NovelToon NovelToon
Reany

Reany

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aerishh Taher

Selama tujuh tahun, Reani mencintai Juna dalam diam...meski mereka sebenarnya sudah menikah.


Hubungan mereka disembunyikan rapi, seolah keberadaannya harus menjadi rahasia memalukan di mata dunia Juna.

Namun malam itu, di pesta ulang tahun Juna yang megah, Reani menyaksikan sesuatu yang mematahkan seluruh harapannya. Di panggung utama, di bawah cahaya gemerlap dan sorak tamu undangan, Juna berdiri dengan senyum yang paling tulus....untuk wanita lain.

Renata...
Cinta pertamanya juna
Dan di hadapan semua orang, Juna memperlakukan Renata seolah dialah satu-satunya yang layak berdiri di sampingnya.

Reani hanya bisa berdiri di antara keramaian, menyembunyikan air mata di balik senyum yang hancur.


Saat lampu pesta berkelip, ia membuat keputusan paling berani dalam hidupnya.

memutuskan tidak mencintai Juna lagi dan pergi.

Tapi siapa sangka, kepergiannya justru menjadi awal dari penyesalan panjang Juna... Bagaimana kelanjutan kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27 : Dalang?

Gerald mengeluarkan ponselnya.

Reani duduk dengan mantel tipis menutupi bahunya. Perban masih melilit pelipisnya. Doroti berdiri di belakangnya, Breinzo di sisi kiri, dan Gerald berdiri paling dekat ke layar.

Gerald memutar rekaman.

“Ini rekaman CCTV area parkir gedung pengadilan,” katanya.

Layar memperlihatkan mobil Reani terparkir rapi. Orang-orang lalu-lalang seperti biasa. Tidak ada yang mencolok.

“Perlambat,” ujar Doroti.

Gambar diperlambat.

Sosok seorang pria muncul dari sisi kanan layar.

Topi hitam dan mengenakan sebuah jaket berwarna gelap.

Ia tidak menoleh ke sekitar, tidak terlihat ragu. Seakan yakin bahwa tidak akan ada yang datang ke sana.

Pria itu berhenti di depan mobil Reani.

Berjongkok.

Tangannya bergerak cepat di bawah kap depan—tidak sampai satu menit.

Lalu berdiri, meraih ponsel lalu pergi begitu saja.

“Berapa lama?” tanya Breinzo.

“Empat puluh tujuh detik,” jawab petugas.

Gerald menghela napas pelan. “Cukup untuk melemahkan selang rem.”

Petugas mengganti tampilan.

“Ini hasil pemeriksaan kendaraan.”

Foto close-up muncul di layar. Selang rem depan terlihat utuh—tidak terpotong, tidak bocor.

“Bukan kecelakaan,” jelas Gerald.

“Selang dilemahkan manual. Tekanan tinggi saat mobil melaju membuat sistem rem gagal total.”

Sisilia menutup mulutnya. “Jadi… memang disengaja.”

“Iya,” jawab petugas. “Ini sabotase.”

Doroti menyilangkan tangan. “Berarti pelakunya paham mobil orang ini bukan orang sembarangan.”

Gerald mengangguk. “Sepertinya orang bayaran.”

Reani menatap layar lama. “Apa wajahnya bisa dikenali?”

Gerald menggeleng. “Kamera terlalu jauh jadi sulit mengidentifikasi wajahnya dengan jelas, namun dari gerakannya bisa dipastikan orang ini ahli. Tenang saja aku sudah menyuruh orangku untuk mencari petunjuk lain dan kita akan segera mengetahuinya siapa pria itu.”

Breinzo mengepalkan tangan. “Ada seseorang yang menginginkan Rea mati.”

Tidak ada yang menyangkal mendengar perkataan Breinzo.

Drttt.. drtt...

Ponsel Gerald berbunyi ada sebuah pesan masuk.

Ruangan rawat VIP itu kembali sunyi saat Gerald membuka ponselnya, dia melihat sesuatu.

Rahangnya mengeras, sorot matanya berubah—lebih tajam dan gelap.

“Aku menerima sebuah video,” ucapnya akhirnya.

Doroti yang sejak tadi bersandar di dekat jendela langsung menoleh. Breinzo berhenti mondar-mandir. Sisilia menggenggam tangan Reani lebih erat.

Gerald melangkah mendekat ke ranjang Reani.

“Pria di CCTV itu sudah teridentifikasi.”

Reani mengangkat alis. “Secepat itu?”

Gerald menatapnya. “Ya, lebih jelas karena dari dasbor mobil.”

