NovelToon NovelToon
OBSIDIAN BLOOM

OBSIDIAN BLOOM

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa Fantasi / Antagonis / Romansa / Reinkarnasi / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:798
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Ia adalah Elena Von Helberg, si Antagonis yang ditakdirkan mati.

dan Ia adalah Risa Adelia, pembaca novel yang terperangkap dalam tubuhnya.

Dalam plot asli, Duke Lucien De Martel adalah monster yang terobsesi pada wanita lain. Tapi kini, Kutukan Obsidian Duke hanya mengakui satu jiwa: Elena. Perubahan takdir ini memberinya hidup, tetapi juga membawanya ke dalam pusaran cinta posesif yang lebih berbahaya dari kematian.

Diapit oleh Lucien yang mengikatnya dengan kegilaan dan Commander Darius Sterling yang menawarkan kebebasan dan perlindungan, Risa harus memilih.
Setiap tarikan napasnya adalah perlawanan terhadap takdir yang telah digariskan.

Lucien mencintainya sampai batas kehancuran. Dan Elena, si gadis yang seharusnya mati, perlahan-lahan mulai membalas kegilaan itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7. Labyrinth Of Thorns

Bab 7: Labyrinth of Thorns

(Lady Elena Von Helberg, Lady Clarissa, & Duke Lucien De Martel)

Satu minggu. Hanya itu waktu yang dimiliki Risa/Elena sebelum malam bulan penuh tiba. Seminggu untuk menemukan pintu rahasia yang tersembunyi di dalam perpustakaan, tempat yang dia dan Darius Sterling sebut Labyrinth of Thorns, dan seminggu untuk meyakinkan Duke Lucien De Martel bahwa dia aman di sisinya, tanpa perlu pengawasan pribadi.

Ancaman terbesar bukanlah Duke Lucien yang posesif, tetapi bayangan yang selalu mengikutinya: Lady Clarissa. Kepala pengawas itu adalah penjara yang bergerak, seorang wanita tua yang setia pada tradisi dan setiap napas Duke De Martel.

Risa memulai pencariannya dengan kedok yang paling meyakinkan: keseriusan seorang calon Duchess.

"Lady Clarissa," kata Risa keesokan paginya, mengenakan gaun beludru gelap yang elegan dan menopang dagunya dengan sikap angkuh. "Duke Lucien menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mengurus urusan Ibu Kota. Mulai sekarang, aku akan menghabiskan waktu di perpustakaan. Aku harus mempelajari setiap arsip, setiap catatan politik, dan setiap kelemahan para bangsawan yang berani meragukan kita."

Clarissa, yang telah mengharapkan drama atau kemalasan khas bangsawan Ibu Kota, tampak sedikit terkejut, tetapi setuju. "Niat yang mulia, Yang Mulia. Sarang Gagak akan melayani Anda."

Risa menghabiskan tiga hari berikutnya di perpustakaan, tenggelam dalam buku-buku tebal tentang hukum dan politik Utara. Clarissa duduk di kursi beludru di sudut, tatapannya tajam, hanya berkedip ketika Risa memanggilnya untuk meminta air atau untuk mendiskusikan silsilah keluarga.

Perpustakaan itu luas, dan di bawah pengawasan ketat, Risa harus mencari secara tersembunyi. Area fokusnya adalah di bawah rak tempat dia menemukan ukiran Simbol Keluarga Sterling—sepasang sayap perak.

Di tengah pembacaan sebuah traktat tentang pajak, Risa menjatuhkan pena bulunya di belakang rak. Ini adalah alasan yang sempurna.

"Lisette!" panggil Risa, tetapi Lisette sedang pergi menjalankan tugas yang diberikan Clarissa. Risa menghela napas yang dibuat-buat. "Clarissa, pena bulu yang berharga ini jatuh di belakang rak. Aku tidak ingin merusaknya. Bisakah kamu membantu?"

Clarissa bangkit, ekspresinya tidak berubah. "Tentu saja, Yang Mulia."

