NovelToon NovelToon
Bukan Berondong Biasa

Bukan Berondong Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Identitas Tersembunyi / CEO / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Berondong
Popularitas:25.9k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Modus

[Mira is calling...]

Ahmad menatap layar itu beberapa detik—matanya membulat, napasnya tertahan. Ia buru-buru meraih ponselnya dan membalikkan layar menghadap ke bawah, seolah dengan begitu panggilan itu akan lenyap bersama kegelisahan yang tiba-tiba menyeruak di dadanya.

Detri yang memperhatikan perubahan ekspresi Ahmad mengerutkan kening.

“Kenapa gak diangkat?” tanyanya pelan, nada suaranya penuh curiga.

Ahmad menelan ludah, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang meski wajahnya jelas kehilangan warna.

“B-bukan apa-apa… ini adik gue.,” ujarnya cepat, lalu bangkit dari ranjang. Gerakannya tampak tergesa, seperti ingin menjauh dari situasi yang mulai terasa canggung.

Ia meraih handuk di kursi, tanpa menatap Detri sedikit pun. “Gue mandi dulu,” tambahnya pendek sebelum melangkah ke kamar mandi. Pintu tertutup dengan suara klik lembut—menyisakan keheningan yang janggal.

Detri mendengus pelan, melempar pandangan ke arah pintu yang baru saja tertutup.

“Sial… main pergi aja, lagi nanggung juga!” gerutunya kesal, karena Ahmad menghentikan aktivitas panas mereka disaat hampir mencapai puncak. Detri menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh polos hingga wajahnya, mencoba menenggelamkan diri dalam hangat kain, meski pikirannya masih tertinggal di wajah Ahmad yang tiba-tiba berubah barusan.

Tak lama setelah Ahmad masuk ke kamar mandi, ponsel Detri yang tergeletak di nakas ikut bergetar. Nama yang muncul di layar membuatnya segera meraih ponsel itu.

[Lucyana is calling]

Detri menatap sebentar, lalu menekan tombol hijau.

“Halo, Luc.” Suaranya terdengar santai meski matanya masih sedikit sayu.

“Det, hari ini gue gak masuk ya. Tolong bilangin ke orang kantor.”

Nada Lucy terdengar pelan, dibuat agak serak.

Detri mengerutkan alis. “Oke, tapi kenapa, Luc? Lo kenapa?” nada suaranya berubah sedikit cemas.

“Emm… gue gak enak badan,” jawab Lucy cepat, terdengar seperti sedang menimbang kata-kata.

“Lo sakit? Perlu gue jenguk gak?!” suara Detri terdengar panik, tubuhnya ikut menegakkan diri di atas ranjang.

“Gak perlu! Gue cuma migrain aja sih,” Lucy langsung memotong, berusaha terdengar ringan sambil mencari alasan.

Detri menghela napas, mencoba menenangkan diri. “Walah, yaudah deh, cepet sembuh ya bestie.”

“Ya, makasih ya, Det.”

Panggilan pun terputus, meninggalkan sunyi sesaat di kamar.

Dari kamar mandi, suara aliran air terdengar samar. Ahmad berdiri di depan wastafel, menatap ponselnya yang menampilkan satu nama — Mira. Ia menekan tombol panggil, suaranya rendah namun tegas.

“Mas lagi sibuk, jangan dulu telepon!"katanya cepat, lalu menutup sambungan itu dan menatap cermin. Ada bayangan gelisah di mata yang berusaha ia hindari.

Setelah Ahmad selesai mandi, ia memberi kesempatan pada Detri untuk bergantian. Kamar hotel dipenuhi aroma sabun dan suara gemericik air yang mereda perlahan. Ahmad berdiri di depan cermin, merapikan kerah kemejanya. Tak lama, Detri keluar dari kamar mandi dengan rambut masih lembap, wajahnya tanpa banyak ekspresi. Ia mengambil tas kerja di kursi, mengecek ponsel sekilas, lalu berkata singkat, “Ayo berangkat.”

