Selma, pewaris utama keluarga konglomerat terpandang, dikhianati di malam pengantinnya. Dengan mata kepalanya sendiri, Selma menyaksikan suami yang dia cintai malah beradu kasih di atas ranjang bersama saudari tirinya.
Hati Selma semakin pedih mengetahui ibu tiri dan kedua mertuanya juga hanya memanfaatkannya selama ini. Semua aset keluarganya direnggut sepihak.
"Kalian semua jahat, kalian tega melakukan ini..."
Di tengah laut yang disertai badai dan hujan deras, Selma dibuang oleh suami dan adik tirinya, lalu tenggelam.
Namun, sebelum air menguasai penuh paru-parunya, seorang perempuan sekecil tinkerbell bercahaya biru muncul di hadapannya dengan suara mekanis yang bergema di kepala Selma.
[Ding! Sistem Waktu Eri Aktif. Apakah Anda ingin menerima kontrak kembali ke masa lalu dan membalas dendam?]
IYA!
Begitu Selma membuka mata, dia terbangun di tubuhnya saat berusia 16 tahun. Di kesempatan keduanya ini, Selma berjanji akan menghancurkan semua orang yang mengkhianatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Dia Akhirnya Nyimpen Kontak Aku Juga
Sesampainya di rumah, Selma menggandeng Aluna sang asisten masuk ke kamarnya. Tanpa mengganti pakaian, dia duduk di depan komputernya yang berwarna putih.
"Ada apa, Nona?" tanya Aluna heran. Di sepanjang perjalanan pulang dari sekolah, dia melihat Selma begitu banyak pikiran. Tapi, sekarang nona mudanya begitu antusias mengaktifkan komputer.
"Kak Aluna tahu kan, kalau papa blokir semua kartu aku dan bekuin semua saham aku selama sebulan."
"Iya, Nona, saya tahu."
"Nah, sekarang saya mau cari uang sendiri."
"Dengan cara apa, Nona?" tanya Aluna.
Selma menyeringai. "Main trading, heheh."
Detik berikutnya dia memanyunkan bibir. "Tapi aku masih 16 tahun belum punya KTP." Tangan Selma terangkat meraih jemari Aluna. "Boleh nggak pake identitas Kak Aluna buat daftar akunnya?"
Sejenak Aluna terpaku. Selma yang hobinya menghabiskan uang akhirnya mau cari uang sendiri?
"B-boleh, Nona, dengan senang hati," jawab Aluna.
Sontak Selma mengacungkan kedua tangannya ke atas penuh semangat. "Yeyyyyyyy!!! Makasih yah, Kak Aluna."
"Sama-sama, Nona." Aluna kemudian mengeluarkan kartu dadi dompet berwarna bridge miliknya. Sementara, Selma mulai berkutat dengan komputer untuk mendaftarkan akun untuk trading.
Di pelajaran akademik sekolah, memang Selma bukan dari bagian peringkat teratas. Tapi, dia sebenarnya punya kemampuan analisa yang tinggi. Minusnya dia mageran kalau soal belajar. Kalau bukan karena tuntuntan papanya agar Selma naik peringkat, dia mungkin tidak akan mengejar semua ketertinggalan tugasnya.
Selang beberapa saat, Selma berhasil mendaftarkan akun di sebuah sebuah platform trading.
***
Di tempat lain, di sebuah bar hotel bintang lima, Devano, papa Selma yang mengenakan jas hitam, berdiri sebentar di depan meja setelah berjabat tangan dengan kolega-kolega bisnisnya.
Pria gagah itu menatap pantulan dirinya di kaca botol-botol minuman yang berderet di rak belakang bartender. Lampu kuning temaram membuat rahangnya yang tegas terlihat makin tajam dan aroma whiskey premium masih menggantung samar di udara.
Devano melangkah ke arah bar, berniat sekadar menenangkan kepala setelah negosiasi panjang. Tapi langkahnya terhenti di tengah jalan. Di ujung meja bar yang melingkar, duduk seorang wanita dengan gaun satin krem lembut, rambutnya terurai bergelombang menyentuh bahu, sepasang anting kecil berkilau di bawah cahaya lampu gantung. Jemarinya yang lentik memutar gelas wine pelan, seolah bicara dengan angin malam yang masuk lewat jendela besar.
Devano menatapnya tiga detik lebih lama dari seharusnya. Wajah itu tidak asing. Dia segera menghampiri.
"…Nyonya Livia?"
Wanita itu menoleh pelan. Senyum terkejut namun tenang muncul di bibirnya.
"Oh… Tuan Devano. Dunia ini sempit juga, ya." Livia yang tak lain mama Debora tertawa kecil, suara yang hangat tapi penuh keanggunan seorang perempuan yang sudah terbiasa berada di ruang-ruang berkelas seperti ini. Devano menghampiri, menarik kursi di sebelahnya tanpa benar-benar menunggu izin, tapi senyum di wajah Livia sudah cukup menjadi jawaban.
"Saya tidak menyangka bertemu Anda di sini. Anda menunggu seseorang?" tanya Devano.
Livia melebarkan senyum sehingga sedikit menunjukkan gigi rapinya. Dia memang sengaja berada di tempat ini untuk mendekatkan diri dengan papa Selma. Tapi, tentu Livia tidak akan menunjukkan kesan kalau dia yang mengejar.