Ia menoleh ke Doroti. “Dari kamera dasbor mobil lain.”

Doroti langsung paham. “Dashcam.”

Gerald mengangguk. “Ada mobil yang parkir sejajar dengan mobil Rea. Kameranya aktif. Wajah pria itu terekam jelas.”

Gerald meraih tablet dari tasnya, menyalakan layar, lalu memperlihatkan satu foto.

Wajah seorang pria tiga puluhan muncul di sana. Tatapan kosong dan rahang tegas juga ada bekas luka samar di atas alis kirinya.

“Namanya Ricardo,” kata Gerald.

Reani menatap layar lama. “Aku tidak mengenalnya.”

“Memang,” jawab Gerald datar. “Dia bukan bagian dari hidupmu.”

Breinzo mendekat. “Latar belakangnya?”

“Awalnya tidak ada,” ujar Gerald. “Nama palsu, pria itu memiliki Identitas ganda dan pria itu tak memiliki pekerjaan yang tetap.”

Doroti mendengus. “Sialan.”

Gerald tidak membantah.

“Aku minta orangku telusuri lebih dalam,” lanjutnya. “Butuh waktu… tujuh menit.”

Reani mengerjap. “Tujuh menit?”

Gerald hanya mengangguk.

“Ricardo adalah mantan narapidana,” katanya pelan.

“Pernah terlibat kasus pembunuhan lima tahun lalu. Tidak sebagai eksekutor utama—tapi tangan kanannya.”

Sisilia menutup mulut. Napasnya tercekat.

“Dia bebas bersyarat,” tambah Gerald. “Dan kembali menghilang dari sistem.”

Breinzo mengepalkan tangan. “Jadi benar… ada yang membayar pria itu.”

Gerald menoleh ke arah jendela. “Sudah pasti.”

Reani menelan ludah. “Di mana dia sekarang?”

Gerald kembali menatap Reani. Tatapannya tenang, terlalu tenang.

“Di tempat yang aman.”

Ruangan hening.

Doroti meneguk ludahnya namum wajahnya tak menunjukkan keterkejutan yang berlebih.

Sisilia mengangguk pelan, seolah menerima kenyataan tanpa ingin tahu lebih jauh.

Breinzo menarik napas panjang. “Syukurlah, selama dia tidak bisa menyentuh Rea lagi.”

“Dia tidak akan mungkin bisa menyentuh Rea,” jawab Gerald singkat.

Reani mengernyit. “Kenapa tidak diserahkan ke polisi?”

Semua mata tertuju padanya.

Gerald tidak langsung menjawab.

Ia berdiri tegak, tangan masuk ke saku jas.

“Karena kalau diserahkan sekarang,” katanya pelan, “yang kita dapat hanya pengakuan setengah mati.”

Reani menatapnya lurus. “Hukum tetap hukum.”

“Hukum,” ulang Gerald, lalu tersenyum tipis—tanpa kehangatan.

“Mereka terlalu lamban Rea.”

Doroti akhirnya bicara, suaranya rendah. “Kita butuh sebuah nama.”

Gerald mengangguk. “Dan kamu tua bukan Ricardo itu hanya pion.”

Reani terdiam.

“Aku yang akan mengurusnya,” lanjut Gerald. “Kita masih harus mendapatkan dalang sebenarnya.”

Ia menoleh ke Reani lagi.

“Dan untuk itu,” katanya pelan, “kita butuh dia hidup dan mengatakan siapa dalang itu.”

Reani merasakan dingin merambat di tengkuknya.

Gerald berdiri dari kursinya.

Ia merapikan jasnya, kembali menjadi pria rapi yang dikenal semua orang.

“Aku harus pergi sebentar,” katanya pada Reani. “Ada pekerjaan lain. Dua jam lagi aku akan kembali.”

Reani menatapnya. “Baiklah, hati-hati.”

Gerald mengangguk. “Ya, istirahatlah Dokter bilang kamu butuh istirahat lebih lama.”

Ia menoleh ke Sisilia dan Breinzo. “Aku pergi dulu Tante, Zo.”

Doroti menangkap sorot mata Gerald—satu detik saja. Cukup untuk membuatnya paham bahwa pria itu tidak benar-benar pergi bekerja.

Gerald keluar dari ruangan.

Pintu menutup.

Lift pribadi berhenti di lantai bawah tanah.

Gerald melangkah keluar, seketika tercium aroma lembab, bau besi dan disinfektan bercampur jadi satu, yang mampu membuat kepala pening.