Ahmad hanya mengangguk.

Perjalanan pagi itu berlangsung dalam diam. Mobil melaju di antara jalanan kota yang mulai padat, suara klakson dan radio yang pelan pun tak mampu menutupi jarak emosional di antara mereka. Ahmad melirik ke samping. Dari ujung matanya, ia melihat Detri menatap keluar jendela, matanya kosong, seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Dalam hati Ahmad bergumam,

“Kayaknya dia masih kepikiran soal panggilan tadi...”

Ia menarik napas, mencoba mencairkan suasana.

“Det, mau sarapan dulu? Masih ada waktu sebelum masuk kerja.”

Detri tetap menatap keluar, suaranya datar.

“Gak usah, nanti gue beli di kantor aja.”

Ahmad mengangguk pelan, tak menambahkan apa pun. Mobil terus melaju, hanya diiringi suara mesin dan embusan AC yang lembut. Begitu tiba di basement kantor, Ahmad mematikan mesin mobil.

Sesaat sebelum Detri membuka seatbelt, Ahmad menahan lengannya lembut. Jemarinya kemudian menggenggam tangan Detri, mencoba menahan kepergian yang terasa dingin pagi itu.

“Udah dong marahnya, ya…” ucap Ahmad dengan nada lembut, sedikit memelas, suaranya terdengar manja. Ia menatap wajah Detri, mencari sedikit celah untuk membuatnya luluh.

Detri sempat diam, matanya menatap tangan mereka yang masih bertaut. Senyum tipis muncul di bibirnya, tapi bukan senyum bahagia—lebih seperti senyum yang menahan rasa kecewa.

“Gak kok, siapa juga yang marah,” ujarnya akhirnya, dengan nada yang berusaha terdengar santai. Ia perlahan melepaskan genggaman Ahmad, lalu membuka pintu mobil.

Langkahnya keluar terasa tegas. Begitu berdiri di luar mobil, Detri menarik napas panjang, menatap ke arah lain agar perasaannya tidak pecah di tempat. Dalam hati, ia menggerutu pelan.

“Jangan marah?" ia melipat tangan di dada.

"Cih, maunya gue juga gak marah! Tapi gue gak bisa buat gak marah arrghhh!" Detri berjalan cepat sambil menghentak-hentakkan hak sepatunya ke lantai, setiap langkahnya terdengar seperti luapan kesal yang tak bisa disembunyikan.

Ahmad yang masih di dalam mobil menatap punggung Detri yang menjauh. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu menggaruk tengkuknya pelan dengan ekspresi bingung.

“Waduh! Kerjaan baru inimah, buat bujuk tuh cewek.."

Ia hanya bisa menatap kosong ke depan, sebelum akhirnya memutuskan untuk turun menyusul Detri.

...****************...

Pagi bergulir menuju siang. Sinar matahari menembus tirai putih kamar rumah sakit, memantul lembut di lantai yang mengkilap. Suasana di dalam ruangan itu tenang—hanya terdengar suara detak jam dan hembusan pendingin ruangan yang lembut.

Lucy duduk di kursi dekat ranjang, asyik menatap layar ponselnya sambil menikmati sepotong cheesecake yang baru ia beli dari outlet di sebelah rumah sakit. Sesekali ia menyuap kecil, menahan senyum saat membaca sesuatu di ponselnya.

Dewa, yang bersandar di sandaran tempat tidur, memperhatikan Lucy diam-diam. Tatapannya tak lepas dari wajah gadis itu yang tampak begitu santai dan cerah di bawah cahaya siang. Lucy menyadari tatapan itu. Ia menoleh, menaikkan alisnya.

“Kenapa liatinnya kayak gitu? Mau?” ujarnya, menawarkan potongan cheesecake sambil tersenyum tipis.

