Fahrul Bramantyo dan Fahrasyah Akira merupakan sahabat sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Mereka sangat akrab bak saudara kembar yang merasakan setiap suka dan duka satu sama lain.
Namun semuanya berubah saat kesalahpahaman terjadi. Fahrul menjadi pria yang sangat kasar terhadap Fahra. Beberapa kali pria itu membuat Fahra terluka, hingga membuat tubuh Fahra berdarah. Padahal ia tau bahwa Fahra nya itu sangat takut akan darah.
Karena Fahra kecil yang merasa takut kepada Fahrul, akhirnya mereka pindah ke Malang dan disana Fahra bertemu dengan Fahri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LoveHR23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Latihan Taekwondo (Part 2)
"Nih pakai" pria itu mengulurkan jaketnya pada Fahra. Gadis itu sontak terkejut. Begitu juga Beni yang tak habis fikir dengan apa yang Fahrul lakukan. Sementara Cinta, Reihan dan Lili tersenyum melihat itu.
Mata Cinta perlahan melirik ke arah orang yang memberinya jaket itu. "Fahrul?"
"Cepet pakai" ucap Fahrul mengulang bicaranya. Fahra menggelengkan kepalanya. "Gak usah, Rul. Fahra gakpapa kok."
"KALAU GUE SURUH PAKAI, YA PAKAI" sentak Fahrul yang membuat semua orang ysng berada diruang olahraga terkejut. Begitu juga Fahra yang langsung mengambil jaket itu. Semua orang terkejut melihat sikap Fahrul.
Fahra, seorang gadis yang selalu ia bully setiap waktu. Yang juga sahabat kecil yang sangat ia sayangi.
"Makasih" ucap Fahra sembari memasang jaketnya. Fahrul bergegas duduk kembali dan membiarkan Fahra memakai jaketnya.
Belum sampai satu menit ia duduk, tiba-tiba terdengar suara rington panggilan dari ponsel Fahra. Saat menatap layar ponselnya, Fahra tersenyum dan dengan cepat mengangkat telepon itu.
"Halo" ucap seseorang diseberang telepon.
"Hallo Fahri. Kamu apa kabar? Udah lama bsnget ya kita gak ketemu." jawab Fahra berbasa-basi. Karena suasana ruang olahraga lumayan ribut, Fahra membesarkan volume ponselnya untuk mendengar suara Fahri agar lebih jelas.
"Aku baik. Kamu juga gimana? Udah ketemu sama sahabat kecil kamu itu?"
"Udah, Fahr. Tapi...." Fahra menggantung bicaranya ditelepon
"Tapi kenapa, Raa? Dia masih gak mau temenan sama kamu?"
"Ehh enggak. Dia mau kok. Dia itu orangnya baikk banget. Sekarang aja aku lagi nemenin dia latihan taekwondo buat lomba. Ohh iya, Fahri kapan main ke Jakarta? Ingat ya, bentar lagi ulang tahun Fahra loh. Fahri datangkan?"
"Kayaknya belum bisa, Raa. Jakarta sama Malang itu tidak dekat loh. Papah sama Oma aku juga masih ada kerjaan disini."
"Yahh, terus Fahra harus kasi potongan kue keduanya ke siapa dong? Kan kamu selalu jadi orang yang Fahra kasi kue setelah Ayah Bunda." Fahra terlihat sangat kecewa dengan ucapan Fahri.
"Kasi ke sahabat kecil kamu dong. Oh iya udah dulu ya. Oma manggil aku." tanpa menunggu jawaban Fahra, Fahri menutup telepon secara sepihak. Gadis itu hanya tersenyum sembari menatap layar ponselnya.
Tanpa sadar, sedari tadi Fahrul sedang memperhatikan Fahra yang sedang teleponan. Ia menatap tajam ke arah gadis itu, seperti singa yang siap memangsa. Wajahnya mulai memerah. Fahrul mulai beranjak dan menghampiri Fahra yang baru saja menutup telepon.
"Kenapa, Rul?" tanya Fahra lembut. Gadis itu mendongakkan wajahnya dan tersenyum ke arah Fahrul.
"Berdiri!" ketus pria itu. Dengan cepat, Fahra mengikuti permintaan Fahrul. Gadis itu berdiri dihadapan Fahrul dengan menundukkan wajahnya. Ia takut melihat Fahrul yang terlihat marah.
"Ke-kenapa?" tanya gadis itu gugup.
Tanpa berbasa-basi, Fahrul menarik paksa jaketnya yang dipakai Fahra. Perlakuan Fahrul sontak membuat orang-orang diruang olahraga terkejut. Mereka semua menatap Fahrul dengan sangat bingung. Pria itu begitu cepat berubah. Bahkan belum sampai 10 menit Fahra memakai jaketnya, tapi sudah dipinta paksa. "Balikin jaket gue!" sentak Fahrul saat Fahra tak mau membuka jaket itu.
"Tadi Fahrul kasi ini untuk Fahra. Belum sampai 10 menit, Fahrul kok udah minta lagi. Kenapa?" tanya gadis itu lirih sembari membuka jaket Fahrul.
