S2
Ketika dua hati menyatuh, gelombang cinta mengalir menyirami dan menghiasi hati.
Ini adalah kisah Raymond dan Nathania yang menemukan cinta sesungguhnya, setelah dikhianati. Mereka berjuang dan menjaga yang dimiliki dari orang-orang yang hendak memisahkan..
Ikuti kisahnya di Novel ini: "SANG PENJAGA "
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. 🙏🏻❤️ U 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. SP
...~•Happy Reading•~...
Apa yang dikatakan Raymond dan Samuel tidak bisa dibantah oleh Vania. Walau hatinya tidak rela melepaskan Raymond yang telah berada di dekatnya.
Namun melihat Raymond dan Samuel menunggu, pikirannya tiba-tiba buntu dan hilang daya pikir untuk berjuang mempertahankan Raymond untuk tetap bekerja dengannya.
Sehingga dengan mulut terkatup, dia mengambil pena dari tangan Samuel. Dan dengan berat hati, dia membubuhkan tanda tangan.
Kemudian Samuel mengambil dokumen, lalu masukan ke dalam tas. "Masih mau tambah dessert?" Raymond bertanya serius, sebab melihat Vania tidak menunjukan reaksi untuk meninggalkan tempat itu.
"Tidak, Mas. Aku duduk sebentar, tunggu Mira. Kalau Mas Ray mau pamit, silahkan." Vania memberikan alasan yang terlintas dengan melibatkan asistennya.
"Ok. Kalau begitu, kami pamit duluan." Raymond tidak tergugah perubahan wajah sedih Vania. Dia sudah terbiasa hadapi sikap Vania, jika ingin sesuatu. Jadi dia mengulurkan tangan menyalami, begitu juga dengan Samuel.
Raymond dan Samuel segera keluar dari restoran. Setelah berada di luar restoran, Samuel menepuk bahu Raymond. "Aku setuju dengan keputusanmu untuk akhiri kerja sama dengannya. Bisa menimbulkan polemik baru, untuk hubunganmu dengan Thania." Samuel mendukung keputusan Raymond setelah berhadapan langsung dengan Vania.
"Iya. Makanya tadi malam setelah bicara dengan Jacob, aku pikirkan kerja sama dengannya. Dia selalu membungkus urusan pribadi dibalik acara yang dia adakan."
"Kau lihat perubahan wajahnya tadi, saat bilang aku pengacara? Sepertinya dia membayangkan akan ada dinner romantis denganmu. Ternyata dinner ..." Samuel tidak meneruskan komentarnya. Dia berhenti di dekat mobil untuk bicara serius dengan Raymond.
"Ya, begitulah, Vania..." Raymond tidak meneruskan. Dia bersyukur, bisa mengakhiri hubungan kerja sama dengan Vania tanpa banyak perdebatan dengan kehadiran Samuel.
"Kalau tidak dicegah, akan pusing. Terlepas dari mulut harimau, masuk ke mulut singa. Niatnya untuk mendapatkan kau, bukan cinta, tapi obsesi." Ucap Samuel serius.
"Itu yang kulihat padanya. Tolong siapkan dokumen yang aku minta. Besok aku harus ke Singapore. Nanti dari sana aku telpon kepastian waktunya." Ucap Raymond sebelum berpisah.
"Ok. Sukses." Mereka menautkan kepalan tangan kemudian berpisah di tempat parkir restoran.
~*
Di sisi lain ; Mira tertegun melihat yang terjadi di meja bossnya. Vania duduk diam membeku sambil menatap lurus ke depan setelah ditinggal Raymond. Dia segera pindah dan duduk di depan bossnya.
"Ada apa, Bu? Mengapa..." Mira tidak meneruskan pertanyaannya, ketika melihat raut wajah Vania tidak happy dan tatapannya kosong.
"Saya diundang ke sini bukan saja untuk dinner. Tapi untuk mengakhiri kontrak kerja sama." Ucap Vania kaku dengan wajah sedih.
Mira terkejut dan sadar yang terjadi. 'Ternyata boss gunakan cara mendekati Pak Ray dengan strategi membungkus rencana hati dengan kerja sama. Tetapi Pak Ray mengelak dengan strategi yang sama. Membungkus niat mengakhiri kerja sama dengan dinner.' Mira mengagumi cara Raymond yang datang tidak sendiri, karena tahu niat dan karakter bossnya.
"Mungkin Pak Ray makin sibuk, Bu. Karna belakangan ini, Pak Ray tidak pernah lagi datang ke rumah mode. Semua dibicarakan lewat telpon." Mira coba menghibur.
"Iya. Beliau bilang jarang di tempat. Mungkinkah Pak Ray punya pekerjaan lain di luar kota atau..." Vania tidak mengutarakan yang dipikirkan tentang seorang wanita.
