Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.
Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.
Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Kesenangan Gadis Iblis
Malam semakin larut, namun mereka masih belum menemukan keberadaan Sera. Agen lain menyelidiki daftar kendaraan curian, memeriksa transaksi mencurigakan, hingga mengekstrak data peta sinyal gelombang dari menara BTS.
“Ada sinyal kecil yang muncul sebentar—sekitar dua puluh menit setelah Sera dibawa pergi. Sepertinya ponselnya sempat menyala kembali,” jelas Lyra.
Orion mengernyitkan dahinya. “Dia mencoba kabur? Atau…?”
Lyra menggeleng. “Mungkin dia mencoba menyalakan ponselnya kembali tapi ketahuan oleh para penculiknya. Tapi… berkat ini, kita tahu ke arah mana mereka membawa Nona Seraphina.”
Mereka mulai menandai semua titik yang mungkin menjadi tempat persembunyian. Varden memerintahkan anak buahnya untuk mencari ke semua titik yang mereka tandai.
“Tim A, selidiki gudang di distrik utara. Tim B, cek villa dan gudang kayu dekat perbukitan. Laporakan tiap lima menit.”
Orion beranjak dari duduknya. “Aku ikut.”
“Tuan Orion,” ujar Varden tegas, “Anda harus di sini. Percayalah pada tim kami.”
Orion menahan diri dengan sulit. Tubuhnya gemetar bukan karena lelah, tetapi karena frustrasi. “Kalau mereka menyentuh Sera sedikit saja…”
“Justru karena itu kami bergerak hati-hati,” balas Varden. “Kami tidak ingin memicu panik dari pihak penculik. Jika mereka merasa terancam, situasi bisa berubah menjadi buruk.”
Waktu terus berjalan, Tim A melaporkan gudang di distrik utara kosong, hanya jejak ban lama dan beberapa gerakan mencurigakan yang tidak mengarah pada apa pun. Tim B menemukan villa kumuh yang seperti pernah ditempati seseorang dalam dua hari terakhir, namun tanpa tanda keberadaan Sera.
“Masih terlalu bersih,” gumam Varden. “Mereka menutupi jejak mereka.”
Tim C—yang ditugaskan menyelidiki jalur hutan kecil di pinggiran kota—mengirimkan foto tanah yang penuh jejak ban. “Telah dilintasi kendaraan besar. Kemungkinan van. Tapi arah hilangnya jejak masuk ke area tanpa CCTV.”
Lyra mengetik cepat, lalu mengangkat wajah dengan ekspresi muram. “Ada tiga belas lokasi berbeda di sekitar area itu yang bisa mereka gunakan untuk sembunyi. Gudang, rumah sewaan, bunker kecil peninggalan lama, dan satu villa pribadi tanpa data pemilik.”
Orion mengepal tangannya sampai buku jarinya memutih. “Coba semuanya. Aku tidak peduli berapa banyak.”
“Kami sedang lakukan itu,” jawab Varden. “Tapi perlu beberapa jam.”
Orion berdiri dan berjalan gelisah di ruang itu. Pikirannya terus membayangkan Sera—apakah dia ketakutan? Apakah dia sendirian? Apakah dia disakiti? Pertanyaan-pertanyaan itu menusuk kepala Orion seperti jarum yang tak ada habisnya.
Sampai fajar mengintip, mereka belum menemukan apapun. Tim D menemukan kain kecil tergeletak di dekat jalan tanah. Warnanya mirip dengan pakaian Sera. Tapi tidak ada darah, tidak ada tanda lain. Bisa saja itu milik orang lain, atau bisa juga milik Sera.
“Kita simpan sebagai bukti,” ucap Varden.
“Bagaimana kalau itu miliknya?” tanya Orion. Matanya sudah tampak lelah karena tidak tidur sama sekali.
“Kita belum tahu,” jawab Varden. “Tapi kami akan bandingkan dengan foto terbaru Sera.”
Mereka bekerja nonstop. Setiap data baru ditarik, dianalisis, dan disilangkan. Orion tidak tidur, matanya merah dan suaranya serak, tapi ia menolak istirahat.
“Sampai aku menemukan dia, aku tidak akan duduk tenang,” tegasnya.
“Tuan Orion, penculiknya sangat profesional. Mereka tahu cara menghilang tanpa meninggalkan jejak. Tapi… tidak ada hal yang tidak bisa kami temukan,” ucap Lyra.
“Beri kami waktu sedikit lagi…” ucap Varden
Orion menatap peta yang penuh titik merah, garis-garis jejak, dan zona investigasi. Setiap titik adalah kemungkinan. Setiap kemungkinan adalah harapan kecil yang dia genggam erat.