Saat Clarissa berbalik untuk berjalan ke rak, Risa dengan cepat mengikuti. Clarissa membungkuk untuk mengambil pena itu, dan Risa mengambil kesempatan itu.

Dia menyentuh ukiran sayap perak itu. Itu adalah sentuhan yang cepat dan hampir tak terlihat. Tidak ada yang terjadi. Itu hanyalah ukiran.

Clarissa mengambil pena itu dan menyerahkannya kepada Risa. "Jangan terlalu teledor, Yang Mulia. Pena seperti itu mahal."

"Aku akan berhati-hati," jawab Risa, hatinya berdebar. Ia kembali ke mejanya, kecewa.

Pesan Darius mengatakan, 'Halaman 78 adalah kunci'.

Risa menyadari sandi itu mungkin lebih rumit dari yang ia duga. Darius tidak hanya memberi tahu tempatnya, tetapi juga cara membukanya.

Risa mengambil The Ballad of the Winter Knight—buku yang Lyra kembalikan setelah Darius membacanya—dan membuka Bab 7, Baris 8, yang menjadi sandi utamanya.

Bab 7 menceritakan tentang Ksatria Musim Dingin yang harus melepaskan pedangnya untuk menyelamatkan sang Ratu dari istana es. Baris 8 berbunyi: "Pedang yang dingin hanya akan membuka pintu yang tersembunyi jika ia menekan sayap perak dan matahari terbit."

Matahari Terbit.

Risa melihat sekeliling. Di perpustakaan yang didominasi bayangan, di mana ada simbol Matahari Terbit?

Ia melihat ke atas, ke langit-langit berukir. Di tengah langit-langit, ada ukiran besar yang tampak seperti lambang De Martel, yang diapit oleh dua jendela kaca patri. Di salah satu jendela, yang menghadap ke Timur, tergambar Matahari Terbit.

Itu terlalu tinggi untuk disentuh.

Risa kembali ke ukiran sayap perak di rak. Ia menatapnya lagi. Sayap perak itu adalah simbol Sterling, yang diapit oleh dua pilar kayu. Ia menyentuh pilar di sebelah kiri. Dingin. Ia menyentuh pilar di sebelah kanan. Ia merasakan lekukan kecil—sebuah alur yang hanya bisa disentuh oleh satu jari.

Risa menyimpulkan mekanismenya: Tekan Sayap Perak, putar alur di Pilar Timur ke posisi Matahari Terbit.

Ia harus melakukannya pada saat Clarissa lengah, dan ia harus melakukannya sebelum Lucien kembali.

Sore di hari kelima, Lucien mengirim pesan bahwa ia akan terlambat. Ada konflik sengit di Dewan Kerajaan mengenai penggelaran status persona non grata Serafina Lowe.

Risa melihat peluangnya. Dia memanfaatkan sifat posesif Lucien.

"Clarissa," Risa memanggil. "Aku tidak enak badan. Aku ingin kembali ke kamarku dan hanya ingin membaca sendirian. Duke Lucien tidak ingin aku tertekan. Aku tidak boleh stres sebelum pernikahan."

Clarissa ragu-ragu, tetapi kata-kata "Duke Lucien tidak ingin aku tertekan" adalah perintah mutlak baginya.

"Saya akan menemani Anda ke kamar Anda, Yang Mulia," Clarissa setuju.

"Tidak perlu," jawab Risa, tersenyum dingin. "Aku tidak lemah. Aku hanya ingin ketenangan. Jika Duke bertanya, katakan padanya aku sedang mempelajari silsilah keluarga De Martel di kamarku. Dan... aku butuh Lisette membawakanku makan malam di sana."

Taktik itu berhasil. Clarissa tidak bisa menentang perintah implisit Duke untuk menjaga kesehatan mentalnya. Risa dibiarkan sendirian di kamar mewahnya, tetapi ia tidak berencana untuk tinggal di sana.