"Tidak apa-apa. Saya masih punya orang yang bisa diminta tolong... untuk menaklukan hati Mas Ray." Vania meneruskan dalam hati. Dia segera mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi Papanya.
~*
Di tempat lain, di Bandung : Nathania sedang duduk di teras setelah menutup warung. Apa yang dikatakan Raymond sebelum masuk ke mobil Samuel kembali mengusik hatinya.
'Sementara aku tidak ada, tidak usah keluar kalau tidak perlu. Kalau urgent, keluar dengan Hendra atau Melly.' Apa yang dikatakan Raymond padanya ditanggapi serius, apa lagi sambil memeluk. Nathania yakin, Raymond sedang khawatir sesuatu terjadi.
"Non, Bibi sudah bikin minuman hangat. Lebih baik Non duduk di dalam, jangan duduk sendiri di sini."
"Iya, Bi. Terima kasih." Nathania berdiri dan berjalan masuk ke ruang makan.
"Ini Non. Silahkan diminum. Jangan terlalu dipikirkan. Pak Ray orang baik, walau tidak banyak berbicara. Tapi apa yang dibilang, kata Rara, daging semua." Bibi Sena coba bercanda untuk menghibur Nathania yang sepi.
"Oh, iya, Bi. Terima kasih sudah ingatkan. Saya jadi ingat yang dikatakan Pak Ray." Nathania mengangkat cangkir dengan kedua tangan. Dia ingat yang dikatakan Raymond tentang menikah secepatnya tanpa perayaan atau pesta.
"Bi, sementara ini saya tidak keluar rumah, jadi kita tidak jual bakso dulu. Warung tetap dibuka untuk jual ole-ole yang biasa, tanpa ada produk baru." Nathania memutuskan setelah berpikir serius.
"Iya, Non. Ada yang mau Non lakukan?" Bibi Sena terkejut melihat perubahan wajah Nathania.
"Iya, Bi. Kita bersih-bersih rumah ini. Sepertinya Pak Ray akan adakan acara dalam waktu dekat." Nathania putuskan, walau Raymond belum memperkenalkan dia pada keluarganya.
"Baik, Non. Kasih tahu saja, mau kerjakan mana. Nanti Bibi dan Rara yang bersihkan. Sekalian Non lihat-lihat kamar bapak dan ibu. Mungkin kamar itu bisa digunkan, dari pada kosong." Usul Bibi Sena.
"Oh, iya. Mari Bibi temani saya lihat-lihat." Nathania jadi ingat yang ditawarkannya kepada Raymond, agar Jacob dan Samuel menginap di rumahnya.
Namun setelah kamar orang tuanya dibuka dan semua penutup perabot diangkat, Nathania berubah pikiran. "Terima kasih Bi, sudah sering bersihkan kamar ini. Jadi tidak terlalu berdebu dan dingin." Nathania melayangkan pandangannya ke kamar orang tuanya yang luas. Dia senang melihat semua perabot kayu antik dalam keadaan baik.
"Iya, Non. Rara suka menyapu dan pel seminggu sekali." Bibi Sena menjelaskan.
"Tutup lagi semuanya, Bi. Saya mau cat kamar ini." Nathania memutuskan. Bibi Sena jadi tersenyum.
Setelah mengunci pintu kamar orang tuanya, Nathania mengambil telpon untuk menghubungi tukang yang pernah kerjakan kanopi. Namun sebelum menemukan nomor telpon tukang, telponnya bergetar.
Nathania tersenyum senang melihat nama di layar ponsel. "Iya, Pak Ray." Sapa Nathania riang.
"Lagi bikin apa?"
"Mikirin Pak Ray."
"O o. Mikirin apa kangen?"
"Kangen, jadi mikirin."
"O o. Ok. Kenapa kita berbeda?" Raymond bertanya sambil menahan tawa.
"Berbeda, apa, Pak." Nathania jadi was-was.
"Kalau aku kangen, ngga mikirin, tapi telpon." Ucapan Raymond membuat Nathania tertawa senang.
"Saya, sih, mau telpon, Pak. Cuma khawatir Pak Ray masih sibuk. Jadi sambil mikirin, berdoa dan berharap. Semoga ditelpon." Nathania mengungkapkan yang ada di hati. Dia mulai terbiasa dengan percakapan yang menjadikan hati penuh rasa bahagia.
"O o. Ok. Panggilan hati sinyalnya lebih kuat dari sinyal provider mana pun." Nathania jadi tertawa.
"Thania suka warna apa?" Tanya Raymond di sela tawa Nathania.
"Warna-warna soft, Pak." Nathania menjawab tanpa berpikir. Raymond tersenyum, lega. Dia sudah menemukan cara untuk mengenal Nathania lebih baik.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
aku curiga ini si belva hamil anak selingkun
ga baik loh marahan lama" sm ortu sndiri😵