Dewa menggeleng pelan, senyum kecil muncul di sudut bibirnya.

“Gue liatin bukan karena mau,” katanya ringan, menunjuk ke arah wajah Lucy. “Tuh, lo makan kayak anak kecil… belepotan.”

Lucy spontan menyentuh bibirnya. “Mana? Emang iya?”

Belum sempat ia mengambil tisu, Dewa sudah lebih dulu mencondongkan tubuh. Dengan cepat, ia mengambil sisa cheesecake dari tangannya dan meletakkannya di meja.

Tangan Dewa kemudian menarik pergelangan tangan Lucy, membuat gadis itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh di pangkuannya. Lucy sempat terkejut, matanya membulat.

Dewa menatapnya lama sebelum mendekat, lalu mengecup lembut sudut bibir Lucy—membersihkan sisa krim manis yang menempel di sana. Saat menjauh, ia tersenyum jahil.

“Udah,” bisiknya pelan. “Bersih.”

Lucy refleks mendorong dada Dewa pelan.

“Dih, apaan sih lo, modus banget!” ucapnya dengan suara setengah bergetar, berusaha terdengar kesal padahal wajahnya justru memanas.

Ia cepat-cepat memalingkan wajah, menunduk agar Dewa tak melihat rona merah yang mulai merayap di pipinya.

“Gue pikir lo ngeliatin gue tuh gara-gara mau cheesecake,” gumamnya pelan sambil merapikan rambut yang jatuh ke wajah.

Dewa hanya tersenyum, pandangannya tak beranjak sedikit pun dari wajah Lucy.

“Bukan cheesecake yang gue mau,” suaranya rendah, nyaris berbisik, namun cukup untuk membuat jantung Lucy berdebar tak karuan.

Lucy menelan ludah, matanya perlahan terangkat menatap Dewa. Tatapan Dewa makin dalam, lembut tapi tegas, seolah menyampaikan sesuatu yang tak sempat diucap. Pandangannya lalu turun, menelusuri bibir Lucy yang sedikit terbuka karena gugup.

Dalam diam yang menegangkan, Dewa perlahan mendekat, tangannya terulur ke pinggang Lucy, menariknya hingga jarak di antara mereka lenyap. Tanpa banyak kata, Dewa menutup sisa ruang di antara mereka dengan satu ciuman yang penuh perasaan—hangat, pelan, tapi cukup untuk membuat waktu di kamar itu seolah berhenti sesaat.

Detik berikutnya, ciuman yang singkat itu berubah menjadi lumatan-lumatan kecil. Lucy tak menolak, ia memejamkan matanya mengikuti dan membalas setiap ciuman yang diberikan Dewa. Tangan Lucy yang semula berada di dada Dewa perlahan naik, ia sengaja kalungkan diantara leher Dewa untuk memperdalam ciuman. Kecupan Dewa ikut turun menyusuri leher jenjang Lucy, membuat Lucy mengigit bibir bawahnya menahan desahan keluar dari bibirnya.

"Jangan ditahan...," Bisik Dewa pelan tepat di telinga Lucy. "Bersuaralah, untuk gue..." ucap Dewa seraya menggigit daun telinga wanitanya itu.

"ngghhh..."

Dewa tersenyum lalu kembali memagut bibir Lucy. Lucy yang masih berada dipangkuan Dewa menundukan sedikit kepalanya saat berciuman. Ciumannya kini menjadi semakin dalam, semakin intens dikala keduanya saling melumat penuh gairah. Tangan Dewa mengusap punggung Lucy lembut, perlahan satu tangannya menyusup dibalik atasan yang dikenakan Lucy mencari-cari sesuatu disana.

Berhasil.

Dewa melepaskan pengait bra dengan satu tangannya. Bra warna hitam pun melorot menampilkan dua gundukan yang terlihat samar. Pandangan Dewa langsung tertuju pada dua gundukan milik Lucy. Bagaimana tidak, saat ini posisi Dewa sejajar eyelevel dengan gundukan itu.