Namun Gerald tak terpengaruh oleh udara itu l, seakan terbiasa dengan semua keadaan di ruang bawah tanah itu.

Pintu baja terbuka.

Di dalam ruangan ber sel itu, seorang pria terikat pada kursi besi. Tangan dirantai ke sandaran. Kepala terkulai. Wajahnya penuh darah kering, juga bibir pecah serta napasnya berat.

Pria itu, Ricardo.

Seorang pria berdiri di sisi ruangan. Membungkuk ringan.

“Selamat datang, Tuan Gerald.”

Gerald tidak menjawab. Ia melepas jasnya, menyerahkannya begitu saja.

“Bagaimana?” tanyanya. “Sudah ada nama?”

Pria itu menggeleng. “Belum, Tuan. Dia belum bicara.”

Gerald mendekat. Ia menatap wajah Ricardo lama. Dingin. Tanpa emosi.

“Hmmmm.”

Ia mengangguk pelan. “Biar aku yang mengurusnya.”

Gerald memberi isyarat singkat.

Ember diangkat.

Air dingin diguyurkan langsung ke wajah Ricardo.

“Uhuk—!”

Tubuh itu tersentak. Batuk keras. Napas tersengal.

Kepala Ricardo terangkat. Matanya terbuka setengah. Pandangannya goyah.

Gerald membungkuk sejajar dengannya.

“Bangun,” katanya pelan.

“Dengarkan aku!.”

Ricardo terengah, darah menetes dari dagunya.

Gerald mencengkeram rahangnya, memaksa wajah itu menghadap lurus.

“Kau harus menjawab pertanyaanku,” lanjutnya. Suaranya tetap rendah.

“Kalau tidak—”

Ia melepas pegangan, berdiri tegak.

“Aku akan melampiaskan seluruh kemarahanku sampai kau mati.”

Ricardo tersedak napas.

Gerald melanjutkan, tanpa meninggikan suara.

“Lalu aku akan mendatangi keluargamu.”

“Rumah mu, istrimu, anak-anak mu.”

“Orang tua.”

“Siapa pun yang ada hubungan dengan dirimu.”

Ia berhenti.

“Kau tahu apa yang terjadi setelah itu.”

Ricardo gemetar. Rantai bergetar pelan mengikuti gerak tubuhnya.

“Aku… aku cuma disuruh,” gumamnya serak.

Gerald mencondongkan badan lagi.

“Oleh siapa?”

Ricardo menelan ludah. Bibirnya bergetar.

Gerald menatap jam tangannya.

“Aku tidak memiliki kesabaran seperti orang lain, aku beri kau waktu satu jam,” katanya tenang.

“Aku sangat tidak sabar.”

Gerald mengatakannya sambil mengeluarkan pistol dari balik jas nya, lalu menatap Ricardo dengan tajam.

Seketika Ricardo dapat mendengar suara detak jantung nya sendiri.

Dan kali ini, Ricardo tahu—

Ia tidak sedang berhadapan dengan seorang iblis yang berwujud manusia.

bersambung....

1
Noor hidayati
wah saingan juna ga kaleng kaleng
Noor hidayati
ayahnya juna tinggal diluar kota kan,waktu ayahnya meninggal juna balik kampung,ibunya juna itu tinggal dikampung juga atau dikota sama dengan juna,ibunya juna kok bisa ikut campur tentang perusahaan dan gayanya bak sosialita,aku kira ibunya juna tinggal dikampung dan hidup bersahaja
drpiupou: balik Lampung bukan kampung beneran kak, maksudnya kita kecil gitu.
ibunya Juna itu sok kaya kak 🤣
total 1 replies
Noor hidayati
mereka berdua,juna dan renata belum mendapatkan syok terapi,mungkin kalau juna sudah tahu reani anak konglomerat dia akan berbalik mengejar reani dan meninggalkan renata
drpiupou: bener kak
total 1 replies
Noor hidayati
lanjuuuuuuuut
Aulia
rekomended
drpiupou
🌹🕊️🕊️👍👍👍👍
Noor hidayati
apa rambut yang sudah disanggul bisa disibak kan thor🙏🙏
drpiupou: makasih reader, udah diperbaiki/Smile/
total 2 replies
Noor hidayati
juna berarti ga kenal keluarga reani
drpiupou: bener kak, nanti akan ada di eps selanjutnya.
total 2 replies
Noor hidayati
definisi orang tidak tahu diri banget,ditolong malah menggigit orang yang menolongnya,juna dan renata siap siap saja kehancuran sudah didepan mata
Noor hidayati
lanjuuuuuuut
Noor hidayati
kok belum up juga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!