"Lo, gak usah banyak bacot PEMBUNUH!" tukas Fahrul begitu kasar. Pria itu dengan sengaja mendorong Fahra hingga gadis itu terjatuh. Tanpa sengaja tangan Fahra terbentur kursi dan membuat tangannya berdarah. Fahra memberikan jaket itu dengan perlahan. Karena perlakuan Fahrul yang begitu kasar, membuat Fahra menangis. Gadis itu merasa sakit hati dan bergegas pergi dari ruang olahraga. Cinta yang melihat Fahra pergi, segera menyusulnya.
"Lo kenapa, Rul?" tanya Beni memegang pundak Fahrul. "Tadi lo keliatan peduli banget sama Fahra. Tapi kenapa tiba-tiba lo jadi kasar banget dan bahkan lo buat dia nangis. Mungkinkah ini yang dinamakan perubahan bisa datang kapan aja?" tanya Beni berlagak sok bijak.
"Kalau ada Ridho nih, ya, pasti dia bakal natap lo tajam dan bingung setengah mampus. Terus sebelum pergi dia bakal bilang, 'Harus lo gak sekasar ini, sama cewek yang sebaik Fahra'." ucap Beni lagi menirukan nada bicara Ridho yang lembut. Fahrul hanya terdiam dengan wajah yang merah. "Oh iya, tadi lo bilang pembunuh. Siapa yang pembunuh? Fahra? Dia bunuh siapa emang? Nyamuk dirumah, lo?" tanya Beni meneliti. Fahrul sama sekali tak menghiraukan Beni ataupun ucapannya. Ia hanya memegang dada bidangnya yang terasa begitu sesak.
Walau Fahrul begitu membenci Fahra, namun pria itu juga seolah memiliki ikatan batin dengan Fahra. Sama seperti saat mereka masih kecil. Saat Fahra terluka, Fahrul juga merasakan sakitnya hingga ia ikut menangis. Mungkin itu juga yang dirasakan Fahrul saat ia melihat Fahra menangis atas perlakuannya. Karena suasana terasa sudah tak enak, Fahrul memutuskan pergi tanpa berkata apapun. Beni mengerti. Ia sengaja membiarkan Fahrul sendiri dan tak mengejarnya.
Cinta mengejar Fahra sampai ke tempat parkiran. Ia melihat sahabatnya tengah menghidupkan motor sembari menangis. Dengan segera gadis itu menghampiri Fahra.
"Raa, lo mau pulang?" tanya Cinta lembut. Fahra hanya menatap Cinta dan mencoba menahan air matanya yang sudah jatuh. Cinta menarik nafasnya dalam. "Huftt. Kalau lo mau nangis, gakpapa kok. Lo itu cewek lembut, jadi wajar kalau nangis. Sini, peluk gue." Cinta membuka tangannya mempersilahkan Fahra untuk memeluknya.
Karena sudah tak tahan, Fahra membuka helm dan turun dari motornya. Gadis itu memeluk Cinta dengan terisak.
"Hikss.. Hikss.. Emangnya Fahra ada ngelakuin kesalahan ya? Hiks.. Hiks.. Kenapa Fahrul selalu perlakuin Fahra sekejam itu? Hiks.. Hiks.." Fahra bertanya sembari tersedu-sedu. Air matanya kini sudah tak dapat tertahan. "Fahra selalu berusaha bersikap baik sama Fahrul. Tapi kenapa dia selalu balas dengan sikap yang kasar. Hiks.. Hiks.. Dari dulu Fahra selalu sayang sama dia. Fahra emang cewek lemah. Fahra juga cewek cengeng. Fahra emang gak pantes buat temenan lagi sama Fahrul." gadis melepas pelukannya dan memukul kepalanya. Cinta begitu merasa terpukul melihat sahabatnya seperti itu. Tanpa sadar, gadis itu juga meneteskan air matanya. Ia kembali mendekap Fahra dengan erat.
"Gak, Raa. Enggak. Stop sakitin diri lo sendiri." ucap Cinta mulai menangis. "Lo itu baik. Lo gak pernah salah kok. Sikap lo itu udah sangat-sangat baik. Fahrul aja yang belum sadar dengan kebaikkan lo. Lo gak perlu dia. Dia juga gak pernah baik sama lo. Udah, Raa, lupain dia. Dia bukan sahabat lo lagi."
"Nggak, Cin. Kamu jangan ngomong kayak gitu." Fahra melepas pelukkannya sembari menggeleng. Ia tersenyum dengan sebuah air mata dipipinya. "Fahrul itu sahabat Fahra. Fahra gak bisa hidup tanpa Fahrul. Alasan utama Fahra kembali ke Jakarta itu Fahrul. Di Malang Fahra sering sakit-sakitan karena jauh dari Fahrul. Makanya Bunda dan Ayah Fahra ngajak kembali ke Jakarta. Fahra dan Fahrul itu udah kayak saudara. Kami gak bisa dipisahkan"
"Tapi gue gak tahan liat dia sering nyakitin lo. Dia bukan sahabat yang baik buat lo, Fahraaa. Pliss dengerin gue. Lo harus jauhin Fahrul!"