Setelah Lisette dan Clarissa pergi, Risa mengenakan jubah gelap dan sepatu bot yang tebal. Dia kembali ke perpustakaan secara diam-diam.

Ruangan itu gelap dan sunyi, hanya diterangi oleh sedikit cahaya bulan yang masuk melalui jendela kaca patri. Risa berjalan cepat ke rak buku.

Pertama, dia menekan ukiran Sayap Perak. Ukiran itu sedikit bergerak dan mengeluarkan bunyi klik pelan.

Kedua, dia memutar alur di pilar kayu di sebelah kanan. Alur itu berputar dengan gesekan logam, dan ketika Risa menempatkannya di posisi yang ia duga sebagai "Matahari Terbit" (sebuah simbol yang tersembunyi), bunyi gesekan yang lebih keras terdengar.

Salah satu rak buku di sebelah kanan, rak yang dipenuhi buku-buku kotor tentang alkimia kuno, mulai bergerak. Itu bergeser ke samping dengan derit yang melengking.

Risa menahan napas. Di baliknya, terlihat sebuah lorong gelap dan sempit, dengan tangga batu yang menurun tajam, dan bau debu serta dingin yang menusuk.

Labyrinth of Thorns.

Risa tahu dia tidak bisa masuk sekarang. Jika dia menghilang, Clarissa akan panik, dan Lucien akan menghancurkan segalanya. Dia harus menunggu malam bulan penuh, seperti yang diminta Darius.

Dia membalikkan alur itu, dan rak buku itu kembali ke tempatnya dengan bunyi thud yang memekakkan telinga dalam keheningan. Risa harus buru-buru keluar.

Saat Risa kembali ke kamarnya, Duke Lucien sudah menunggunya.

Dia berdiri di tengah ruangan, jubahnya di lantai. Dia tampak marah, tetapi ekspresinya dengan cepat berubah menjadi kelegaan dan obsesi saat melihat Risa.

"Di mana kamu, Elena?" tanyanya, suaranya rendah dan mengancam. "Clarissa bilang kamu pergi ke kamarmu. Tapi aku tidak menemukanmu di sini. Aku tidak suka jika aku tidak tahu keberadaanmu."

Risa mendekat, memancarkan kepasrahan yang tenang.

"Aku minta maaf, Duke," katanya, melangkah lebih dekat, menunjukkan rasa penyesalan yang ia pinjam dari ingatan Elena. "Aku merasa tercekik di kamar. Aku pergi ke balkon. Aku hanya berdiri di sana, menatap Utara. Aku sedang memikirkanmu."

"Memikirkanku?" Lucien bertanya, matanya menyipit, menguji kebenaran kata-kata itu.

"Ya," jawab Risa, meraih tangan Lucien, membiarkan cincin Obsidian di jarinya bersentuhan dengan kulitnya. "Aku sedang memikirkan bagaimana aku akan mengamankan warisan kita. Aku sedang memikirkan bagaimana aku akan memuaskan keserakahanmu, dan kegelapanmu. Aku tidak akan menjadi bangsawan yang lemah, Lucien. Aku akan menjadi Ratu Utara, dan aku membutuhkan kesendirian untuk merencanakan kehancuran musuh-musuh kita."

Lucien terdiam. Kata-kata itu, yang dipenuhi janji kesetiaan, jauh lebih efektif daripada perlawanan. Itu adalah kunci untuk menenangkan Obsidian Curse.

Lucien menarik Risa ke dalam pelukannya, memeluknya dengan kekuatan yang nyaris menyakitkan.

"Jangan pernah menghilang dariku lagi, Elena," bisiknya ke rambut Risa. "Aku tidak bisa mentolerir itu. Jika kamu ingin sendirian, katakan padaku. Jangan pergi ke mana pun yang tidak aku tahu."

"Aku tidak akan mengkhianatimu, Duke," jawab Risa, bibirnya menyentuh lehernya. Itu adalah janji yang ia tahu akan segera ia langgar.

Dua hari kemudian, malam bulan penuh tiba.

