Di Benua Timur Naga Langit sebuah dunia di mana sekte-sekte besar dan kultivator bersaing untuk menaklukkan langit, hidup seorang pemuda desa bernama Tian Long.
Tak diketahui asal-usulnya, ia tumbuh di Desa Longyuan, tempat yang ditakuti iblis dan dihindari dewa, sebuah desa yang konon merupakan kuburan para pahlawan zaman kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ar wahyudie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Kabut tipis menggantung di atas lembah pelatihan Akademi Naga Langit.
Di antara deretan pinus tinggi, Tian Long duduk bersila di atas batu meditasi. Napasnya teratur, tapi aura di sekitarnya berdenyut tak stabil. Sisa badai spiritual dari Warisan Naga masih terasa, seperti riak gelombang di air yang belum benar-benar tenang.
Udara pagi lembap. Embun di ujung daun bergetar setiap kali Tian Long menghela napas.
Tattoo naga di lengannya tampak samar di bawah cahaya matahari.
Ia belum sepenuhnya pulih, tapi setiap kali menenangkan diri, suara Long Zhen Tian masih terngiang di pikirannya.
“Jangan buru-buru menundukkan kekuatanmu, biarkan ia mengenal jiwamu.”
Tian Long membuka matanya. Sekejap, irisnya memantulkan cahaya biru muda — lalu padam.
“Sulit,” gumamnya pelan. “Kekuatan ini seperti hidup sendiri.”
............................. ............................. .............................
Di sisi lain lembah, bayangan hitam meluncur di antara pepohonan.
Lima murid Sekte Bara Langit bergerak cepat, pakaian mereka berlapis pelindung tipis berwarna merah tua. Di depan mereka, Zhao Wen berjalan tanpa suara. Luka lama di pelipisnya belum hilang; kulit di sekitarnya masih tampak gosong akibat duel terakhirnya dengan Tian Long.
Salah satu murid di belakang berbisik, “Kau yakin ini perintah langsung dari Elder Mo?”
“Dia ingin naga itu dibungkam sebelum Dewan Tetua turun tangan,” jawab Zhao Wen tanpa menoleh.
“Lalu kenapa kita harus melibatkan gadis itu?”
“Untuk memastikan dia keluar.” Zhao Wen berhenti sejenak, menatap lembah dari celah batu. “Selama gadis itu di sini, Tian Long takkan tinggal diam.”
Empat murid lainnya saling pandang. Tak ada yang bicara lagi.
............................. ............................. .............................
Liu Yuer menuruni tangga batu membawa kantung obat di tangan. Ia baru saja mengambil ramuan dari paviliun medis untuk Tian Long.
Langkahnya terhenti ketika angin panas menyapu lewat, aneh, padahal lembah ini biasanya dingin di pagi hari.
“Angin apa ini…” ia bergumam.
Suara letupan kecil terdengar.
Seketika, api hitam menyambar dari arah timur, menghantam tebing di sampingnya. Ledakannya memantul di udara. Tubuh Liu Yuer terhempas ke tanah, kantung obatnya terlempar ke udara.
Tian Long berdiri seketika. Ia melompat dari batu, mendarat di depan Liu Yuer, menangkis semburan api berikutnya dengan satu gerakan tangan. Udara di sekelilingnya bergolak.
Dari balik kabut, Zhao Wen muncul bersama empat muridnya.
“Jadi kau masih hidup,” ucapnya dengan suara serak. “Kupikir badai semalam sudah cukup membunuhmu.”
Tian Long menatap tajam. “Kau menyerang murid akademi di area pelatihan. Apa kau sudah gila?”
Zhao Wen tersenyum tipis. “Kau terlalu polos. Aku hanya menjalankan perintah.”
“Perintah membunuh murid sendiri?”
“Perintah menyingkirkan ancaman bagi dunia kultivasi.” Zhao Wen menatapnya lurus. “Dan kau adalah ancaman itu.”
Api hitam mulai naik dari telapak tangannya, menari di udara seperti asap tebal.
Empat murid lain bergerak membentuk formasi di sekeliling mereka.
Liu Yuer mencoba bangkit, tapi Tian Long menahan bahunya. “Mundur.”
“Tapi—”
“Sekarang,” ucap Tian Long pendek. Tatapannya tak pernah lepas dari Zhao Wen.
............................. ............................. .............................
Ledakan pertama mengguncang tanah.
Api Zhao Wen menyebar cepat, membentuk lingkaran hitam di tanah. Daun kering langsung terbakar sebelum sempat jatuh.
Tian Long melangkah pelan ke depan. Energi biru di tubuhnya perlahan aktif, tapi masih terkontrol.
Udara menjadi berat; kabut tipis menghilang, berganti hawa panas dan tekanan qi yang menekan dada.
Zhao Wen menyerang lebih dulu — tinju kanan melepaskan semburan api.
Tian Long menangkis dengan lengan kiri, suara benturannya seperti besi menampar batu. Kedua tubuh terpental mundur.
Zhao Wen meludah darah. “Kau menahan diri?”
“Tidak,” jawab Tian Long. “Aku hanya belum ingin membunuh siapa pun hari ini.”
Zhao Wen tertawa pendek. “Kau masih bicara seperti orang suci.” Ia menjejak tanah, membentuk empat pilar api yang menjulang.
