sebuah pria tampan CEO bernama suga yang menikah dengan wanita cantik bernama cristine namun pernikahan itu bukan atas kehendak suga melainkan karena sedari kecil suga dan cristine sudag di jodohkan dengan kakek mereka, kakek cristine dan suga mereka sahabat dan sebelum kakek cristine meninggal kakeknya meminya permintaan terakhir agar cucunya menikah dengan suga, namun di sisi lain suga sebenarnya sudah menikah dengan wanita bernama zeline suga dan zeline sudah menikah selama dua tahun namun belum di karuniai seorang anak, itu juga alasan suga menerima pernikahan dengan cristine.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cinta di antara dua istri sang ceo
Suga yang semula bersandar di meja dapur dengan tangan terlipat kini menatap tajam ke arah Zeline. Tatapannya menusuk, matanya redup namun penuh emosi yang sulit diartikan.
“Cristine, apa maksudmu?” tanya Suga pelan tapi nada suaranya mengandung tekanan.
Cristine melangkah turun perlahan dari tangga dengan senyum sinis di bibirnya.
“Aku tidak bermaksud apa-apa, Suga. Aku hanya melihat sendiri tadi sore, Kak Zeline sedang makan malam berdua dengan seorang pria di Skyline Blu Terrace. Aku bahkan sempat lewat di sana.”
Zeline yang dari tadi diam akhirnya meletakkan gelas di meja dengan suara cukup keras. Ia menatap Cristine tanpa ekspresi, matanya dingin seperti kaca.
“Mulutmu selalu sibuk mencari masalah, ya, Cristine?” katanya datar namun tajam.
Cristine berpura-pura terkejut, tangannya menutupi dada seolah tersinggung.
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, Kak. Aku pikir suamimu berhak tahu ke mana istrinya pergi malam-malam begini.”
Suga masih menatap Zeline, kini wajahnya mulai menunjukkan kekecewaan.
“Benarkah, Zeline?” suaranya rendah namun tegas, seperti sedang menahan emosi. “Kau makan malam dengan pria lain?”
Zeline menatap balik Suga tanpa gentar, meski di dalam dadanya ada getaran halus yang menyakitkan.
“Ya, aku makan malam dengan seseorang. Tapi itu bukan urusanmu lagi, Suga.”
“Bukan urusanku?” suara Suga meninggi sedikit, matanya menatap Zeline tajam. “Kau masih istriku, Zeline.”
Cristine berdiri di samping Suga, menggenggam lengannya dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat.
“Suga, sudah… jangan marah. Kak Zeline mungkin hanya”
“Diam, Cristine.” suara Suga memotong dengan cepat. Ia menatap Zeline dalam, napasnya berat.
“Katakan padaku, siapa pria itu?”
Zeline menarik napas dalam, menatap keduanya dengan senyum pahit.
“Seseorang yang tak perlu kau tahu, dan sekarang dia cuma ingin makan malam, tidak lebih.”
Suga terdiam. Ada sesuatu di matanya campuran antara cemburu, marah, dan takut kehilangan.
Cristine tersenyum tipis di belakangnya, puas karena berhasil menyalakan api di antara keduanya.
Zeline kemudian mengambil gelasnya kembali, meneguk sisa airnya lalu melangkah pergi ke arah kamarnya.
Sebelum menghilang di balik pintu, ia menatap Suga sekali lagi dan berkata pelan namun menusuk,
“Kalau kau bisa makan malam, tidur, bahkan menikah dengan wanita lain, kenapa aku tidak boleh sekadar makan malam dengan seseorang, Suga?”
Hening. Hanya suara langkah kaki Zeline yang perlahan menghilang di lorong rumah, meninggalkan dua sosok di dapur satu menyesal, satu tersenyum puas.
Suga menatap Cristine sejenak dengan ekspresi dingin sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkannya sendirian di dapur. Pintu ruang makan tertutup perlahan, meninggalkan keheningan yang hanya dipecahkan oleh detak jam dinding.
Cristine berdiri mematung beberapa detik, lalu bibirnya melengkung membentuk senyum miring. Ia menatap ke arah pintu yang baru saja ditutup Suga, lalu pandangannya beralih ke meja makan di mana tergeletak sebuah apel merah mengilap.
Dengan gerakan anggun namun penuh kesombongan, Cristine mengambil apel itu, menggigitnya perlahan sambil memiringkan kepala. Bunyi kres dari gigitan apel terdengar tajam di udara sunyi.
“Hmm…” gumamnya sambil mengunyah pelan, tatapannya penuh kemenangan.
“Akhirnya… sedikit demi sedikit, semuanya berjalan sesuai rencana.”
Ia menyandarkan tubuhnya ke meja, matanya menatap kosong namun senyum licik masih menempel di wajahnya.
“Zeline, kau pikir kau bisa terus berada di sisi Suga? Kau terlalu naif…”
ucapnya pelan dengan nada mengejek.
Cristine kembali menggigit apel itu, kali ini lebih keras.
“Kalian berdua memang ditakdirkan untuk hancur,”
bisiknya sambil tertawa kecil, suara tawanya lembut tapi penuh racun.
Dan malam itu, di tengah rumah megah yang terasa dingin, tawa kecil Cristine menggema samar tanda awal dari rencana besar yang perlahan mulai ia jalankan.