Damn, ternyata seindah ini, gumamnya dengan mata berbinar. Meski masih tertutup blouse tipis warna putih, tapi mata jeli Dewa bisa melihat dengan jelas keindahan view didepannya.

Tiba-tiba...

CEKLEK!

Pintu kamar rawat inap terbuka dan...

...----------------...

Dan apa hayo? 😅

Yang kemarin nebak pria yang bermalam sama Detri siapaa? Yaap pria itu Ahmad 😌

Apa Ahmad tulus pada Detri? Semoga aja yaa 😉

Masih siang disuguhi beginian, aman kan pemirsa? Masih tipis-tipis kok ini 😂

Pantengin terus kisah Dewa-Lucy, karena masih banyak hal yang belum terungkap.

Jangan lupa untuk sertakan vote, like dan komentar nya yaa 🥰🥳

Jika ada waktu, boleh berikan rate juga yaa untuk cerita ini🤗

Terimakasih! 💕

1
Alyanceyoumee
nya syukur atuh wa, ga usah cape mikir udah di siapin, kalian tinggal mengikuti instruksi saja kan 😁...
Alyanceyoumee
kamu mau apa sih ngerecokin dewa doang tau. pusing saya.
Avalee
Luluh lah, tinggal ortu sadewa lg yg mesti lu taklukin, smg aja mrka pada bawk ama lu 🥹
Avalee
Mana tahan ya dew? Anggap aja kesempatan emas 😎
Drezzlle
Benci banget emang cewek kaya gini tuh
Drezzlle
Kan kan bukan di dekati cari tahu malah ngluyur pergi Lucy
Ari Atik
senang lihat karakter mertua dewa,nggak boleh ada yg merendahkan menantunya.....
NH..8537
smg ada restu dari mama..mu ya dewa🥹 lanjuttt Kaka 👍👍👍
nuraeinieni
mama mu datang mau kenalan sama menantunya dewa,srmoga saja mamanya dewa baik dan menerima lucy
bunda n3
mamahnya dewa kira kira antagonis atau protagonis ya? 🤭
ginevra
bener kata temen Lo....mending kamu dengerin deh ...
ginevra
idih.... yang reservasi siapa yang bayarin siapa ... udah keliatan redflag... mending putusin aja ..putusin
ginevra
baru melihat sekali udah terbayang2 aja bang ... tanda bucin ini
Dini Anggraini
Semoga mamahnya dan papahnya dewa gak kayak mertua di sinetron ya judes, galak suka menghina merendahkan bahkan bila punya menantu miskin. Ortunya dewa baik2 sama lucy ya kasihan lucy dulu sudah di hina oleh keluarganya mantan sekarang kebahagiaan yang akan lucy dapatkan. Amien. 🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻😍😍😍😍
Ilfa Yarni
akhirnya dewa bertemu mamanya udah sekian lama trus gmn ya tanggapannya dgn lucu jgn sampe lucu dihina ya Thor aku ga rela
TokoFebri
hadduh mbak detri.. sama siapee nih..
TokoFebri
thank you om, emang bener sih om, sebagai orang tua kalau lihat anaknya menikah itu harus lepas tangan. maksudnya ga ganggu mereka terus. tinggal mantau saja. kalau ada yang ga bener di kasih tau. kalau ga bisa di kasih tau yaudah wkwkw.
TokoFebri
lucy kalau udah tau gini, aku harap kamu mau menemani dewa. jangan biarkan dia merasa hidup dalam kesendirian
Afriyeni Official
iyeess mantap dewa, kata kata begini yg Oma mau dengar 🤭 lanjutkan perjuangan mu nak/Determined/
Afriyeni Official
ngomong cinta mu bikin Oma baper,, yang jelas dong ngomongnya ah,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!