“Sera…” gumamnya. “Tunggu aku. Aku pasti akan menemukanmu.” batin Orion.
—
Selina berdiri di depan layar-layar CCTV. Cahaya redup dari monitor membuat wajahnya terlihat lebih pucat dan menyeramkan. Saat dia mengetahui Orion menyewa agen profesional untuk mencari Seraphina, ia bergegas datang ke tempat persembunyian dan berencana melanjutkan misinya.
Selina tersenyum saat melihat salah satu layar yang menampilkan Seraphina. Gadis itu meringkuk di sudut, mencoba membuat dirinya sekecil mungkin. Tangannya terikat di depan, kakinya ditarik mendekat ke dada. Seluruh tubuhnya gemetar bukan karena rasa takut yang ia coba tahan dengan sisa-sisa keberanian.
Wajahnya tidak terlihat jelas—kamera hanya menangkap rambutnya yang kusut, napasnya yang terengah, dan bahunya yang naik-turun dengan ritme tidak stabil.
Selina menyandarkan tubuhnya pada meja kontrol, tangan bersedekap, matanya menatap layar tanpa berkedip.
“Lihat dia,” gumamnya pelan, seperti sedang menikmati pemandangan yang sangat memuaskan. “Dia terlihat semakin menggemaskan saat sedang ketakutan.”
Joe, lelaki besar dengan rambut coklat kusut, berdiri di belakangnya. Ia memegang tablet berisi daftar inventaris, rute keamanan, dan beberapa catatan lain yang hanya dipahami oleh tim inti mereka.
“Dia tidak banyak bergerak sejak tadi sore,” lapor Joe datar. “Dia tidak menangis berteriak seperti para tawanan kami yang lainnya.”
Selina tertawa pelan. “Sera memang seperti itu, selalu mencoba terlihat kuat. Bahkan saat dunia sedang runtuh di sekitarnya. Dia bahkan tidak menangis sekalipun Papa memukulinya sampai nyaris mati.”
Ia berjalan mendekati layar, menunduk sedikit. Jemarinya menyentuh permukaan monitor, mengusap bayangan tubuh Seraphina dengan gerakan lembut yang aneh.
“Dia terlihat… hancur,” lanjut Selina sambil tersenyum tipis. “Sesuai yang kuharapkan.”
Selina berdiri tegak dan menarik napas panjang, membiarkan udara dingin masuk ke paru-parunya.
“Waktunya bergerak ke tahap berikutnya. Aku tidak ingin Orion menemukannya lebih dahulu,” ucap Selina.
Joe langsung menegakkan tubuh. “Semua anak buah sudah siap, Nona!”
Selina melangkah ke pintu, tumit sepatu hitamnya mengetuk lantai. “Kumpulkan semuanya ke lantai bawah.”
Joe mengangguk. “Baik, Nona.”
Selina melangkah menuruni tangga, diikuti Joe dan Sergio yang sejak tadi hanya diam. Disana Selina bisa melihat lima belas orang laki-laki yang sudah berkumpul. Semuanya mengenakan hoodie gelap atau jaket kulit.
Selina menyapu ruangan dengan tatapan datar. “Kalian semua boleh memakai gadis itu. Dia masih sangat bagus. Kalian pasti akan menyukainya.”
“Maksud Nona… kami boleh meniduri gadis itu?” tanya salah satu pria.
“Ya! Lakukan semau kalian. Tubuhnya sangat bagus dan cocok untuk kalian bersenang-senang. Asalkan jangan lihat wajah jeleknya!” Selina tertawa. “Lagipula, kalian hanya membutuhkan lubangnya saja, kan?” lanjutnya.
“Kami sangat banyak. Saya tidak yakin tubuh kecilnya mampu menerima kami.”
“Bagaimana jika dia mati?”
Selina menggertakkan giginya. “Lakukan apapun. Pakai dia sepuasnya! Asalkan jangan sampai dia mati!” tegas Selina.
“Kami mengerti, Nona. Kami bisa memakainya bergantian.”
“Bagus!” Selina tersenyum lebar.
“Dua orang boleh, kan?” tanya salah satu pria yang disambut tawa oleh yang lainnya.
“Dia punya dua lubang. Pakai saja semuanya!” ucap Selina ketus. “Tapi jika dia mati—kalian juga akan mati!”
“Kami bisa memberikan dia istirahat setelah memakainya, Nona. Kau tenang saja,” jawab Joe.
“Ah, itu ide bagus…” Selina kembali tersenyum. “Lakukan setelah aku memberi kalian kode!” ujarnya lalu tersenyum miring.
🍁🍁🍁
Bersambung...