab!”
Di sela-sela agen, Nazlian melihat Lucia Rodriguez berdiri beberapa meter darinya, menyaksikan penangkapan itu dengan senyum kemenangan yang tenang.
“Perburuan berakhir, Nazlian,” bisik Lucia. “Sekarang kau akan membayar semua hutangmu.”
Nazlian Inci, sang femme fatale dari Istanbul, akhirnya tertangkap.
****
Di Jakarta, beberapa hari kemudian. Keyla Ayunda kembali dari pelariannya di Lampung. Laut, pasir, dan kesendirian telah membantunya menenangkan jiwanya dan menghadapi kenyataan. Ia telah berdamai dengan bayangan Ardito dan memutuskan untuk tidak membiarkan deepfake Nazlian mengendalikan perasaannya. Ia percaya pada keadilan untuk Ardito dan ingin fokus pada hidupnya.
Keyla datang menemui Rezi di kantornya, yang kini sudah mulai dibersihkan dari puing-puing.
“Nazlian tertangkap,” kata Rezi, matanya menunjukkan kelegaan yang mendalam. “Lucia dan Interpol berhasil.”
"Aku tahu,” jawab Keyla tenang. “Aku datang bukan untuk membicarakan Nazlian.”
Keyla menatap Rezi, tatapannya kini dipenuhi ketegasan, bukan amarah. “Aku ingin kau tahu, aku tidak membencimu lagi. Aku mengerti kau menyembunyikan kebenaran Ardito karena kau mencintaiku. Tapi aku juga harus jujur: aku tidak bisa bersamamu.”
Rezi mendekat, air mata muncul di matanya. “Keyla, aku tahu aku bersalah karena berbohong. Tapi cintaku padamu tulus. Semua yang kulakukan, deepfake, Nazlian, bom, semua itu aku lakukan agar kau aman. Beri aku kesempatan, Keyla.”
“Aku tahu cintamu tulus, Rezi,” kata Keyla. “Tapi cintamu datang dengan kekacauan, kebohongan, dan kehancuran. Aku tidak bisa hidup seperti itu. Aku perlu ketenangan, Rezi. Dan aku harus menemukan kebebasan yang murni.”
Keyla berbalik, siap melangkah pergi. Rezi meraih tangannya.
“Tunggu, Keyla. Ke mana kau akan pergi? Apa yang akan kau lakukan?” tanya Rezi putus asa.
****
Bandung. Zehra Magnolia kembali ke Pengadilan Negeri Bandung, kali ini sebagai saksi kunci dalam persidangan Tatik, putri Bu Runi, yang didakwa atas perusakan properti dan penghasutan.
Zehra berdiri di depan hakim untuk memberi kesaksian, berbicara dengan suara yang tenang namun tegas, menceritakan secara rinci kekacauan yang diciptakan Tatik di Dapur Magnolia, mulai dari membalik meja hingga pelemparan batu ke jendela.
“Yang Mulia,” kata Zehra, “Saya tidak memiliki masalah pribadi dengan Tatik. Dia adalah korban dari kebohongan dan kebencian ibunya. Namun, dia secara sadar memilih untuk melanggar hukum dan merusak bisnis saya.”
Saat Zehra memberikan keterangan tentang kerusakan yang ditimbulkan—kerugian finansial, trauma pada karyawan, dan rusaknya ketenangan—Tatik di kursi terdakwa mulai gelisah. Kebenaran yang diucapkan Zehra terlalu menyakitkan untuk ia terima.
“Bohong! Kau membohongi pengadilan!” Tatik tiba-tiba berteriak, air mata yang membasahi wajahnya kini bercampur dengan kemarahan.
Hakim memperingatkan Tatik, tetapi sudah terlambat. Tatik sudah mencapai batas histerisnya, sama seperti ibunya.
“Kau wanita penyihir! Kau pantas dibakar!” Tatik melompat dari kursinya, menghindari pengawalan petugas. Ia menerjang ke arah Zehra!
Sontak saja keributan dan kekacauan terjadi. Petugas pengadilan, jaksa, dan pengacara bergegas untuk menahan Tatik. Suasana di ruang sidang yang sakral berubah menjadi arena perkelahian dan teriakan histeris. Meja-meja dan kursi bergeser, dan palu hakim terus diketuk tanpa henti, tidak mampu meredam kekacauan.
Tatik berjuang dengan gigih, mencoba mencapai Zehra.
“Kau yang harusnya dipenjara! Kau wanita iblis!” teriak Tatik.