Risa tahu ini adalah malam terakhirnya. Dia menghabiskan hari itu dengan memanjakan Lucien secara visual dan emosional. Dia memainkan peran Obsidian Bloom yang sempurna, berbicara tentang politik, ambisi, dan bahkan menunjukkan sedikit kehangatan fisik.

Strategi ini mencapai puncaknya saat makan malam.

"Duke Lucien," Risa berkata, mencondongkan tubuhnya di meja. "Besok, kamu akan kembali ke Dewan. Kamu akan menghadapi oposisi yang sengit. Aku ingin kamu menjadi dingin, terpusat, dan tak terkalahkan. Aku tidak ingin ada yang melihatmu terganggu."

Lucien mengangguk. "Tentu saja. Apa hubungannya dengan ini?"

"Malam ini, tidurlah sendirian," kata Risa, membuat permintaan yang sangat berisiko. "Aku tidak ingin ada yang mengganggu ketenangan dan konsentrasimu. Aku ingin kamu bangun dengan pikiran jernih, siap menghancurkan musuh-musuh kita di Ibu Kota."

Lucien terpana. "Kamu menolakku?"

"Tidak," jawab Risa, menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Aku tidak menolakmu. Aku meminta kamu untuk fokus pada kekuasaan. Aku ingin kamu menjadi yang tak terhentikan untukku. Tidurlah sendiri, dan biarkan aku menghabiskan malam ini sendirian dalam keheningan, memanjatkan doa-doa untuk kesuksesanmu. Bukankah itu yang dilakukan seorang Ratu untuk Rajanya?"

Lucien menatapnya, matanya berjuang antara hasrat posesif dan kesenangan murni yang diilhami oleh kejeniusan politik Risa.

Akhirnya, Lucien tersenyum. Senyum itu dipenuhi kebanggaan. "Kamu benar. Kamu adalah Ratu yang sempurna. Keinginanmu adalah perintah. Aku akan tidur di ruangan lain. Tapi, jangan berpikir kamu bisa melarikan diri dariku, Elena. Aku akan kembali sebelum fajar, dan jika aku menemukanmu telah mengkhianatiku..."

Lucien tidak perlu menyelesaikan kalimat itu. Risa tahu konsekuensinya.

"Aku hanya akan menunggumu, Duke," Risa meyakinkannya, menyentuh cincin Obsidian di jarinya.

Setelah makan malam, Lucien mengucapkan selamat malam yang singkat, tetapi penuh hasrat, dan pergi. Risa merasakan kelegaan yang luar biasa.

Ia memanggil Lisette. "Lisette, aku ingin mandi air hangat dan tidur segera. Tolong katakan pada Lady Clarissa, aku tidak ingin diganggu sampai pagi hari. Kunci pintu kamarku dari luar setelah kamu pergi."

"Mengunci dari luar, Yang Mulia?"

"Ya. Agar tidak ada yang berani mengganggu doa-doa dan ketenangan tidurku," kata Risa, nadanya tegas.

Clarissa, yang mendengar itu, mengangguk puas. Risa/Elena, calon Duchess, sekarang mengunci dirinya sendiri di dalam penjara. Sebuah kepatuhan yang sempurna.

Pada tengah malam, saat bulan penuh bersinar terang di atas Sarang Gagak, Risa/Elena mengambil jubahnya, sepatu bot, dan satu-satunya kunci yang dia butuhkan: cincin Obsidian dari jarinya. Dia harus meninggalkannya jika dia ingin berhasil. Dan dia harus pergi sekarang.

Bersambung....

1
shookiebu👽
Keren banget nih cerita, authornya jago banget!
Dgweny: makasihhh banyak
total 1 replies
Bell_Fernandez
Plot yang rumit, namun brilian.
Dgweny: makasih banyak
total 1 replies
Tae Kook
Jangan biarkan kami menunggu lama-lama, update please~~
Dgweny: siapp , di tunggu update selanjutnya yaaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!