"Tadinya, iya, tapi dia membatalkan pertemuan tiba-tiba." Livia menundukkan kepala, memasang wajah murung sambil mengusap bibir gelas kristal di hadapannya.
Devano memandang Livia lekat-lekat dari sudut mata tajamnya. "Teman kencan?"
"Ya, bisa dibilang begitu, Tuan Devano."
Mereka kemudian tertawa ringan. Bartender mendekat menawarkan minuman, Devano mengangguk tanpa melihat, matanya tetap pada wanita di sebelahnya.
"Saya kira Anda tipe yang betah sendiri," kata Devano.
"Saya memang mandiri tapi bukan berarti saya mau sendirian terus-menerus. Kalau bersama Debora, saya bisa menunjukkan kalau saya bisa jadi ayah dan sekaligus ibu untuk dia. Tapi, ada kalanya saya lelah dengan peran itu, makanya saya biasa mencari teman kencan di aplikasi dating untuk sekadar bercerita dan melepaskan penat."
Devano tersenyum, "sepertinya teman kencan Anda yang batal datang ke sini itu sangat rugi tidak bertemu dengan wanita secantik Anda."
Livia tertawa ringan. Ini dia kesempatannya. "Cantik bagaimana, saya sudah hampir kepala empat."
"Tapi Anda masih begitu cantik, Nyonya Livia. Kalau dibilang umur 25 tahun, orang-orang akan percaya." Devano mengangkat gelas kristal, lalu menyesap minuman di dalamnya.
Livia tersenyum lagi. "Papa Selma ternyata pandai menggoda, yah, saya jadi malu."
Devano meletakkan gelas di meja, mengulum bibir sekilas lalu menoleh pada Livia dengan tatapan yang intens. "Tidak perlu malu, mama Debora, saya menyampaikan fakta."
Suasana di sekeliling mereka berubah menjadi samar, suara musik jazz dan denting gelas seolah meredup. Devano semakin menatap Livia dalam-dalam yang dibalas oleh wanita itu dengan pandangan sama. Intens.
Beberapa saat kemudian, keduanya memasuki sebuah suite presidential dengan saling berciuman panas.
Dan, selanjutnya terjadilah sesuatu di antara orang dewasa yang sama-sama tak memiliki pasangan itu.
***
Di rumah, Selma baru saja selesai makan malam. Dia kemudian memasuki lift menuju lantai atas tempat kamarnya berada.
"Oh iya, aku kan udah jadi pasangan projectnya toscu, tapi aku ngga punya kontaknya sama sekali," kata Selma pada Eri yang duduk di pundaknya.
"Bukannya dia punya akun di aplikasi internal sekolah, Selma. Kenapa kamu tidak menghubunginya lewat aplikasi itu." Eri mengayunkan kaki mungilnya.
"Ribet, mending lewat WA kalau mau komunikasi."
"Kalau begitu cari kontaknya di bagian profil anggota OSIS, pemuda yang kamu maksud itu kan ketua OSIS."
"Oh iyaa," Selma melebarkan senyum dan melangkah keluar ketika pintu lift terbuka. Dia mempercepat langkahnya menggunakan tongkat untuk menuju ke kamar. Kakinya juga memang sudah mulai pulih.
Begitu tiba di kamar, Selma menurunkan diri turun di kursi gaming berwarna baby blue di depan komputernya.
Langsung tangan kanannya meraih mouse untuk mengarahkan kursor mengklik ke aplikasi internal sekolah.
Setelah login, dia membuka profil anggota OSIS dan itu dia…
Kontak WA Kyrann benar-benar tertera di sana. Lantas Selma meraih hape dan mengarahkan kamera untuk melakukan scan pada kode QR kontak Kyrann.
Setelah terhubung, Selma mengetik Toscu pada kontak Kyrann yang dia simpan.
Namun, ada sesuatu yang langsung menarik perhatian Selma.
Dia baru saja menyimpan kontak Kyrann tapi status WA cowok itu langsung muncul. Sebuah postingan tentang lagu dari aplikasi musik berjudul One Call Away.
"Loh, aku kan baru save kontaknya, tapi kok aku bisa liat statusnya si toscu?"
"Omo! Dia udah save kontak aku duluan dong! Nggak mungkin, kan, aku bisa liat status dia kalau dia nggak save nomer aku."
Selma mengembangkan senyum dari bibir ranumnya. "Kayaknya dia emang naksir deh sama aku."
Di momen yang sama, tepatnya di sebuah ruangan VVIP Mirelle Hospital. Kyrann duduk di samping ranjang, menatap papanya yang masih koma.
"Papa… aku rindu sama papa…" gumam Kyrann.
Kemudian, Kyrann beranjak lalu berjalan menuju jendela besar di sisi ruangan. Dia mengeluarkan hapenya dan memotret bulan setengah di langit.
Dia mengupload gambar yang diambil ke status WAnya. Dan, Kyrann terkejut begitu melihat status pertamanya hari ini dilihat oleh satu orang.
Kyrann pernah mengatur siapa saja yang bisa melihat statusnya. Hanya tiga orang. Papanya, Dokter Vinz kakaknya dan … Selma.
Papanya koma, tidak mungkin melihat status, dokter Vinz juga bukan karena Kyrann tahu kalau kakaknya sedang sibuk tadi.
Bisa dia pastikan itu Selma yang melihat statusnya. Dan memang benar.
Senyum samar terbit di bibir Kyrann. "Dia akhirnya nyimpen kontak aku juga."
yg datang kyrann pasti