NovelToon NovelToon
Garis Batas Keyakinan

Garis Batas Keyakinan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Percintaan Konglomerat / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: blcak areng

Indira mengagumi Revan bukan hanya karena cinta, tetapi karena kehormatannya. Revan, yang kini memeluk Kristen setelah melewati krisis identitas agama, memperlakukan Indira dengan kehangatan yang tak pernah melampaui batas—ia tahu persis di mana laki-laki tidak boleh menyentuh wanita.

​Namun, kelembutan itu justru menusuk hati Indira.

​"Untukku, 'agamamu adalah agamamu.' Aku tidak akan mengambilmu dari Tuhan-mu," ujar Revan suatu malam, yang di mata Indira adalah kasih yang dewasa dan ironis. Lalu ia berbisik, seolah mengukir takdir mereka: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."

​Kalimat itu, yang diambil dari Kitab Suci milik Indira sendiri, adalah janji suci sekaligus belati. Cinta mereka berdiri tegak di atas dua pilar keyakinan yang berbeda. Revan telah menemukan kedamaiannya, tetapi Indira justru terombang-ambing, dihadapkan pada i

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Buah Kepatuhan dan Permintaan Pertunangan

​​Aku pulang dari kampus sore itu, membawa beban mental yang berbeda. Tas kuliahku terasa lebih ringan karena kini aku tidak hanya membawa buku, tetapi juga buku-buku agama dan jurnal-jurnal tentang management risk yang sengaja kubaca untuk memahami logika Gus Ammar Fikri.

​Perubahanku tidak hanya terjadi di dalam hati. Aku kini lebih fokus, lebih sedikit menghabiskan waktu di media sosial, dan porsi makanku—berkat ketakutan akan audit Ammar—menjadi lebih teratur.

​Aku menemukan Ayah Bimo sedang duduk di teras belakang, menyeruput kopi sambil melihat tanaman hias.

​"Assalamu'alaikum, Yah," sapaku, mencium tangannya.

​"Wa'alaikumussalam, Nak," balas Ayah, tersenyum hangat. Ayah menatapku dengan tatapan yang berbeda sore itu. Tatapan bangga dan lega.

​"Duduk sini sebentar, Ra. Ayah ingin bicara," ajak Ayah.

​Aku duduk di kursi rotan di sampingnya. Udara sore hari terasa sejuk.

​"Ayah melihat perubahan besar padamu, Nak," ujar Ayah Bimo, pelan. "Sejak Ammar datang, kamu terlihat lebih tenang. Kamu kembali fokus pada tugasmu, dan kamu terlihat jauh lebih sehat."

​Aku merasa tersipu, mengakui bahwa pujian ini sepenuhnya milik Manajer Risikoku, Ammar.

"Alhamdulillah, Yah. Indira berusaha fokus pada hal-hal yang benar, sesuai dengan ajaran agama."

​"Syukurlah. Itu yang Ayah harapkan," Ayah mengangguk puas. "Ammar itu pria yang cerdas dan bertanggung jawab. Dia tidak hanya melihat iman, tapi juga melihat potensi dan stabilitas."

​Ayah Bimo meletakkan cangkirnya. "Ayah lihat, kamu sudah mulai bisa mengelola hatimu. Kamu sudah bisa menyingkirkan variabel yang mengganggu ta'aruf mu, tanpa perlu Ayah campur tangan lagi."

​Kata variabel itu membuatku tersentak. Aku tidak tahu apakah Ayah bicara dengan Ammar, atau apakah Ayah hanya menggunakan istilah itu secara kebetulan. Namun, ini menegaskan bahwa setiap gerak-gerikku sedang diawasi, entah oleh Ayah atau oleh Auditor Emosi-ku.

​Wajah Ayah Bimo kembali menjadi serius, namun matanya memancarkan kelegaan.

​"Ayah punya kabar penting, Nak. Ini adalah kelanjutan dari ta'aruf mu."

​Aku merasakan jantungku berdebar kencang. "Kabar apa, Yah?"

​"Tadi siang, Ayah bertemu dengan Gus Ammar Fikri," kata Ayah. "Dia menelepon Ayah dan meminta waktu untuk bertemu di kantornya. Ammar bilang, setelah dua kali interaksi serius dan melihat laporan stabilitas mu, dia merasa cukup yakin."

​Aku menelan ludah. Ammar bergerak cepat, seolah ini adalah proyek yang harus segera dipastikan kelanjutannya.

​"Dan Ammar mengajukan permintaan, Nak," lanjut Ayah Bimo. "Dia tidak mau taaruf berlarut-larut tanpa ikatan yang jelas. Mengingat kalian baru akan menikah setelah kamu lulus, dia ingin ada komitmen yang lebih serius."

​"Komitmen apa, Yah?" tanyaku, hampir tidak bersuara.

​Ayah Bimo tersenyum lebar. "Ammar meminta agar kita segera melaksanakan acara pertunangan resmi."

​Ayah menjelaskan dengan nada penuh gembira. "Dia tidak mau ada pihak ketiga yang mencoba mengganggu fokusmu lagi, seperti kejadian kemarin. Dengan pertunangan, dia bilang, statusmu akan lebih jelas di mata semua orang, dan kamu akan merasa lebih aman dalam menjaga Garis Batas."

​"Ini adalah langkah yang bagus, Nak. Ini bukti bahwa Ammar serius dan ingin segera mengikatmu secara syar'i. Dia ingin segera melindungi asetnya," kata Ayah Bimo, menggunakan istilah yang aneh, yang lagi-lagi membuatku teringat pada Ammar.

​Aku terdiam. Pertunangan. Itu berarti hubungan yang lebih resmi, cincin yang mengikat, dan pengumuman kepada semua orang. Ini adalah pemutus mutlak hubunganku dengan masa lalu dan penegasan definitif komitmenku pada masa depan.

​Aku tahu, ini adalah hadiah dari Ammar atas kepatuhanku. Dia membalas laporan kejujuranku dengan langkah maju yang tegas.

​"Ayah ingin kamu menyetujuinya, Nak. Ini adalah kesempatan terbaik untuk menutup rapat-rapat pintu masa lalu," ujar Ayah Bimo, menatapku penuh harap.

​Meskipun hatiku belum sepenuhnya terisi oleh cinta Ammar, logikaku yang kini sudah dilatih olehnya—mengatakan bahwa ini adalah langkah yang paling aman dan paling halal.

​"Baik, Yah," jawabku, suaraku mantap. "Indira setuju. Kita laksanakan pertunangan ini."

​Aku tahu keputusan ini akan menjadi pengumuman yang melukai banyak pihak, terutama Revan. Tetapi aku sudah memilih. Aku memilih Garis Batas Keyakinan, dan Gus Ammar Fikri adalah penjaganya.

1
Suyati
cakep bunda nasehatnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!