“Formasi Penjara Bara,” seru salah satu murid di belakangnya.
Tanah di sekitar Tian Long memanas, udara berputar. Empat murid itu mengunci posisi, menciptakan kubah api di atasnya.
Tian Long mengangkat tangan, mencoba menekan qi-nya keluar, tapi api itu menelan setiap dorongan yang ia lepaskan.
“Api ini tak akan padam sebelum kau berubah jadi abu,” kata Zhao Wen, langkahnya mendekat. “Kau bukan naga, hanya manusia yang bermain dengan darah yang salah.”
Tian Long memejamkan mata.
Dalam pikirannya, suara gurunya terdengar pelan tapi tegas.
“Tenangkan hatimu. Jangan lawan api dengan air. Bimbing ia kembali ke asalnya.”
Tian Long menarik napas dalam, menurunkan tangannya. Api itu menelan tubuhnya.
Zhao Wen menyipitkan mata, menunggu teriakan. Tapi yang terdengar justru suara gemuruh pelan, seperti air sungai mengalir di bawah tanah.
Seketika, nyala api menjadi biru.
Kabut air muncul dari tanah, bukan untuk memadamkan, melainkan menyatu dengan bara itu.
Dalam hitungan detik, formasi Bara Dewa kehilangan bentuk.
“Tidak mungkin—!” Zhao Wen berteriak. “Itu bukan teknik air biasa!”
Tian Long melangkah keluar dari kabut, bahunya sedikit berasap.
“Paman ketiga ku pernah mengatakan,” ucapnya pelan, “api yang paling kuat bukan yang membakar musuh, tapi yang bisa menghangatkan langit.”
Ia menjejak tanah. Retakan membentuk garis melingkar di bawah kakinya, udara bergolak.
“Langkah Naga Menerjang Ombak.”
Satu langkah, satu suara ledakan.
Zhao Wen hanya sempat mengangkat tangan sebelum tubuhnya terhempas ke batu besar di belakang. Armor spiritualnya pecah, retakan muncul di permukaannya.
Empat murid di sekeliling mencoba menutup formasi lagi, tapi Tian Long sudah di antara mereka.
Gerakannya cepat, setiap pukulan menyingkirkan mereka dari medan tanpa membunuh.
Ketika semua formasi hancur, ia berdiri di tengah debu. Nafasnya sedikit terengah, tapi matanya tenang.
Zhao Wen memaksa diri bangkit. “Kau pikir ini sudah cukup?”
Ia mengeluarkan batu giok merah dari lengan jubahnya, menghancurkannya dengan genggaman tangan. Cahaya merah naik ke langit, menembus awan.
Tian Long menatapnya datar. “Jadi kau datang bukan untuk bertarung, tapi untuk memancing mereka.”
“Benar,” jawab Zhao Wen sambil tersenyum pahit. “Setidaknya jika aku gagal membunuhmu, mereka akan melakukannya.”
Suara langkah kaki terdengar dari arah utara. Aura kuat mendekat cepat.
Penegak Akademi.
Liu Yuer menatap Tian Long dengan wajah panik. “Apa yang harus kita lakukan?”
“Pergi dari sini,” katanya tanpa menoleh.
“Tapi kau—”
“Pergi.”
Liu Yuer menunduk, menggigit bibir, lalu berlari menjauh.
Ketika pasukan penegak tiba, hutan sudah setengah terbakar.
Zhao Wen bersujud di tanah, pura-pura pingsan, sementara Tian Long berdiri di tengah lingkaran batu, dikelilingi kobaran api biru yang tak padam.
Salah satu penegak berteriak, “Tahan dia! Dia penyebab kehancuran ini!”
Sebelum mereka sempat mendekat, Elder Ming muncul dari langit, mendarat di antara mereka.
“Cukup!” serunya.
Ia menatap Tian Long lama, lalu pada Zhao Wen.
“Ceritakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi di sini?”
Tak ada jawaban.
Zhao Wen menunduk, pura-pura tak sadarkan diri. Para murid Bara Langit tetap diam.
Akhirnya Elder Ming menghela napas panjang.
“Tian Long,” katanya dengan nada berat, “mengapa kau tidak pergi sebelum hal ini menjadi lebih buruk?”
Tian Long menatap para penegak satu per satu.
“Aku tidak akan lari dari kebenaran,” jawabnya. “Tapi aku juga tidak akan tunduk pada kebohongan.”
Udara kembali sunyi.
Hanya api biru yang perlahan padam, meninggalkan bekas lingkaran di tanah, tanda tempat naga pernah berdiri.
............................. ............................. .............................
Ketika malam turun, lembah itu sudah kosong.
Hanya bau asap tersisa, dan suara air dari sungai kecil yang mengalir di bawah tebing.
Dari kejauhan, sosok berjubah hitam berdiri di atas batu, memperhatikan arah Tian Long pergi.
“Warisan naga mulai bereaksi,” katanya pelan.
Dari balik kabut, suara lain menjawab, “Biarkan saja. Dunia akan tahu, naga muda itu bukan berkah, tapi peringatan.”
Angin malam berhembus, membawa abu terakhir dari lembah pelatihan itu ke langit timur.
Terimakasih para pembaca setia Warisan Kaisar Naga
Ayo dukung author agar semangat update dan membuat cerita menjadi lebih menarik dengan cara like dan komen.
Terimakasih