"Jangan lagi kau mencintaiku,cinta mu tidak pantas untuk hatiku yang rusak"
Devan,mengatakannya kepada istrinya Nadira... tepat di hari anniversary mereka yang ke tiga
bagaimana reaksi Nadira? dan alasan apa yang membuat Devan berkata seperti itu?
simak cerita lengkapnya,di sini. Sebuah novel yang menceritakan sepasang suami istri yang tadinya hangat menjadi dingin hingga tak tersentuh
Jangan lupa subscribe dan like kalo kamu suka alur ceritanya🤍
Salam hangat dari penulis💕
ig:FahZa
tikt*k:Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permulaan Perang Besar
Ruang kerja itu sunyi,terlalu sunyi untuk ukuran seorang wanita yang sedang murka. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar, memantul di antara furnitur kayu gelap yang mendominasi ruangan.
Nyonya Maria berdiri membelakangi pintu, menatap jendela besar yang memantulkan bayangan tubuhnya yang tegang.
Franklyn berdiri beberapa langkah di belakangnya, punggung lurus, kedua telapak tangannya basah oleh keringat dingin meski ruangan ini ber-AC.
“Jadi masih belum bisa juga kau membawa Nadira dari tangan si Callen itu?”Suara itu datar. Tidak meninggi,tapi justru karena tenang itulah udara terasa mengerut.
Franklyn menelan ludah. “Maaf Nyonya.”
Nyonya Maria perlahan menoleh. Tatapannya tajam, dingin,tapi di baliknya ada bara yang jelas tidak padam.“Berhari-hari,” ujarnya sambil melangkah ke arahnya, langkahnya pelan namun menghantam keheningan ruangan. “Berhari-hari aku memberi waktu. Dan kau masih kembali dengan tangan kosong?”
Ia berhenti tepat di depan Franklyn, memiringkan kepala sedikit, seolah sedang menilai benda yang tidak lagi berfungsi.
“Seorang wanita hamil,” lanjutnya pelan, “dibawa kabur oleh Henry… dan kau bahkan tidak bisa menjemputnya. Satu. Orang. Hamil.”
Setiap kata seperti pecahan kaca yang jatuh di atas lantai marmer.
Franklyn menunduk dalam-dalam. “Saya terus menelusuri lokasinya, Nyonya. Tuan Henry bergerak terlalu cepat dan penjagaan yang ketat...”
“Jangan berikan aku alasan.”
Kalimat itu memotong dengan rapi, seperti bilah tipis yang tidak meninggalkan noda.
Nyonya Maria berjalan kembali ke meja, meraih cangkir berisi teh hangat, namun hanya memutarnya di antara jarinya tidak benar-benar meminumnya.Sikapnya menunjukkan ia sedang mencoba menahan diri agar tidak meledak.
“Aku tidak peduli seberapa cepat Henry bergerak,” ujarnya sambil meletakkan cangkir itu kembali. “Yang aku peduli adalah Nadira harus berada di mansion ini sebelum siapa pun,termasuk media mendengar satu detik pun soal kehamilannya.”
Ia menatap Franklyn sekali lagi, kali ini lebih rendah, lebih menusuk.
“Kau punya waktu dua puluh empat jam. Bawa dia ke hadapanku. Hidup-hidup. Tak ada kerusakan.”
Hening sejenak.“Kalau kau gagal lagi… jangan pulang.”
Franklyn merasakan tengkuknya dingin. Ia menunduk lebih dalam."Baik,Nyonya. Saya mengerti.”
Nyonya Maria tidak menjawab. Ia hanya mengibaskan tangannya ringan, sebuah isyarat bahwa pembicaraan selesai dan bahwa kesabarannya sudah berada di ujung yang berbahaya.
***
Ruangan itu luas dan sunyi.Lantai marmer hitam mengilap memantulkan cahaya lampu gantung kristal yang dingin.
Henry dan Nadira masih duduk bersebelahan. Nadira menggenggam tepi ujung blousenya,masih bersandar di sandaran sofa. Sementara Henry hanya mencondongkan tubuh sedikit ke depan,siap menerima informasi apa pun.
Furqon membuka berkas merah gelap di hadapannya.
Suara kertas yang bergeser saja terasa seperti sinyal bahwa sesuatu besar akan dimulai.
"I already contacted someone.”
Nada suaranya dalam dan stabil. “Bukan pengacara biasa,aku ingin kalian dilindungi orang yang benar-benar mengerti permainan kotor keluarga besar seperti itu.”
Henry menegakkan bahu. “Siapa yang Anda pilih,Om?”
Furqon menutup berkas tersebut perlahan, lalu menatap mereka satu per satu dengan intensitas yang membuat udara seperti menegang.
"Albert Samuel.”
Nama itu saja sudah cukup membuat atmosfer berubah. Nadira refleks menoleh pada Henry, melihat ekspresi pria itu mengeras, sedikit tercengang namun penuh pengakuan.
"Albert? Yang menangani kasus filtrasi data internasional tahun lalu? Yang berhasil menjatuhkan tiga konglomerat Eropa sekaligus?”
Furqon mengangguk.
“Pria itu. Pengacara berkebangsaan Inggris. Di court, reputasinya simpel dia tidak pernah kalah.”
Nadira mengusap perutnya yang menegang.
“Apa tidak terlalu berlebihan… untuk kasus kita ini om?”
Furqon menatapnya, tegas tapi tulus.
“Tidak ada yang berlebihan kalau yang kalian hadapi adalah keluarga Alfonso.”
Ia menyandarkan punggungnya pada kursi kulit hitam.
“Mulai saat ini, kalian berada di bawah perlindungan legal beliau. Semua dokumen, seluruh akses keamanan, sampai perlindungan saksi Albert dan timnya yang atur.”
Henry mengangguk pelan, nada suaranya lebih berat dari biasanya.
“Aku sudah mengenal Albert,aku juga sedang mengerjakan proyek lukisan khusus darinya.Yang aku tahu,Albert orang yang tidak sembarangan dalam memilih kasus.Juga dia memiliki standar yang tinggi untuk sebuah pekerjaan”
Furqon menatap keduanya, ruangan itu terlihat sedikit kelegaan di matanya.
“Jadi kau pelukis Henry? Kau pelukis terkenal itu? Henry Callen? Aku sudah mendengar namamu,tapi baru kali ini bertemu langsung.”
"Iya om,aku Henry Callen.Aku kembali ke Indonesia karna menerima tawaran Devan untuk mengisi Gala Estetika',acara tahunan Alveron Group"
"Aku mendengar itu Henry,dan Gala Estetika' sangat sukses di bawah karya-karya mu."
Nadira menahan napas.Ucapan itu seperti mencairkan sisi hatinya yang tadi sangat rapuh.
Di luar jendela kaca besar itu, langit meredup… seolah ikut menandai dimulainya perang yang lebih besar dari yang mereka bayangkan.
*
*
*
~Salam hangat dari Penulis🤍